JAKARTA - Hari ini, dua tahun yang lalu, 18 Juni 2020, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kejengkelannya di depan sidang kabinet di Istana Negara. Ia marah karena menteri-menterinya dirasa tak memiliki sense of crisis . Padahal, kondisi negara sedang gawat-gawatnya dihajar habis-habisan oleh pandemi COVID-19.
Di lapangan, menteri-menteri Jokowi menanggapi Pandemi COVID-19 bak masalah biasa. Bidang kesehatan dan ekonomi jadi masalah yang paling disorot. Jokowi ingin pejabat negara berkerja dengan ekstra. Tidak biasa saja.
Pandemi COVID-19 membawa duka yang mendalam bagi segenap rakyat Indonesia. Virus dari Wuhan yang resmi masuk Indonesia pada Maret 2020, berdampak ke segala bidang. Semuanya terkena imbas. Perusahaan banyak yang merugi. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), apalagi.
Semua karena upaya memutus mata rantai COVID-19 belum maksimal. Bukan berarti pemerintah Indonesia tak berupaya. Pemerintah Indonesia telah banyak menelurkan langkah memutus mata rantai COVID-19. Dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga kampanye protokol kesehatan yang tiada henti-hentinya.
Namun, empunya kebijakan mengakui langkah itu tak efektif. Presiden Jokowi menyadarinya. Ia pun berang dengan menteri-menterinya yang menganggap urusan COVID-19 adalah masalah biasa. Padahal, daya rusak COVID-19 tak melulu ke kesehatan, tapi berpengaruh ke hajat hidup orang banyak.
Jokowi pun tak mampu menahan amarahnya. Momentum sidang kabinet 18 Juni 2020 di Istana Negara, dijadikan sebagai ajang untuk menyadarkan menterinya. Supaya mereka tetap berada dalam satu komando. Pejabat–pejabat itu harus memiliki kepekaan yang sama. Sebab, kondisi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
“Saya melihat banyak sekali kita ini yang menganggap ini normal. Kalau saya lihat Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara masih ada yang melihat ini masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja. Kerjaannya memang harus ekstra luar biasa, harus extra ordinary. Perasaan ini tolong sama. Kita harus sama perasaannya, kalau ada yang berbeda satu saja sudah berbahaya.”
“Jadi tindakan-tindakan kita, keputusan-keputusan kita, kebijakan-kebijakan kita, suasananya adalah harus suasana krisis. Jangan kebijakan-kebijakan yang biasa saja, menganggap ini suatu kenormalan. Apa-apaan ini. Mestinya suasana itu ada semuanya. Jangan memakai hal-hal yang standar pada suasana krisis. Manajemen krisis sudah berbeda semuanya. Kalau perlu kebijakan Perpu, ya Perpu saya keluarkan,” ungkap Jokowi sebagaimana disiarkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, yang diunggah 28 Juni 2020.
BACA JUGA:
Kejengkelan Jokowi pun berlanjut. Ia menggungkap belanja-belanja di kementerian justru masih dalam taraf biasa-biasa saja. Kondisi itu tak wajar menurutnya.
Jokowi pun mengimbau semua belanja kementerian untuk dipercepat. Semuanya demi terwujudnya pemulihan ekonomi. Jika perlu Jokowi siap mengeluarkan Peraturan Presiden untuk itu.
“Misalnya, saya berikan contoh. Bidang kesehatan itu dianggarkan Rp 75 triliun. Baru keluar 1,53 persen, coba. Uang beredar di masyarakat ke-rem ke situ semua. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan-penggunaan yang tepat sasaran sehingga men-trigger ekonomi.”
“Pembayaran tunjangan untuk dokter, dokter spesialis, tenaga medis, segera keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan segera dikeluarkan. Ini sudah disediakan Rp70-an triliun. Bansos yang ditunggu masyarakat, segera keluarkan, kalau ada masalah lakukan tindakan-tindakan lapangan. Meskipun sudah lumayan, tapi baru lumayan. Ini extra ordinary. Harusnya 100 persen,” tambah Jokowi.