Memori Gedung Kunstkring sebagai Istana Seni di Zaman Hindia-Belanda
Gedung Kunstkring (Detha Arya Tifada/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Menteng merupakan permukiman elite di Jakarta yang terkenal nyaman dan unik. Narasi tersebut tak lain karena masterplan Menteng sebagai pemukiman dibuat langsung oleh seorang arsitek hebat pada zamannya, Pieter Adriaan Jacobus (PAJ) Moojen. Dia juga menjadi otak dari lahirnya sebuah bangunan populer di Menteng bernama Bataviasche Kunstkring.

Itulah mengapa Menteng tampak istimewa dari pemukiman-pemukiman lainnya di Ibu Kota hingga hari ini. Sebab, PAJ Moojen yang juga seorang seniman memberlakukan Menteng layaknya sebuah mahakarya yang tak melulu sebagai tempat tinggal. Selain itu, PAJ Moojen pun mengarsiteki dua buah bangunan yang sama-sama megahnya.

Pertama, Gedung Bouwploeg --Masjid Cut Muthia-- yang merupakan bangunan pertama di Menteng yang selesai dibangun pada 1912. Kedua, Gedung Bataviasche Kunstkring yang merupakan salah satu galeri seni terpandang di Hindia Belanda (Indonesia) pada 1914.

Keduanya menarik. Namun, mengingat PAJ Moojen yang berdarah seniman, maka dari Gedung Kunstkring yang paling menarik minat orang-orang dalam mengenal Menteng. Apalagi, Kunstkring yang diambil dari bahasa Belanda berarti lingkaran seni, merupakan bangunan pertama di Hindia-Belanda dengan kontruksi beton bertulang.

Tak heran, puja-puji akan gedung ini kemudian berdatangan satu demi satu. Lantas, warga Batavia golongan atas menjadikan gedung ini sebagai tujuan rekreasi yang bersifat elitis. Bahkan, berkunjung ke sana menjadi sebuah gengsi bagi mereka.

Sampai-sampai hal yang sama juga dirasakan oleh mahaguru arsitektur kenamaan Belanda, H.P. Belige yang berkunjung pada 1923. Baginya, Kunstkring merupakan gedung awal arsitektur modern di Indonesia. Semua itu karena Kunstkring dirancang dengan arsitektur unik beraroma Art Neuveau dengan lingkungan luas, terbuka, dan rindang.

Adolf Heuken dalam buku Menteng: Kota Taman pertama di Indonesia (2001), tak lupa turut memuji Kunstkring sebagai gedung dengan rasionalisme dalam arsitektur awal abad ke-20. Atas dasar itu, seluruhnya pembangunan telah memakai aturan yang dipertimbangkan masak-masak oleh Moojen.

“Rasionalisme menekankan unsur-unsur konstruktif seperti dinding dan tiang yang menopang penyusunan batu-batu, dengan teliti dan rapi untuk menciptakan keindahan,” tulisnya.

Adolf Heuken juga mengungkap Moojen sebagai arsitek yang mampu menciptakan keindahan dengan elemen-elemen yang fungsional. “Muka gedung Kunstkring khas dengan dua menaranya dan tiga pintu masuk masuk yang diapit jendela yang tampak mirip. Lima balkon di atasnya yang ber-balustrade sama merupakan unsur horizontal yang menyatu seluruh tampak muka.”

Tak heran, Moojen telah menghasilkan suatu bentuk bangunan sederhana namun tampil dengan apik dan asri. Terutama, bagian kedua menara yang beratap kubah kecil seakan-akan menyambut para pengunjung yang masuk kawasan menteng maupun gedung pameran seni ini sendiri.

Untuk itu, gedung ini menjadi suatu landmark yang menjadi utama dari Menteng. Alhasil, daya tarik dari gedung Kunstkring hingga hari ini makin menggelora. Kunstring pernah menjelma pula menjadi Kantor Imigrasi, Buddha Bar, Bistro Boulevard, dan teranyar Restoran Tugu Kunstkring Paleis.

