Bagikan:

JAKARTA - Nasi, lontong, atau ketupat sangat identik sebagai sajian lebaran. Makanan ini biasanya disajikan dengan lauk pauk berupa sayur, opor ayam, atau sambal goreng sebagai pelengkap rasa. Tidak hanya hadir untuk memeriahkan hari raya, rupanya ragam makanan yang biasa disajikan saat lebaran ini pun memiliki makna tersendiri. Apa sajakah makna dari sajian opor ayam, semur daging, hingga ketupat? Mari simak informasi selengkapnya berikut ini.

Semur daging

Semur jengkol yang menjadi makanan khas warga Betawi atau semur malbi khas Palembang, ternyata asal muasalnya dari Belanda. Semur adalah bahasa serapan dari kata "smoor" (bahasa Belanda) yang artinya direbus dengan tomat dan bawang secara perlahan. Menurut buku Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek (1902), smoor dikembangkan oleh kaum peranakan Eropa. Rempah yang digunakan dalam semur, seperti pala dan cengkih, menjadi daya tarik bagi bagi bangsa Belanda yang tidak memiliki bahan-bahan tersebut.

Nah, bisa jadi makna di balik hidangan Lebaran ini adalah suatu persembahan dan penghargaan, karena awalnya semur menjadi santapan warga keturunan Eropa. Hanya saja lama-kelamaan semur menjadi bagian dari kuliner Indonesia, dan dihidangkan di berbagai perayaan adat. Masyarakat Betawi sendiri selalu menyajikan semur saat Lebaran dan acara perkawinan. 

Opor ayam

Opor ayam menjadi pasangan wajib ketupat. Masakan ini berupa ayam rebus yang dimasak dengan santan kental yang dibumbui dengan serai, kencur, lengkuas, ketumbar, kemiri, dan lain sebagainya. Selain opor ayam, dalam tradisi Jawa ketupat juga disuguhkan dengan sambal goreng ati.

Makna di balik hidangan Lebaran ini pasti tidak Anda sangka. Pengucapan santan mirip dengan "pangapunten" (permintaan maaf), sehingga penyajian opor memiliki makna simbolis mengakui kesalahan dengan tulus dan diikuti permintaan maaf.

Ketupat

Lebaran tidak akan lengkap tanpa kehadiran ketupat. Ketupat atau kupat bisa menjadi pengganti nasi atau lontong, terbuat dari beras yang dibungkus dengan anyaman janur. Ketupat dulunya merupakan menu makanan yang digemari Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam di Jawa Tengah. 

Beliau menyukai makanan ini karena awet, mengingat perjalanan untuk syiar agama sendiri begitu panjang sehingga dibutuhkan makanan yang tahan lama untuk bekal berhari-hari. Dalam bahasa Jawa sendiri "kupat" juga berarti "kula ndherek lepat" atau saya mengaku bersalah. Kemudian, ketupat menjadi simbol makanan ketika semua orang mengaku bersalah dan saling memaafkan.

Rendang

Menurut Sejarawan Universitas Andalas Prof. Gusti Asnan, diduga rendang jadi masakan yang populer sejak masyarakat Minang mulai merantau ke Malaka untuk berdagang pada awal abad ke-16. Karena harus melewati perjalanan yang lama, rendang jadi pilihan makanan yang pas untuk bekal.

Selain lezat, rendang juga punya filosofi mendalam. Masyarakat Minang percaya kalau rendang punya tiga makna tentang sikap, yaitu kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan.