JAKARTA - Kemerdekaan Palestina tidak hanya diperjuangkan oleh satu golongan atau umat Muslim saja. Nyatanya banyak pihak yang turut berperan dalam proses kemerdekaan Palestina, baik itu lintas agama dan ideologi.
Termasuk orang-orang beraliran sosialis yang tergabung dalam Front Rakyat Pembebasan Palestina, PFLP. Sebuah partai yang didirikan oleh seorang Kristiani, George Habash. Bagaimana sejarah perjuangannya?
Dikutip The Guardian, Habash membentuk PFLP, partai berhalusan Marxis-Leninnis pada 1967. Ia adalah salah satu orang yang memelopori perjuangan bersenjata untuk membebaskan Palestina dari jajahan Israel.
Partai ini sempat mengalami perubahan sikap. Pada tahun 2000 misalnya, mereka sempat mendukung solusi dua negara (Palestina-Israel) dengan catatan Yerusalem sebagai ibu kota Palestina. Namun pada 2010, mereka kembali ke posisi semula yakni menyerukan solusi satu negara dan menolak berdamai dengan Israel.
Karena konsisten terhadap nilai yang ia yakini dari awal, Habash mendapat julukan "Al Hakim" yang artinya orang bijak. Pendapatnya teguh soal Palestina, bahwa negara ini kelak dapat berdiri di atas kaki sendiri.
Pasalnya, tak sedikit orang-orang yang beraliran sejenis menjadi oportunis dan menodai gerakan tersebut. Habash teguh pada pendiriannya yang memperjuangkan pemulihan hak-hak penuh seluruh warga Palestina pada 1948, bukan hanya wilayah yang ditaklukkan Israel pada 1967.
Kontroversi
Seperti namanya, PFLP terutama berkaitan dengan pembebasan Palestina. Karena politik Marxisnya, membuat mereka berteman dengan berbagai kelompok militan dari seluruh dunia selama bertahun-tahun. Salah satunya adalah organisasi sayap kiri Jerman Baader Meinhof.
Kelompok ini juga memiliki hubungan dengan organisasi militan komunis Tentara Merah Jepang. Mereka pernah bekerjasama membuat serangkaian serangan bersenjata.
Bahkan yang membuat nama PFLP berkibar tak lain adalah karena gerakan bersenjata dan politik bawah tanah mereka pada akhir 1960-an hingga 1970-an. Salah satu aksinya yang paling terkenal adalah pembajakan pesawat yang dilakukan oleh salah satu kadernya Leila Khaled.
Khaled tercatat terlibat dalam dua operasi pembajakan pesawat: pembajakan pesawat Trans World Airlines pada Agustus 1969 dan pesawat El Ai milik Israel pada 1970. Aksi pembajakan pesawat, seperti diakui Khaled, bertujuan untuk memperlihatkan eksistensi Palestina kepada dunia serta membebaskan seluruh tahanan politik Palestina di penjara Israel.
Menurut The World, PFLP secara teratur menyerang target sipil di dalam dan di luar Israel. Dalam salah satu serangan terburuk mereka yang bekerja sama dengan gerilyawan Tentara Merah Jepang, mereka membunuh dua lusin penumpang di bandara internasional Israel di Lod pada tahun 1972.
Selain itu mereka juga turut melakukan serangan lebih lanjut di Munich, Brussels dan Yunani. Sejak saat itu AS, Uni Eropa dan Kanada mendeklarasikan PFLP sebagai organisasi teroris.
Melemahnya Uni Soviet pada 1980-an membuat PFLP kehilangan pendukung terkuatnya. Munculnya kelompok-kelompok Islam seperti Hamas, serta kepemimpinan yang dianggap tua dan tidak tersentuh, menambah surutnya dukungan terhadap partai.
Banyak pemimpin PFLP yang dikurung atau dibunuh oleh Israel. Salah satu yang terbunuh adalah Abu Ali Mustafa, yang menggantikan Habash sebagai pemimpin pada tahun 2000. Sebagai balasan, PFLP menembak dan membunuh Menteri Pariwisata Israel Rehavam Zeevi.
Namun perjuangan mereka tak pernah berhenti. Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok itu terus terlibat dalam perlawanan bersenjata, menembakkan roket dari Gaza dan menyerang pasukan Israel yang berpatroli di perbatasan.