Bagikan:

JAKARTA - Manchester City harus melupakan ambisi menjuarai Liga Champions setelah dikalahkan Olympique Lyon 1-3 di Stadion Jose Alvalade, Lisbon, Portugal. Ada sejumlah catatan yang dapat diangkat dari pertandingan tersebut.

Pertama adalah berlanjutnya tren supersub. Kehadiran supersub alias pergantian pemain yang tepat menjadi tren yang mewarnai perempat final Liga Champions musim ini.

Kylian Mbappe membalik peruntungan Paris Saint-Germain saat melawan Atalanta. Tyler Adams mencetak gol kemenangan RB Leipzig atas Atletico Madrid.

Bahkan, Philippe Coutinho mengirim satu assist serta dua gol ketika Bayern Muenchen menggilas klub asalnya, Barcelona. Rudi Garcia jelas mempelajari itu dengan baik.

Keputusannya memasukkan Moussa Dembele tepat. Sang penyerang mencetak dua gol penentu kemenangan Lyon atas City.

Catatan lain adalah bahwa Cornet dan Dembele setara Messi. Satu gol Maxwell Cornet dan dua gol Moussa Dembele di Jose Alvalade membuat keduanya sejajar dengan megabintang Barcelona Lionel Messi dalam urusan membobol gawang City di kompetisi Eropa.

Ketiganya sama-sama sudah mencetak empat gol ke gawang City sejak Pep Guardiola mengambil alih kursi kepelatihan di Etihad Stadium. Tiga gol Cornet dicetak ketika Lyon mengalahkan dan mengimbangi City di fase penyisihan Grup F Liga Champions musim lalu.

Sementara, Dembele mencetak dua gol kontra City saat masih membela Celtic. Memori indah Dembele di musim 2016-2017.

Catatan ketiga, bersama City, Guardiola macam lupa cara mencapai semifinal. Dalam tujuh tahun pertama berkompetisi di Liga Champions --empat tahun bersama Barcelona dan tiga tahun di Bayern Muenchen, Guardiola tidak pernah gagal mengantar timnya ke semifinal.

Namun, hal itu berubah sejak ia menangani City pada 2016. Empat musim berlalu Guardiola ditopang dana yang besar, dan langkah terjauhnya bersama City hanyalah perempat final.

Kekalahan 1-3 lawan Lyon sekaligus menandai kegagalan City-nya Guardiola membukukan catatan nirbobol di perempat final Liga Champions. City selalu kemasukan tiga gol atau lebih dalam tiga musim terakhir setelah 0-3 lawan Liverpool (2017/18) dan 4-3 kontra Tottenham Hotspur (2018/19).

Catatan terakhir yang amat penting adalah City mungkin kaya raya dan bisa membeli semua pemain yang mereka inginkan dengan tetap bisa menjaga diri dari ancaman regulasi kepatutan finansial. Namun, Liga Champions tak pernah cuma soal uang.

Aliran uang dari Timur Tengah yang mengubah Elland Road jadi Etihad Stadium tak bisa membeli mental bertanding di Eropa. Sejak dibeli konsorsium Uni Emirat Arab, City paling jauh hanya bisa mencapai semifinal Liga Champions.

City juga kerap tersingkir oleh momen-momen magis. Bagi para penggemar Liga Champions, takhayul ini jadi sebuah kepercayaan. Bahwa ada mental Eropa yang tak dapat disingkirkan dari peruntungan di Liga Champions.