Bagikan:

JAKARTA - Masyarakat Indonesia boleh bangga atas diputarnya film seri boneka Si Unyil di bioskop Kino Luna, Warsawa, Polandia, kemarin, Rabu, 12 Desember. Namun di balik kesuksesan film Si Unyil ada kisah pilu dari sang pembuat film, Suryadi alias Pak Raden.

Film yang menceritakan tentang seorang anak Sekolah Dasar bernama Unyil bersama teman-temannya Ucrit dan Usro ini, pertama kali tayang di TVRI sejak 5 April 1981. Tontonan ini mengisi masa kanak-kanak Indonesia sampai tahun 1993, setiap hari Minggu pagi. 

Cerita di dalam kisah Si Unyil sangat sederhana dan diangkat dari kegiatan sehari-hari masyarakat Indonesia. Hal ini membuat Si Unyil dekat dengan masyarakat.

Walaupun sempat terhenti sampai memasuki tahun 2000 an, Si Unyil kemudian tayang kembali di salah satu stasiun TV swasta pada 2002-2003 dan saat diadaptasi menjadi Laptop Si Unyil.

Pak Raden kehilangan hak cipta

Setelah Si Unyil meraih kesuksesan, polemik muncul. Pak Raden seolah kehilangan "anaknya". Ia kehilangan hak cipta sebagai pembuat boneka Si Unyil. 

Pasca Si Unyil mengudara, sampai 2012 menurut pemberitaan tempo.co, Pak Raden belum menikmati sepeser pun royalti tokoh boneka itu. Ia pun harus berjuang demi mendapatkan hak cipta atas karya yang ia ciptakan itu. 

Pak Raden sampai harus 'mengamen' di rumahnya di Jakarta untuk memperjuangkan hidupnya dan hak cipta Si Unyil.

Pak Raden (Foto: wikimedia.org File: Pak Raden Drs. Suyadi)

Koordinator teman-teman muda Pak Raden, Arief Maulana, dikutip republika.co.id, mengatakan, acara ini untuk mengetuk hati masyarakat Indonesia terhadap kehidupan Pak Raden dan meminta dukungan memperjuangkan hak cipta Si Unyil kembali kepada Pak Raden. 

Selain menyanyi, Pak Raden juga menjual aksesori seperti kaos dengan harga yang diserahkan sepenuhnya kepada penonton yang datang serta buku-buku yang dibuatnya seharga Rp125 ribu untuk empat seri. 

Jadi begini kronologinya. Si Unyil pertama kali diproduksi oleh Produksi Film Negara (PFN) tahun 1979. Si Unyil merupakan ide dari Direktur PFN saat itu, G. Dwipayana. 

Untuk membuat film itu, Dwipayana menggandeng Pak Raden dan Kurnain Suhadirman. Pak Raden menggarap boneka, sementara Kurnain menulis naskah Si Unyil. Saat itu, status Pak Raden dan Kurnain bukan pegawai PFN. 

Perjanjian antara Pak Raden dengan PFN itu diteken pada 1995. Isinya, menyerahkan kepada PFN untuk mengurus hak cipta atas boneka Unyil. Perjanjian itu berlaku selama lima tahun sejak ditandatangani.

Menurut Pak Raden, beberapa hari kemudian, perjanjian serupa muncul dengan tanggal yang sama: 14 Desember 1995, tapi tidak mencantumkan masa berlakunya. 

Tiga tahun kemudian, Pak Raden menandatangani surat penyerahan hak cipta atas 11 lukisan boneka, termasuk si Unyil, Pak Raden, Pak Ogah, dan lain-lain. Pada 15 Januari 1999, PFN mendapat surat penerimaan permohonan pendaftaran hak cipta dari Direktorat Jenderal Hak Cipta Paten dan Merek Departemen Kehakiman atas 11 tokoh itu. Namun, hingga saat ini, Raden belum menerima sepeser pun dari hak cipta boneka yang diciptakannya.

Setelah berjuang selama dua tahun akhirnya Pak Raden bisa bernafas lega. Pada 15 April 2014, ia melakukan kesepakatan dengan PFN. 

Masih dilansir tempo.co, menurut kuasa hukum Pak Raden, Dwiyanto Prihartono, Pak Raden memberikan kepercayaan PFN untuk mengelola ekonomi karakter serial Si Unyil selama sepuluh tahun. Selain itu, Si Unyil juga diberlakukan kontrak progresif, artinya karakter Unyil tidak hanya disebut sebagai boneka, tapi juga meliputi lukisan kartun tiga dimensi, boneka, dan mini operet.