Bagikan:

JAKARTA - Selain pohon Natal, perayaan Natal juga biasanya menghadirkan laki-laki berjanggut panjang dan berpakaian warna merah. Ya, dia adalah Sinterklas. 

Sinterklas dikenal suka memberikan hadiah untuk anak-anak. Namun hanya anak-anak baik yang akan dapat hadiah dari Sinterklas. 

Oleh sebab itu, terkadang cerita Sinterklas yang memberikan hadiah untuk anak baik menjadi inspirasi untuk orang tua yang memberi nasihat untuk anak-anaknya agar bersikap baik. 

Melansir History, Jumat 25 Desember, Sinterklas memiliki sejarah panjang dalam tradisi Natal. Ceritanya membentang jauh ke abad ke-3, ketika Saint Nicholas berjalan di bumi dan menjadi santo pelindung anak-anak. Saint Nicholas sangat dikagumi karena kesalehan dan kebaikannya. Ia terus menjadi subyek banyak legenda. 

Dikatakan bahwa Saint Nicholas memberikan semua kekayaan warisannya dan melakukan perjalanan ke pedesaan membantu orang miskin dan orang sakit. Salah satu cerita Saint Nicholas yang paling terkenal adalah saat dia menyelamatkan tiga saudara perempuan yang malang yang hendak dijual sebagai budak atau prostitusi oleh ayah mereka dengan memberi mereka mas kawin sehingga mereka dapat menikah.

Selama bertahun-tahun, popularitas Saint Nicholas menyebar dan dia dikenal sebagai pelindung anak-anak. Hari kematiannya diperingati setiap 6 Desember. Secara tradisional, hal ini dianggap sebagai hari keberuntungan untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar atau untuk menikah.

Pada zaman Renaisans, Saint Nicholas adalah orang suci paling populer di Eropa. Bahkan setelah Reformasi Protestan, ketika pemujaan para santo mulai menurun, Nicholas mempertahankan reputasi positif, khususnya di Belanda.

Saint Nicholas membuat terobosan pertamanya ke dalam budaya populer Amerika menjelang akhir abad ke-18. Pada Desember 1773 dan 1774, sebuah surat kabar di New York melaporkan bahwa sekelompok keluarga Belanda berkumpul untuk memperingati hari kematian Saint Nicholas.

Nama Sinterklas berevolusi dari nama panggilan Belanda-nya, Nick, menjadi Sinter Klaas. Sinter Klaas nerupakan singkatan dari Sint Nikolaas (bahasa Belanda untuk Saint Nicholas). Pada 1804, John Pintard, anggota dari New York Historical Society, membagikan potongan kayu Saint Nicholas pada pertemuan tahunan masyarakat. Latar belakang pahatan tersebut berisi gambar yang sekarang terkenal yaitu kaus kaki berisi mainan dan buah yang digantung di atas perapian. 

Pada 1809, Washington Irving membantu mempopulerkan cerita Sinter Klaas ketika dia menyebut Saint Nicholas sebagai santo pelindung New York dalam bukunya, The History of New York. Seiring ketenarannya tumbuh, Sinter Klaas dideskripsikan sebagai segala sesuatu mulai dari "bajingan" dengan topi tiga sudut biru, rompi merah, dan stoking kuning hingga seorang pria yang mengenakan topi bertepi lebar. 

Tidak Selalu Diterima

Meskipun tidak diragukan lagi dia adalah sosok orang baik, Sinterklas telah membangkitkan dan terus menciptakan beberapa kontroversi. Di Rusia, Sinterklas bertabrakan dengan Josef Stalin. Sebelum Revolusi Rusia, Kakek Frost adalah tokoh Natal yang disukai yang telah mengadopsi ciri-ciri Sinter Klaas di Belanda. 

"Ketika Uni Soviet terbentuk, komunis menghapuskan perayaan Natal dan pembawa hadiah," kata sejarawan Universitas Manitoba Gerry Bowler yang juga penulis Santa Claus: A Biography, dikutip dari National Geographic

"Pada 1930-an, ketika Stalin perlu membangun dukungan, dia mengizinkan kemunculan kembali Kakek Frost bukan sebagai pembawa hadiah Natal tetapi sebagai pembawa hadiah Tahun Baru," tambah Bowler. 

Upaya untuk menggantikan Natal di Rusia pada akhirnya tidak berhasil, begitu pula untuk menyebarkan versi sekuler Kakek Frost lengkap dengan mantel biru. 

"Ke mana pun mereka pergi setelah Perang Dunia II, Soviet mencoba menggantikan pembawa hadiah asli di tempat-tempat seperti Polandia atau Bulgaria," jelas Bowler. "Tetapi orang-orang lokal menahan diri sampai Uni Soviet runtuh pada 1989 dan kembali ke tradisi mereka sendiri."

Sinterklas tetap menjadi tokoh yang terpolitisasi di seluruh dunia. Pasukan Amerika menyebarkan versi mereka tentang pria periang di seluruh dunia pada tahun-tahun setelah Perang Dunia II. Sinterklas disambut sebagai simbol kemurahan hati Amerika dalam membangun kembali tanah yang dilanda perang.

Terkadang Sinterklas ditolak karena bukan berasal dari budaya lokal. "Di tempat-tempat seperti Republik Ceko, Belanda, Austria, dan Amerika Latin, mereka semua memiliki gerakan anti-Santa yang sangat kuat karena berusaha untuk melestarikan pembawa hadiah Natal dan adat istiadat mereka, dan melindungi mereka dari Santa dari Amerika Utara," tutup Bawler.