JAKARTA - Penyanyi asal Australia, Iyah May menunjukkan bahwa dirinya sebagai musisi bebas untuk bersuara lewat karya-karyanya, bahkan jika hal tersebut merugikan karier musiknya sendiri.
Seperti diketahui, May konsisten menyerukan isu-isu sosial lewat karyanya. Lewat lagu berjudul “Karmageddon” yang dirilis November lalu, ia menyatakan dukungannya terhadap Palestina dengan membahas genosida yang dilakukan oleh Israel.
Karya yang menjadi viral di media sosial tersebut dilihat bermasalah oleh pihak label, termasuk manajernya sendiri.
Karena sebuah perbedaan pandangan, sang manajer langsung memutus kontrak dengan May. Sang manajer pun meninggalkannya begitu saja.
"Aku berpisah dengan manajerku, aku meninggalkan label karena manajerku tidak setuju dengan lirik dalam lagu (Karmageddon) dan menolak untuk bekerja denganku,” kata May, mengutip video unggahan TikTok, Jumat, 10 Januari.
SEE ALSO:
“Ia baru akan mendukungku jika aku mau mengubah liriknya," lanjutnya.
May jelas menolak permintaan manajer untuk mengubah lirik yang menyebut aksi Israel di Gaza sebagai tindakan genosida.
"Saya bersyukur telah merilis Karmageddon. Di tengah semua rintangan, lagu ini tetap sampai ke telinga pendengar. Menjadi diri sendiri seutuhnya adalah bentuk cinta paling membebaskan,” katanya.
“Bicara kebenaran walau banyak yang menentang jauh lebih bermakna daripada mengorbankan integritas," pungkasnya.