JAKARTA – Memori hari ini, 23 tahun yang lalu, 23 November 2017, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto menyarankan menteri-menteri Kabinet Kerja Joko Widodo (Jokowi) untuk naik KRL kala ke Istana Bogor. Saran itu diungkap Bima Arya karena kesediaan area parkir yang terbatas dan bikin macet.
Sebelumnya, keputusan Jokowi jadikan Istana Bogor sebagai kediaman memunculkan masalah baru. Ragam agenda kepresidenan dari rapat atau menerima tamu undangan buat jalanan bogor jadi macet. Parkiran tak bisa menampung semua yang datang.
Tiap pemimpin Indonesia punya kediaman favoritnya masing-masing kala menjabat. Presiden Soeharto lebih memilih tinggal di kediamannya sendiri di Jalan Cendana. Beda hal dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang lebih suka tinggal di Istana Negara.
Opsi itu paling masuk akal karena jika pulang pergi ke Cikeas waktu tempuh akan cukup lama. Pemerintahannya takkan efektif. Pada era Presiden Jokowi beda lagi. Jokowi lebih senang berada di Istana Bogor.
Ia menganggap Istana Bogor paling nyaman untuk berkantor. Keputusan itu nyatanya memunculkan masalah baru. Agenda-agenda kenegaraan banyak muncul di Istana Bogor. Kondisi itu membuat kemacetan di mana-mana.
Belum lagi urusan parkir yang bikin pusing. Waktu tempuh jadi molor dari biasanya. Masalah itu muncul karena tiap menteri dan jajarannya datang ke Istana Bogor lengkah dengan mobil dinas beserta patwalnya.
Namun, bukan berarti semua tokoh bangsa hanya mengadalkan kendaraan dinas belaka ke Bogor. Beberapa di antara tampil bijak dengan memanfaatkan akses KRL.
Buya Syafi’i Maarif, misalnya. Tokoh Muhammadiyah itu pernah menghadiri acara di Istana Bogor karena ia bagian dari tim pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila. Kesederhanaan itu membuat kagum banyak pihak. Masalah lainnya, ia tak ikut bermacet-macetan di jalanan. Jakarta-Bogor hanya ditempuhnya selama satu jam saja.
BACA JUGA:
"Pagi ini selepas subuh tadi, orang tua yang sudah menginjak usia 82 tahun dua bulan ini bergegas berangkat meninggalkan penginapannya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan menuju stasiun KRL Tebet. Dengan tujuan ke Bogor beliau bermaksud menghadiri Peluncuran Program Penguatan Pendidikan Pancasila yang diinisiasi oleh lembaga baru Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila'," tulis Direktur Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz dalam akun Facebooknya pada 12 Agustus 2017 dikutip laman detik.com.
Masalah muncul. Tak banyak sosok yang dengan kesadarannya memilih ke Bogor dengan transportasi umum KRL. Menteri-menteri tetap dengan gayanya menggunakan mobil dinas lengkap dengan patwal.
Belakangan Wali Kota Bogor, Bima Arya ikut menanggapinya pada 23 November 2017. Ia menyarankan kepada menteri-menteri kabinet kerja supaya menggunakan KRL saja kala beraktivitas di Bogor. Opsi itu diberikan karena pengalaman yang sudah-sudah Bogor jadi macet dan tamu Presiden Jokowi kebingungan urusan parkir.
"Tapi gini ya, parkir sampai kapan pun tidak akan menampung semua. Yang paling penting itu kan menata transportasi publik, baik untuk warga maupun untuk pejabat. Kalau pejabat negara mau naik kereta, bagus sekali.”
“Bayangkan ada berapa menteri di kabinet, setiap menteri misalkan ada 3 mobil dalam satu rangkaian. Bayangkan ada berapa ratus mobil masuk ke Bogor kalau mau rapat. Tapi kalau mereka gunakan gerbong khusus, misalkan mereka didrop di (Stasiun) Gambir, terus naik kereta api, sampai sini disiapkan shelter. Praktis kan," kata Bima Arya di Balai Kota Bogor dikutip laman detik.com, 23 November 2017.