JAKARTA - Sejak pembagian wilayah Palestina diatur oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Resolusi 181, Israel tak pernah patuh. Bahkan sampai sekarang, Israel masih terus melakukan upaya pencaplokan wilayah atau aneksasi. Lantas bagaimana sejarahnya pembagian wilayahnya?
Pada 1939-1947 bangsa Yahudi sudah berhasil menguasai tanah Palestina seluas 270 hektar, dan sekitar 92 ribu bangsa tersebut telah berhijrah ke Palestina. Hal itu bisa terjadi berkat sokongan negara-negara adikuasa seperti Inggris dan Amerika Serikat khususnya setelah Konferensi Baltimore 1942. Sehingga pada 1940-1948 Yahudi berhasil membangun sekitar 73 pemukiman baru.
Persoalan Palestina lantas menjadi permasalahan internasional. Seperti dijelaskan Muhsin Muhammad Saleh dalam bukunya Palestina: Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi (2001) Pada 2 April 1947, PBB memasukkan kasus Palestina dalam agenda sidang. Dari sidang itu lahirlah komite investigasi internasional khusus masalah Palestina untuk menyelidiki kondisi di lapangan dan membuat laporan.
Beberapa bulan kemudian laporan berhasil dibuat. Adapun isi rekomendasi dari laporan tersebut yakni: pertama, penghentian pemerintahan protektorat Inggris di Palestina dan pembagian Palestina menjadi dua negara Arab dan Yahudi yang merdeka dengan Yerusalem - Betlehem menjadi kota internasional.
Pembagian dua wilayah tersebut diatur dalam Resolusi Nomor 181 yang dikeluarkan PBB pada hari ini 29 November 73 tahun lalu atau pada 1947. Keputusan pembagian ini diambil setelah melewati voting yang dilakukan oleh 56 negara anggota PBB.
Hasilnya, 33 negara mendukung, 13 negara menolak dan 10 negara abstain. Dengan disepakatinya Resolusi Pembagian Palestina ini maka secara otomatis mandat Inggris atas Palestina berakhir dan berdirilah negara Israel.
Resolusi tersebut bisa dibilang berat sebelah. Karena seperti dijelaskan Muhsin, rekomendasi pembagian tanah lebih banyak untuk Yahudi sebanyak 54 persen yang merepresentasikan 31,7 persen populasi dan hanya memiliki tanah sekitar 6,5 persen saja.
Perubahan batas wilayah
Setelah pemimpin Yahudi di Palestina mendeklarasikan berdirinya Israel pada 14 Mei 1948, perang dimulai. Singkatnya, pertempuran itu berakhir pada 1949 dengan serangkaian gencatan senjata dan menghasilkan batas-batas di sepanjang wilayah zona pertempuran antara Israel dengan negara-negara tetangga.
Seperti dikutip BBC, batas itu kemudian dikenal sebagai Jalur Gaza (diduduki Mesir) dan Yerusalem Timur dan Tepi Barat (diduduki oleh Yordania). Saat itu negara-negara Arab menolak untuk mengakui Israel, dan artinya perbatasannya belum disepakati.
Perubahan terbesar perbatasan wilayah Israel terjadi pada tahun 1967, ketika konflik yang dikenal dengan Perang Enam Hari membuat Israel menguasai wilayah Semenanjung Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur dan sebagian besar Dataran Tinggi Golan Suriah. Sejak saat itulah wilayah Israel berlipat ganda.
Israel secara efektif mencaplok Yerusalem Timur - mengklaim seluruh kota sebagai ibukotanya - dan Dataran Tinggi Golan. Langkah ini tidak diakui oleh komunitas internasional, sampai ketika Amerika Serikat di bawah pemerintahan Trump mengubah posisi resminya - menjadi negara besar dunia pertama yang melakukannya.
Terus dilanggar
Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun menyebut Israel tak pernah patuh terhadap Resolusi 181. Sikap itu kata Zuhair bukan hanya menyinggung Palestina, melainkan meremehkan komunitas internasional.
"Sampai saat ini Israel tidak patuh terhadap Resolusi 181. Ketidakpedulain Israel merupakan sikap meremehkan komunitas internasional, negara-negara yang mendukung resolusi tersebut," kata Zuhair dikutip Antara.
Perang perebutan wilayah di Palestina tak pernah usai sampai detik ini. Yang terbaru, Israel berusaha mencaplok wilayah Tepi barat.
Upaya aneksasi itu juga diprotes oleh delegasi PBB untuk Timur Tengah Nickolay Mladenov. Ia mengatakan rencana tersebut dapat "membunuh" perdamaian dan mengancam negara Palestina.
"PBB percaya pencaplokan itu bertentangan dengan hukum internasional," kata Mladenov dikutip Aljazeera. "Jika itu terjadi itu mungkin membunuh gagasan bahwa perdamaian dan kenegaraan bagi rakyat Palestina dapat dicapai melalui negosiasi," tambahnya.
Seperti diketahui, Tepi Barat yang diduki Israel pada 1967 adalah rumah bagi 2,7 juta warga Palestina dan 450 ribu pemukim Israel.