Bagikan:

JAKARTA - Kiprah Joko Widodo (Jokowi) kerap menarik untuk diikuti. Mantan Wali Kota Solo itu telah menjelma jadi media darling. Tindak-tanduknya kerap diwartakan media massa. Aksi blusukannya, apalagi. Kondisi itu membuat popularitas Jokowi meninggi.

Jokowi kemudian dicalonkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengikuti kontestasi politik Pilgub DKI Jakarta 2012. Jokowi dipasangkan dengan kader Partai Gerindra, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Keduanya punya gimik populer: baju kotak-kotak.

Tiada kontestasi Pilkada lebih besar dibanding dengan Pilgub DKI Jakarta. Pesona memimpin Jakarta mampu mengundang siapa saja untuk jadi kepala daerah. Kondisi itu karena kepemimpinan seseorang di Jakarta dapat menentukan nasib seorang politikus di masa depan: bisa jadi tokoh politik populer.

Popularitasnya dapat meningkat tajam. Ambil contoh dalam Pilgub DKI Jakarta pada 2012. Ragam partai politik mulai total meramu kandidat cagub-cawagubnya.

Koalisi gemuk partai pun terjadi (Demokrat, PAN dan partai lainnya) mendukung Fauzi Bowo- Nachrowi Ramli (Foke-Nara). Namun, PDIP dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ogah bergabung. Mereka memilih untuk menggodok kandidatnya sendiri. Dua partai besar itu bergabung.

Baju kotak-kotak ala Jokowi-Ahok diproduksi UMKM karena membawa untung besar. (Wikimedia Commons)

PDIP lalu mendorong kadernya Jokowi sebagai cagub. Gerindra pun tak ketinggalan mengirim kadernya Ahok untuk mendampingi Jokowi sebagai Cawagub. Duet Jokowi-Ahok pun tersaji. Keduanya jelas bukan sembarangan politisi.

Jokowi adalah mantan Wali Kota Solo dua periode. Ahok pun tak mau kalah. Ia mantan Bupati Belitung Timur. Masing-masing di antaranya punya prestasi tersendiri. Suatu prestasi yang membuat kedua partai yakin bahwa pasangan Jokowi-Ahok mampu mendatangkan kemenangan.

Jokowi-Ahok dianggap unggul urusan soal integritas dan tokoh antikorupsi. Kondisi itu membuat dukungan muncul dari sana-sini. Mesin partai pun mulai mengemas citra kedua pasangan. Janji-janji politik ikut disiapkan untuk merebut hati warga Jakarta.

“Jokowi dan Basuki barangkali memunculkan harapan bagi penduduk Jakarta: mereka akan memimpin Ibu Kota dengan lebih manusiawi. Ketika memimpin Kota Solo, Jokowi dikenal sangat humanis. Ia, misalnya, meminta Satuan Polisi Pamong Praja ‘mengandangkan’ pentungan dan pistol mereka.”

“Jokowi juga mampu memindahkan kawasan pedagang pasar tanpa gejolak. Ketika menjadi Bupati Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung, Basuki juga cukup membumi,” tertulis dalam laman majalah Tempo berjudul Gubernur Baru Jakarta Lama (2012).

Baju Kotak-Kotak

Jokowi-Ahok berhasil mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai cagub dan cawagub yang akan bersaing dalam Pilgub DKI Jakarta 2012. Namun, penampilan Jokowi-Ahok menarik perhatian. Keduanya mengenakan baju kemeja kotak-kotak.

Kemeja kotak-kotak itu lantas jadi busana ikonik. Jokowi-Ahok menganggap banyak warna yang mendominasi baju kotak-kotak sebagai petanda Jakarta yang beragam. Jakarta dalam gambaran keduanya dipandang sebagai kota multi etnis, tapi mampu hidup berdampingan dengan damai.

Baju kotak-kotak juga jadi simbol suatu semangat keserderhanaan dari calon pemimpin. Artinya, Jokowi-Ahok takkan jadi politikus yang mementingkan hidup, sementara rakyat dikorbankan. Keduanya mampu mengabdikan diri sebesar-besarnya untuk kesejahteraan warga Jakarta.

Gimik politik dari Jokowi-Ahok dengan baju kotak-kotak pun bertaji. Banyak orang secara individu mulai menyatakan dukungan kepada Jokowi dan Ahok. Mereka pun mencari baju kotak-kotak yang digunakan kedua calon pemimpin itu ke mana-mana.

Tim relawan Jokowi-Ahok tak tinggal diam. Mereka menggunakan kesempatan itu dengan cara mencetak banyak baju kotak-kotak dan menjualnya untuk pendanaan kampanye Jokowi-Ahok. Langkah itu diambil karena anggaran kampanye Jokowi-Ahok yang tak sebanyak Foke-Nara.

Pada akhirnya, gimik politik itu membawakan hasil yang signifikan. Tiap Jokowi-Ahok kampanye pendukungnya mendominasi dengan baju kotak-kotak. Nyatanya pengguna baju kotak-kotak yang banyak berbanding lurus dengan suara Jokowi yang besar dalam kontestasi politik.

Jokowi-Ahok mampu menang dalam Pilgub DKI Jakarta 2012. Jokowi-Ahok lalu menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru. Kemenangan itu membuat baju kotak-kotak sebagai gimik politik yang paling berhasil di era kekinian. Gimik politik itu mampu membuat UMKM maju.

Bahkan, Jokowi sendiri sampai kesulitan meramu gimik lainnya kala ia melaju ke kontestasi politik tingkat tinggi Pilpres 2014. Imej baju kotak-kotak masih melekat di Jokowi. Alhasil, Jokowi yang kala itu berpasangan dengan Jusuf Kalla (JK) masih mengenakan baju kotak-kotak sebagai gimik dalam pilpres 2014 hingga ia menang.

“Baju yang dibanderol dengan harga Rp65 ribu hingga 90 ribu per potong itu laku keras. Per hari pemilik Toko Ramly Style itu bisa menjual satu lusin kemeja Jokowi. Pelaku UMKM pun bahkan terus memproduksi kemeja kotak-kotak setiap harinya karena banyaknya permintaan. Sementara itu, di Thamrin City, baju Jokowi dipajang dengan tulisan: Jokowi.”

“Penjaga Toko Feski di Thamrin City, Jack, menyebutkan bahwa para pedagang yang memesan kemeja Jokowi kepada produsen. Baju itu dibanderol seharga Rp100 ribu per potong. Yang membuat orang tertarik dengan kemeja Jokowi adalah motif dan warnanya. Banyak peminat yang datang menjelang pilkada. Tak jarang orang membeli kemeja dalam jumlah banyak sebagai bentuk dukungan kepada Jokowi,” ungkap Bimo Nugroho dan Ajianto Dwi Nugroho dalam buku Jokowi: Politik Tanpa Pencitraan (2012).