Bagikan:

JAKARTA - Private Number dan The Rain berkolaborasi dalam lagu Tembak yang digubah secara berbeda jika dibandingkan dengan versi aslinya. Dalam lagu ini, pelantun Terlatih Patah Hati itu diberi kebebasan untuk mengaransemen ulang lagu ini.

Tapi, pihak The Rain justru tidak mengobrak-abrik lagu ini di mana benang merah musik pop punk ala Private Number tetap dipertahankan. Mereka hanya memoles lagu ini agar lebih mudah dicerna.

Meski The Rain berperan sebagai produser dan lagu Tembak dirilis di bawah naungan label rekaman milik mereka, Heavy Rain Records, peran Indra dkk lebih ke konsultan. Bahkan, konsep video klip baru untuk lagu ini mereka pikirkan bersama Private Number.

Untuk itu, VOI tertarik untuk mengulik proses kreatif lagu Tembak serta beberapa hal di luar proyek ini. Simak wawancara kami dengan The Rain dan Private Number berikut ini.

Private Number, bagaimana terjadinya proses kolaborasi ini?

Egi: Prosesnya itu dari gua sendiri yang beberapa kali ikut movement dengan The Rain saat pandemi. Nah, dari situ, Indra mengajak gua kolaborasi lah. Terus gua kasih dengar lagu kita di backstage. Ya sudah, Mas Indra ayo, langsung workshop, ya paling cuma sebulan udah buat video klip.

Apa yang membuat kalian memutuskan untuk menyerahkan semua sisi kreatif lagu ini kepada The Rain?

Egi: Awalnya itu sebenarnya kita sudah berserah lah, kita secara internal sudah ada pembicaraan 'ini mau begini-gini aja atau berkembang nih?' Akhirnya ya sudah kita coba buang ego kita. Nah, pada saat The Rain mengajak, gua bilang ke mereka 'Mas, ini lagunya. Terus The Rain mau enggak jadi produser kita?' Dan mereka mau. Dan kita tuh sebenarnya sudah berserah banget kalau lagu ini bakal jadi pop banget. Ternyata dari The Rain benang merah kita enggak dihilangkan. 'Harus tetap begini, Private Number ya begini' mereka bilang. Dan ternyata pas gua dengar, ternyata versi barunya lebih mudah dicerna. Dulu kita enggak pernah tahu, main band, buat lagu, disebar aja. Terus Mas Indra juga mengajak kita untuk gabung ke Heavy Rain Records. Kita enggak pakai mikir, langsung deal pokoknya. Karena itu merupakan kesempatan yang luar biasa sih.

The Rain (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Kalau untuk The Rain, proses kreatif lagu Tembak ini tuh seperti apa ya?

Indra: Lagu Tembak ini sebenarnya sudah ada lagunya lebih dahulu. Jadi, diciptakan oleh personel Private Number yang terdahulu. Nah, ketika kita disodorkan lagu ini, kita sudah senang banget. Dan sisi kreatif kita tergelitik untuk memberi sesuatu. Jadi yang kita lakukan waktu itu adalah kita membedah lagunya, bagian per bagian, ada penggalan yang kita sesuaikan, tapi ini semua kita kembalikan lagi ke Private Number. Kita lebih ke konsultan sih sebenarnya. Kita buat lagunya agar lebih mudah diingat. Terus, kita tambahkan beberapa part kecil aja sih, karena memang dari lagunya sudah kuat. Kita juga minta kabarkan ke pencipta lagu awalnya, dan mereka juga tidak keberatan.

Selama perjalanan karier The Rain pasti pernah mengalami perihal kreativitas tumpul, bagaimana cara kalian menanggulanginya?

Indra: Kreativitas tumpul itu bisa dialami sama siapa saja sih. Baik yang satu tahun berkarier ataupun yang 30 tahun. Jadi, ada saat-saat di mana saya pribadi tuh enggak bisa buat lagu. Ya sudah tidak usah dipaksakan. Kita bisa mengerjakan hal lain kok. Saat ini, dengan kita bersenang-senang dengan Private Number jadi dapat suntikan energi baru.