Kunstkring sebagai galeri seni

Setelah gedung selesai di bangun, Kunstkring yang didaulat sebagai galeri kenamaan di Batavia kemudian diresmikan langsung oleh Gubernur Hindia-Belanda Alexander Willem Frederik Idenburg (1909-1916) pada 1914. Sebagaimana yang ditulis oleh Sapto Pradityo di Majalah Tempo Menghidupkan Kembali Puing Kunstkring (2007), Kunstkring mendapat predikat sebagai galeri terpandang pada dekade 1920-1930-an.

Oleh sebab itu, seniman kenamaan Hindia-Belanda berlomba untuk dapat memamerkan dan menggelar pameran di Kunstkring. Kelak, siapapun yang berhasil memamerkan karyanya, niscaya mereka akan terangkat secara gengsi maupun ekonomi karena dapat melakukan pameran di gedung yang berada di pangkal jalan Van Heutz Boulevard --sekarang jalan Teuku Umar.

Sebagai gedung kesinian, Kunstkring memiliki lokasi yang strategis karena diapit tiga jalan sekaligus (Teuku Umar, Cut Meuthia, dan Cut Nyak Dhien). Selebihnya, Kunstkring tak cuma menjual keelokan bangunan dan pameran karya seni, halaman depan Kunstkring memiliki daya tarik tersendiri karena di tempat itulah orkes untuk mengiringi sebuah pegelaran diselenggaran. Jadi, mereka yang kebetulan melawati tiga jalan langsung teralihkan perhatiannya ke arah Kunstkring.

Masa jaya Kunstkring

Dalam masa jayanya, pada sore atau malam hari, Kunstkring dijadikan ajang kongko para pelukis Eropa yang tergabung dalam Nederlandsch-Indie Kunstkring. Beberapa di antaranya pelukis realis kelahiran Swiss Theo Meier (1908-1982) dan pelukis realis asal Belanda, Dian Ernest Dezentje (1884-1972) yang banyak menulis pemandangan daerah-daerah Indonesia.

"Apa saja acara kesenian yang terselenggara di Bataviasche Kunstkring? Tidak terhitung. Selain berbagai pergelaran opera dan musik simfoni dari Eropa, yang paling dikenang publik adalah pameran lukisan karya maestro dunia semacam Pablo Picasso, Kees van Dongen, Van Gogh, Soutin, Marc Chagall, Campigli dan Jan Sluijter pada April 1937,” ungkap Agus Dermawan T dalam buku Bukit-Bukit Perhatian (2004).

Tak jarang, pameran-pameran yang diselenggarakan mengundang perhatian besar pecinta seni seluruh Hindia-Belanda. Sayangnya, pada masa pendudukan Jepang (1942-1945) gedung tersebut kurang dipelihara. Selepas Indonesia merdeka, gedung ini mulai beralih fungsi. Beberapa di antaranya pernah menjadi kantor Majelis Islam A’ala Indonesia, kantor Jawatan Imigrasi, hingga jatuh kepada swasta pada 1999.

Kiranya, upaya demi upaya mengembalikan ruh bekas gedung kesenian kesohor pada zamannya, semakin gencar dilakukan pemerintah DKI Jakarta yang telah membeli bangunan tersebut pada 2003. Namun, perkara memugarkan bangunan sama sulitnya dengan memugarkan candi, alias dalam eksekusinya tak boleh sembarangan.

Meskipun hasil pemugaran tak sebagus Bataviasche Kunstkring, kini gedung tersebut telah menjelma menjadi restoran Kunstkring Paleis. Sebuah istana kuliner berselimut seni yang menghadirkan sensasi jamuan populer ala Hindia-Belanda, rijsttafel.

Bahkan, karena keunikan bangunan dan fasilitas yang dihadirkan, Kunstkring lagi-lagi merebut perhatian dunia. Nangkringnya Kunstkring Palais sebagai salah satu restoran terbaik di Jakarta versi buku saku Lonely Planet (2017), yang sekaligus menjadi bukti bahwa eksistensi karya Moojen masih menggema.