JAKARTA - Pembatasan kegiatan di Inggris telah memengaruhi berbagai sektor, salah satunya adalah sektor seni budaya. Ditutupnya beberapa bisnis guna menekan penyebaran COVID-19 mengakibatkan Globe Theatre yang ikonik di London juga tutup, bahkan terancam tutup permanen.
Sebab, pemasukan ruang seni yang dibangun oleh William Shakespeare untuk biaya perawatan Globe Thetare bergantung pada akses publik. Dilaporkan 95 persen dari pendapatan dihasilkan tidak hanya melalui pertunjukan, tetapi uang sewa untuk acara besar seperti pernikahan. Status nirlaba ini telah menempatkannya dalam situasi yang sulit sehubungan dengan bantuan pemerintah. Di luar perlindungan Arts Council England (ACE), Globe Theatre juga gagal mendapatkan uang dari skema tambahan.
Bahkan sebelum krisis, Global Theatre mengalami pasang surut keadaan. Direktur Artistik Globe Theatre Michelle Terry menggambarkan, bahwa bisnis sebelum pagebluk gedung tersebut sebatas dari mulut ke mulut.
Globe Theatre ditutup sejak 20 Maret lalu, sesuai dengan aturan kuncitara dan untuk sementara aktif secara daring. Para seniman dari teater tersebut membuat beberapa penampilan yang diunggah di internet yang dapat ditonton secara gratis, beserta dengan materi tambahan seperti pembicaraan sebelum pertunjukan dan konser.
Sejarah Globe Theatre
Dilansir dari The Vintage News, Sabtu 30 Mei, pada 1613 terdapat kebakaran yang sempat melahap habis Globe Theatre. Didirikan 14 tahun sebelumnya oleh The Lord Chamberlain's Men (perusahaan yang menaungi tampilan drama Shakespeare), panggung tersebut menggunakan kayu milik aktor dan impresario James Burbage. Shakespeare membangun teater permanen pertama di London, tetapi melepaskannya setelah masa sewa tempatnya berakhir. Shakespeare kemudian menerima material panggung dan memasangnya di Southwark.
Sedihnya, pada saat itu pementasan sebuah pertunjukan bisa menjadi urusan yang berbahaya. Suatu waktu, ketika satu set meriam panggung ditembakkan untuk menandai pintu masuk Raja Henry untuk adegan topeng, hampir tidak ada orang di kerumunan yang memerhatikan bahwa salah satu meriam menyala dan mendarat di atap jerami teater.
Selain itu, bangunannya yang terbuat dari kayu membuatnya mudah rusak dan lapuk. Suatu hari yang panas dan kering, dalam waktu lebih dari satu jam teater tersebut tinggal reruntuhan. Api berkobar begitu hebat sehingga sebuah rumah di sebelahnya juga ikut terbakar. Untungnya tidak ada korban jiwa. Kemudian, pada 1997, Globe Theatre dibangun ulang namun masih dengan gaya tradisional.
Teater tersebut memiliki desain yang unik. Aktor tampil tanpa mikrofon atau set, dan setengah dari 1.500 penonton teater berdiri, di mana mereka dapat berinteraksi langsung dengan aktor yang berada panggung. Teater tersebut juga dibuat tanpa atap. Jadi para penonton bisa saja kehujanan atau kepanasan.
Pemerintah Inggris menyatakan mereka "memberikan dukungan yang belum pernah dilakukan sebelumnya untuk sektor budaya" dan mereka bekerja keras untuk merencanakan masa depan. Dorongan untuk meningkatkan kehadiran publik di Globe Theatre akan dimulai begitu kondisi aman.
Bagi CEO Globe, Neil Constable, lansekap budaya Inggris akan hilang jika tempat itu ditutup tanpa jangka waktu tertentu.
"Ketika kita muncul dari masa ini (pagebluk COVID-19), dunia pasti akan terlihat sangat berbeda. Ekspresi jiwa manusia dan pengalaman melalui seni yang diperlukan sekarang juga tidak seperti sebelumnya," ujar Constable.