Bagikan:

JAKARTA - Pure Saturday, bukanlah nama baru dalam bagian perjalanan musik nasional. Berdiri sejak 1994, serta telah mengembuskan enam album penuh yang dikagumi banyak musisi lintas zaman. Tak perlu heran jika saat ini mereka diapresiasi lebih layak dalam album tribute bertajuk P.S Our Sincere Desire.

Sebuah inisiasi dari Jangan Kolektif, yang tentunya bermuara dari kesadaran penuh, bahwa sudah sepantasnya Pure Saturday mendapatkan giliran untuk dibuatkan album tribute.

Penghormatan ini dipersembahkan oleh 16 band dari kota asal yang sama dengan Pure Saturday, yaitu Bandung. Di antaranya adalah, Bleach, Cal, Erratic Moody, Lamebrain, Loner Lunar, Nearcrush, Olegun Gobs, Rasukma, Ray Viera Laxmana, Rub of Rub, Sheeka, Saturday Night Karaoke, Suarloca, The Couch Club, The Panturas, dan The Sugar Spun.

Kami tahu, mereka sudah melakukan yang terbaik dalam album ini. Cukup aneh rasanya jika mereka tidak berusaha maksimal dalam memberi hormat kepada band yang sudah berumur 29 tahun. Namun, tidak semua nomor dalam daftar tersebut mampu mencuri perhatian kami. Beberapa lagu ada yang terasa biasa saja, terdengar belum utuh, berlebihan, bahkan seperti kehilangan arah.

Kami tidak akan menyebutkan secara jelas nama mana saja yang terbilang seperti deskripsi di atas. Biarkan, pendengar yang menilainya sendiri. Karena di paragraf selanjutnya, kami hanya memberi nama-nama yang berhasil memanjakan telinga kami. 

Pertama, Bleach yang membawakan lagu Coklat. Tak disangka, unit hardcore ini menggubah Coklat jadi lebih rock. Energi Nirvana terasa begitu kuat memberi nyawa di sepanjang lagu. Apalagi pada bagian interlude, sound gitar yang dihasilkan sangat mengingatkan kami kepada intro lagu Come As You Are. Dengan ganasnya raungan gitar dan vokal yang catchy, menjadikan Coklat sebagai lagu yang mudah melekat pada memori kami.

Kedua, ada Lamebrain dengan Pathetic Waltz. Membawakannya dengan naluri Sigur Ros jadi pilihan tepat karena sangat mewakili lirik lagunya. Berbagai elemen yang dihadirkan juga sangat memuaskan. Di antaranya yaitu nuansa gerimis yang terasa damai, petikan-petikan gitar elektriknya yang satisfying, permainan harmonika yang ciamik, dan vokal yang dituturkan secara lirih. Semua unsur itu menghiasi sepanjang lagu dengan menawan.

Ketiga, Near Crush lewat Langit Terbuka Luas, Mengapa Tidak Pikiranku, Pikiranmu?. Banyak yang menggunakan unsur distorsi gitar dalam album ini. Namun, Near Crush menjadi salah satu yang terbaik di antara yang lain. Permainan drum yang memikat dan dinamis, membuat lagu ini tidak membosankan. Liriknya juga disampaikan dengan menambahkan vokal wanita yang dieksekusi oleh Clara Friska.

Keempat, Olegun Gobs yang memainkan lagu Nyala. Tidak banyak struktur yang diubah dalam lagu ini. Namun, karena karakter mereka begitu kuat dengan musik ska serta brass section-nya, alhasil membuat lagu berdurasi tiga menit ini terasa berbeda dari yang lainnya pada album ini.

Kelima, ada Rasukma denan Elora. Sungguh hebat, karena duo folk ini mampu memikat melalui kesederhanaannya. Melodi gitar yang terasa seperti alunan musik keroncong pun sangat candu untuk didengar. Belum lagi, harmonisasi vokalnya yang tersusun rapi terasa sangat elok. Tak cukup di situ saja, lagu ini pun ditutup dengan sangat baik dan mengejutkan.

Bagian lirik ‘Lihat ke atas, Sinar yang terang’ yang dinyanyikan secara berulang serta dukungan musiknya yang menggugah, seolah mengantarkan kami terbang perlahan-lahan. Semakin menuju bagian akhir, musiknya kian memudar, serasa meninggalkan kami begitu saja setelah sudah terlampau jauh di negeri awan.

Keenam, muncul nama Rub of Rub dengan lagu Awan. Dari sekian banyak nomor, lagu ini jadi favorit kami. Reggae 'mendem' dengan ciri khas bass groovy-nya, membuat kami berdendang dalam irama gelombang kantuk pada malam hari. Sekadar saran, cobalah kalian dengarkan lagu ini menggunakan headset. Dengan begitu, kalian akan turut merasakan sensasi belaian lembut gitar yang mengitari rongga-rongga kepala kalian.

Ketujuh atau yang terakhir, Sheeka dengan Gala. Saat pertama kali mendengar, terus terang kami tak ingin memasukkannya ke dalam daftar ini. Namun, ternyata saat itu mood dan cuaca sangat menentukan taji dari lagu ini.

Setelah mendengarkan kembali lagu ini di sepanjang jalan Jakarta pada malam hari, kenikmatannya baru bertumbuh. Kami merasakan nuansa yang begitu kental seperti Ermy Kulit dengan Juwita Malam-nya atau Chrisye pada era album Metropolitan. Suasana city pop Indonesia era 80-an di lagu ini seolah membawa kami ke Jakarta pada masa lampau.

Itulah daftar lagu-lagu terbaik yang menghampiri album tribute ini. Tentunya, susunan di atas tidaklah absolut, melainkan selera kami yang berbicara.

Semoga dengan adanya album ini, generasi pendengar musik hari ini turut menggemari Pure Saturday. Harapan tersebut tentunya bisa menjadi bagian dari hasil kerja keras mereka selama berpuluh tahun mengarungi derasnya ombak industri musik Indonesia.