Bagikan:

JAKARTA - Pink Floyd merilis "Wish You Were Here" pada 12 September 1975. Dalam waktu singkat, 25 September, album itu berhasil memuncaki tangga lagu Amerika Serikat (AS). "Wish You Were Here" adalah karya besar sekaligus gambaran paling tragis dari perjalanan Pink Floyd. Roger Waters dan kawan-kawan menanam jiwa Syd Barrett di dalam album itu. Jiwa sejati Pink Floyd. Talenta bercahaya yang dirundung kegilaan.

Melihat Pink Floyd tanpa Syd Barrett sama dengan tak melihat apa-apa. Nick Mason, drumer band mengungkap kekaguman abadi pada Syd yang genius. Pernyataan itu diungkap Mason tahun lalu, usai menggelar salah satu konser dari rangkaian turnya, Nick Mason's Saucerful of Secrets.

"Tanpa Syd Barret, tak akan ada satu pun dari kita (band dan penonton) di sini, hari ini," ungkap Mason di Paramount Theater, Seattle, Amerika Serikat, dikutip dari Something Else!, Jumat, 25 September.

Tentu saja. Syd adalah personel yang mendirikan Pink Floyd bersama Waters. Syd juga penyumbang lagu paling banyak di masa-masa awal kemunculan band. Bahkan, album perdana Pink Floyd yang dirilis 1967, "The Piper at the Gates of Dawn" diisi oleh dominasi musikalitas Syd. Syd menciptakan banyak lagu dalam album itu. Ia juga memimpin band sebagai pengisi vokal utama. Dan yang paling istimewa adalah bagaimana Syd mengeksplorasi segala bentuk sound gitarnya dalam album itu.

Eksplorasi paling menyenangkan yang dilakukan Syd dalam album itu dapat didengar pada lagu Interstellar Overdrive. Dalam sesi instrumental itu Syd menyisipkan layer-layer noise dan ambience yang sangat khas. Selain itu kita juga dapat mendengar bagaimana Syd menghadirkan suara aneh dan misterius dari gitarnya. Entah apa yang dilakukan Syd dalam sesi rekaman. Sebab yang terbayangkan justru gaya khas Syd yang kerap memainkan korek api Zippo di sela-sela fret Fender Esquire miliknya.

Pengaruh Syd

Syd Barret adalah penulis lirik orisinil sekaligus gitaris inovatif. Ia salah satu pelopor yang melestarikan permainan suara gitar sonikal. Pengaruhnya terhadap musisi generasi 60-an cukup besar. Bahkan, Paul McCartney dan Pete Townsend adalah dua nama besar yang jadi pengagum Syd.

Bagi Pink Floyd, Syd adalah jiwa sejati. Ia tidak menghabiskan banyak waktu bersama Pink Floyd. Bahkan "The Piper at the Gates of Dawn" jadi satu-satunya album studio Pink Floyd bersama Syd. Namun, Syd tak pernah hilang dari benak Roger Waters, Nick Mason, ataupun Richard Wright.

Pun bagi David Gilmour, personel paling bontot yang menggantikan posisi Syd sebagai gitaris dan vokalis utama. Gilmour dan Syd memang tak bekerja sama di Pink Floyd. Namun keduanya telah saling mengenal. Gilmour dan Syd bertemu di sebuah universitas di Cambridge tahun 1962. Keduanya juga sempat bermain musik bersama sekitar tahun 1965.

Terkait kuatnya pengaruh Syd pada Pink Floyd, Roger, dalam sebuah kesempatan mengatakan, kegeniusan Syd jadi inspirasi besar dalam tiga album tersukses Pink Floyd: "Dark Side of the Moon" (1973), "Wish You Were Here" (1975) dan "The Wall" (1979).

Tak hanya kegeniusan Syd. Pink Floyd juga menjadikan kondisi mental Syd inspirasi. Dalam "Dark Side of the Moon", Roger dan kawan-kawan mengangkat sisi neurotik dan kondisi mental Syd. Bahkan, di album "Wish You Were Here", Rogers dan kawan-kawan menjadikan Syd sebagai inspirasi utama. Album itu bercerita banyak tentang Syd. Bentuk dedikasi dan kerinduan Pink Floyd pada Syd.

Syd pergi meninggalkan Pink Floyd dalam kondisi yang begitu sulit. Ia harus "dibuang" di tengah menanjaknya popularitas band yang ia bangun dengan tangannya sendiri. Gangguan mental yang dipicu ketergantungan Syd pada LSD (Lysergyc Acid Diethylamide) jadi penyebab.

Pink Floyd era Syd Barrett (Instagram/@pinkfloyd)

Banyak spekulasi yang menggambarkan kondisi mental Syd. Namun, yang paling santer adalah bagaimana narkoba psikedelik itu memengaruhi tingkah Syd yang tak terkontrol. Gangguan mental itu membuat seluruh personel Pink Floyd khawatir. Pun dengan seluruh manajemen yang menopang ketenaran band. Mereka khawatir gangguan Syd berdampak buruk bagi karier Pink Floyd.