Iwan: Dan kalau kita 'kan enggak melulu bikin karya terus. Ada juga hal-hal lain. Tapi sebenanrya ketika sudah ada materi baru, itu kita jadi merasa terpanggil untuk mengulik. Jadinya tuh muncul dari situ. Pas mengulik juga suka keterusan, idenya jadi lebih segar lagi.

Aang: Ya kalau musisi memang harusnya latihan sih. Saya pribadi juga begitu, suka mengulik drumer-drumer muda nih, karena mereka mainnya bagus-bagus banget jadinya kita harus belajar lagi.

Indra: Kadang ketika kita putar lagu tuh suka merasa keteteran bahwa yang kita dengarkan tuh bagus-bagus banget.

Ipul: Jadi memang mengulik lagu tuh bisa jadi energi yang bisa menyegarkan.

Dengan keadaan zaman di mana banyak musisi atau band yang sudah tidak memproduksi album, mengapa kalian masih melakukan hal itu?

Indra: Kita sih masih percaya dengan album ya. Dan rasanya menyenangkan jika memiliki beberapa lagu yang ada rumahnya. Jadi, itu salah satu karakter jadul yang enggak bisa kita hilangkan. Mungkin akan kami pertahankan untuk beberapa tahun ke depan. Rasanya, sayang gitu kalau cuma bikin satu lagu. Tapi, kita pun juga sempat melakukan itu karena keterbatasan waktu. Karena harus kita akui energi untuk membuat album itu besar sekali. Dulu kita awal-awal tuh bisa yang sebulan gitu menginap di studio, produksi. Sepadat itu. Sementara untuk produksi single kita akui memang lebih cepat. Jadi sebenarnya legacy-nya itu sih yang kita mau. Bahkan kita berniat untuk merilis CD di album selanjutnya.

Kenapa masih mau memproduksi CD?

Indra: Selama kita jalani selama 21 tahun ini, (penjualannya) memang menurun, tapi ternyata segmennya tuh masih ada. Walaupun sekarang jatuhnya sudah ke merchandise, tapi kolektornya tetap ada. Jadi, buat kita sayang kalau enggak disediakan barangnya.

Private Number (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Untuk Private Number, dengan seringnya bongkar pasang personel apa alasan kalian tetap mempertahankan band ini?

Egi: Begini sih, gua pribadi merasa dari band ini bisa menyebarkan virus-virus baik. Kita memegang banyak harapan orang juga di sekitar. Dari anak-anak yang biasanya cuma ikut nongkrong, terus main band. Jadi, kita berharap banget band ini jadi wadah rezeki yang halal buat semuanya. Sebenarnya itu yang membuat kita bertahan. Karena gua masih yakin, saat waktu kuliah, itu yang biayain band gua. Makanya kita berharap band ini bisa semakin luas lagi jadi manfaat buat banyak orang.

Bengkak: Kita punya tanggung jawab lah sama apa yang kita jalankan.

Ada rencana besarkah untuk band kalian selanjutnya?

Egi: Kita akan mengadakan showcase.

Riefky: Karena setiap tahun kita selalu membuat showcase sendiri.

Bengkak: Jadi, selama setahun itu kita punya program-program yang dijalankan sih biasanya. Ada yang namanya Bergembira Ria Fest, itu salah satu program tahunan kita di mana membuat festival kecil-kecilan. Dan itu kita mengajak teman-teman satu skena. Kadang, kita malah bisa mengajak orang-orang yang di luar skena itu sendiri. Contoh yang kemarin itu D'Masiv, terus Sansan. Dan waktu itu pun kita enggak menjual presale, tiket dibuka jam 5 sore, setengah 6 sudah sold out 500 tiket.

Egi: Menyambung soal pertanyaan mengapa masih bertahan tadi, jadi waktu itu kita berpikir sehabis pandemi band kita udah enggak ada peminatnya lagi nih. Karena berbagai macam festival ada, dan band kita enggak sekeren para penampil di situ lah. Nah, pada akhirnya ya kita buat festival aja sendiri. Band kita yang main, orang kita yang buat acaranya kan. Dan ternyata, peminat tiketnya tuh ada.