Sejarah Rindu Alam, Resto Legendaris di Puncak
Rindu Alam (Instagram/@toekangkulineran)

Bagikan:

JAKARTA - Rasa senang dan bahagia menyelimuti naturalis Alfred Russel Wallace ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bogor (Buitenzorg). Seperti yang ditulis dalam bukunya yang berjudul The Malay Archipelago (1869): Bagi orang yang telah lama tinggal di daerah yang lebih panas, Buitenzorg menjadi daerah yang nyaman, udaranya selalu segar dan menyenangkan.

Benar saja, hal itu masih diamini sampai hari ini. Apalagi saat kunjungan diarahkan ke daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat. Tempat tersebut sudah tentu membuat mereka yang berkunjung akan mendapatkan suasana nyaman dalam menikmati udara segar sekaligus menyenangkan.

Namun, Puncak tak melulu menawarkan hal itu. Sebab, bagi beberapa orang, berjalan ke Puncak senantiasa mampu memutar waktu untuk bernostalgia akan banyak hal, salah satunya kerindu mengunjungi restoran legendaris Rindu Alam.

Hal yang pasti, bukan tanpa alasan Rindu Alam menjadi top of mind masyarakat ketika ke Puncak. Selain restoran ini sebagai tempat makan tertua di puncak yang dibangun pada tahun 1980. Tawaran rasa dari masakan yang sajikan setara bintang lima serta suasananya yang sejuk dan nyaman, menjadikan restoran ini selalu melekat di hati para pelancong.

Restoran Rindu Alam (Instagram/@toekangkulineran)

Tak terkecuali bagi Rizky Saragih (29) yang sehari-hari bekerja sebagai pegawai swasta di Jakarta. Rizky sekeluarga sering kali memanfaatkan libur akhir pekan dengan berkunjung bersama keluarga ke Puncak. Dari banyaknya lokasi yang biasa disinggahinya di Puncak, paling sering adalah kunjungan ke restoran Rindu Alam.

Baginya restoran ini memiliki daya magis yang mampu mengundang siapa saja untuk datang kembali. Apalagi imej Puncak yang selalu macet pada akhir pekan, maka paripurnalah Rindu Alam, sebagai tepat pemberhentian saat datang dan pulang dari Puncak.

“Bagaimana tidak melekat, banyak alasan kuat restoran Rindu Alam sungguh menjadi top of mind saya ketika menyebut daerah Puncak. Mulai dari meeting atau ending point ketika touring, sampai mengisi perut yang lapar setelah lelah berkendara di daerah Puncak yang biasanya ramai dan macet,” katanya, dihubungi Rabu, 26, Februari.

Tak hanya itu. Ia pun menambahkan, “selain itu juga nama restoran Rindu Alam sungguh sangat membumi. Secara brand, nama restoran ini sudah sangat komplit untuk memenuhi hasrat penikmat kuliner para pelancong daerah puncak, walaupun tak bisa dipungkiri secara harga agak lebih tinggi dibanding restoran lainnya didaerah serupa.”

Karena sering kali berkunjung, Rizky sampai-sampai memiliki menu favorit di restoran ini, yaitu nasi timbel hingga ayam goreng beserta sambal cobek. Bahkan, ia masih mengingat sensasi kala membuka nasi yang dibungkus daun pisang, “benar-benar kepulan asapnya membuat nafsu makan menjadi meningkat,” tambahnya.

Uniknya, memori tak hanya berada di dalam restoran. Bagian luar, tepatnya di parkiran, memori indah kunjungan masih terpatri jelas di ingatan Rizky. “Tidak dipungkiri, jajanan lokal khas daerah Puncak yang dijajahkan oleh pedangan di area parkir mobil menambah value tersendiri. Jajanan khas dari moci, gemblong, sampai mainan layangan ukuran besar menjadi sajian yang membuat mereka yang memiliki anak pas merengek untuk sejenak membeli.”

Hal yang sama diungkap pula oleh Rizki Rakhmat Abdullah. Ia yang bekerja sebagai Content Creator di Ibu Kota mengungkap, “kalau ke Puncak selalu mampir di sana (Rindu Alam). Dan memang, selain parkirannya luas, pemandangannya juga asyik.”

Terkenal sedari dulu

Jika ditelusuri, sejak pertama kali beroperasi pada tahun 1980-an hingga awal 2000-an adalah masa di mana Rindu Alam sedang jaya-jayanya. Itu berkat masyarakat umum yang ingin berlibur ke Bandung, Jawa Barat, pasti melintasi kawasan Puncak dan singgah di restoran ini. Karenanya, Rindu Alam tak pernah sepi pengunjung, baik dari pengunjung lokal maupun mancanegara.

Sampai-sampai, beberapa di antara pengunjung banyak yang tidak kebagian kursi untuk mencicipi hidangan makanan di rumah makan milik mantan Panglima Kodam Siliwangi Lethen Ibrahim Adjie.  Alasannya, sederhana. Saat itu belum banyak restoran serupa yang menawarkan sensasi makan dengan suasana tenang di ketinggian 1.443 Mpdl, ditambah indahnya perkebunan teh.

Pemandangan sore dari Rindu Alam (Instagram/@toekangkulineran)

Sayangnya, karena makin menjamurnya tempat-tempat makan baru dengan harga bersaing di sepanjang jalur menuju Puncak, ditambah problema klasik seperti kemacetan, membuat Rindu Alam tak seramai dahulu. Walau begitu, tetap saja. Orang yang merindu dengan suasana makan di Rindu Alam tetap datang kembali.

Ada yang beralasan mengenang nostalgia masa lalu, ada yang datang dengan alasan menikmati nikmatnya menu makanan yang disajikan, serta ada pula yang khusus datang bersama keluarga untuk merasakan nyamannya suasana di Rindu Alam.

Apapun alasannya, yang jelas bukan cuma masyarakat biasa saja yang melakukan kunjungan. Sederet nama besar pesohor negeri, sampai mantan Presiden Indonesia keenam, Susilo Bambang Yodhoyono pernah berkunjung ke tempat ini.

Terpaksa di tutup

Sayangnya, Restoran Rindu Alam yang legendaris sejak sejak februari 2020 akan ditutup. Hal itu cukup menyayat hati bagi mereka yang memiliki memori indah di tempat tersebut. Penutupan tersebut beralasan karena kontrak aset antara pihak restoran dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah selesai.

Tambah beratnya lagi, di lokasi ini nantinya akan difungsikan sebagai kawasan hijau. Keputusan itu tentu beralasan. Apalagi, bangunan di Puncak sering disalahkan sebagai penyebab banjir. Namun, masih ada harapan Restoran Rindu Alam dapat beroperasi kembali.

Hal itu diungkap oleh Kepala Seksi Aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Yayat Sutarya. Ia mengatakan, masih ada kemungkinan restoran legendaris ini beroperasi kembali jika permohonan perpanjangan kontrak disetujui oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Karena sudah selesai sesuai perjanjian, kita tutup dulu. Kalau nanti permohonan (perpanjangan) disetujui, bisa beroperasi lagi," tutup Yayat dalam keterangannya kepada Merdeka.com.