Puncak dari segala kekhawatiran itu terjadi pada Maret 1968. Kala itu Roger dan kawan-kawan terpaksa menghilangkan segala peran Syd dalam band, baik untuk sesi studio atau pun konser. Hari itu jadi legitimasi keluarnya Syd dari Pink Floyd.

Syd sejatinya sempat menelurkan dua album solo. Namun, karya itu tak cukup untuk mengembalikan kariernya. Bahkan, selepas kepergian itu, Peter Jenner, manajer Pink Floyd sempat merangkul Syd kembali. Ia meyakinkan Syd untuk meluangkan waktu di Abbey Road pada Agustus 1974 untuk kembali bermusik. Tetapi sesi tersebut berhenti setelah tiga hari tanpa hasil.

Wish You Were Here

Setelahnya, Pink Floyd kembali ke studio untuk album "Wish You Were Here". Shine On You Crazy Diamond adalah tentang Syd. Trek yang jadi pembuka sekaligus penutup album adalah representasi Roger dan kawan-kawan tentang Syd dan semangatnya yang hilang untuk selamanya. Talenta luar biasa yang dirundung kegilaan. Begitu pula dengan trek Wish You Were Here. Jika Shine On You Crazy Diamond adalah Syd. Maka Wish You Were Here adalah Pink Floyd tanpa Syd.

Wish You Were Here dibuka dengan suara penyetelan radio dari trek sebelumnya, Have A Cigar. Roger meminta Gilmour memainkan intro gitar akustik 12 senar yang halus. Tujuannya agar "terdengar seperti lagu pertama di radio, dengan satu orang duduk di ruangan itu, bermain gitar sambil mendengarkan radio,” kata Gilmour, dikutip Radio X, Jumat, 25 September.

Roger sebagai penulis lirik mengatakan lagu itu begitu personal baginya. Saking personalnya, lagu itu ia ciptakan dengan begitu lepas, mudah, dan jujur. “Saya memainkan beberapa akor dan menulis lagu dengan sangat, sangat cepat, seingat saya. Mungkin dalam satu jam. Itu adalah salah satu saat bahagia ketika aliran kesadaran bekerja, dan kata-kata pun keluar," kata Waters tahun 2017.

Benar, memang. Wish You Were Here didasari kejadian-kejadian personal yang mengaitkan Waters dengan Syd. Dalam sejarah panjang, keduanya adalah pendiri utama Pink Floyd. Roger dan Syd juga merupakan karib sejak kecil. Dalam cerita yang lebih singkat, kesedihan personal Roger pecah dalam sesi rekaman Pink Floyd di Abbey Road.

Hari itu adalah 5 Juni 1975, ketika semua personel merekam lagu untuk Syd, Shine On You Crazy Diamond di Abbey Road. Di tengah sesi itu, seorang pria gemuk, botak yang membawa kantong plastik masuk ke dalam studio.

Para personel menyadari kehadiran pria itu, meski tak mengenali bahwa sosok itu sebenarnya adalah Syd. Sesi rekaman berjalan, hingga Syd pergi dari studio. Para personel baru mengetahui pria itu Syd ketika seorang pegawai EMI Records memberitahu mereka di akhir sesi rekaman. Kedatangan ajaib Syd yang tak disadari itu membuat Roger begitu terpukul. Air matanya bahkan menetes. Usai kejadian itulah Roger kemudian menulis Wish You Were Here.

Di lain sisi, sesi rekaman Wish You Were Here "menyadarkan Pink Floyd" bahwa mereka telah habis. Sesi rekaman itu berjalan dengan seluruh personel bersama-sama di studio. Namun, masing-masing personel merasakan koneksi yang putus antara satu dan lainnya. Wish You Were Here tak hanya puncak kesedihan dari hubungan Pink Floyd dan Syd, tapi juga momen runtuhnya etika kerja legenda psikedelik rock dunia itu.

Formasi Pink Floyd bersama David Gilmour (Instagram/@pinkfloyd)

Roger meninggalkan Pink Floyd sepuluh tahun kemudian, setelah perebutan kekuasaan jangka panjang dengan Gilmour mencapai titik didihnya. Kasus pengadilan yang buruk menyusul, dengan Roger berusaha membubarkan grup secara permanen dan Gilmour ingin mempertahankan hak atas nama Pink Floyd.

Gilmour menang. Tapi Pink Floyd tidak pernah benar-benar terasa seperti Pink Floyd lagi. Setidaknya tidak sampai Juli 2005, ketika Roger bergabung kembali dengan rekan band lamanya untuk penampilan reuni di festival Live 8 London. Reuni yang juga tak lengkap-lengkap amat karena tak dihadiri Richard Wright.

“Sebenarnya sangat emosional, berdiri di sini bersama orang-orang ini setelah bertahun-tahun,” kata Roger di tengah-tengah rangkaian empat lagu band. "Kami melakukan ini untuk semua orang yang tidak ada di sini. Dan khususnya, tentu saja, untuk Syd."