JAKARTA - Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Dini Kurniawati, bersama tim dari Thinkwell, Health Financing Activity merekomendasikan kebijakan terkait penghematan biaya skrining calon pengantin (catin) terhadap penurunan penyakit.
“Di Indonesia, skrining pada catin baru diimplementasikan di DKI Jakarta sejak 2017. Karena itu, jika nantinya Kementerian Kesehatan ingin mengimplementasikan skrining catin ke seluruh Indonesia, tentu diperlukan formula perhitungan pada kebutuhan anggaran pemerintah serta bagaimana potensi penghematannya jika kebijakan ini diimplementasikan,” kata Dini dalam keterangannya.
Formula penghitungan yang dilakukan Dini bersama tim ialah melalui proyeksi jumlah pengantin dalam lima tahun ke depan, dengan biaya satuan dari tiap komponen pemeriksaan serta angka inflasi.
Adapun paket manfaat skrining yang diajukan terdiri atas tiga skenario. Pertama, Paket Minimal, meliputi pemeriksaan fisik dan jiwa, biaya admisi, serta hemoglobin.
Paket Moderat mencakup Paket Minimal ditambah pemeriksaan HIV, sifilis, hepatitis B, TBC, diabetes mellitus, dan hipertensi. Sementara, Paket Komprehensif meliputi Paket Moderat ditambah pemeriksaan cenarioia.
Pada tahun 2025, dalam setahun, pada asumsi 1 didapatkan angka kebutuhan sekitar 44–256 miliar dan pada asumsi 2 sekitar 26–238 miliar. Setelah perhitungan tersebut, dilakukan perbandingan dengan beban anggaran dalam satu tahun dari beberapa penyakit yang telah teridentifikasi sebelumnya. Hasilnya ternyata jauh lebih rendah dibandingkan beban anggaran sebelumnya.
Atas rekomendasi kebijakan tersebut, Dini yang merupakan mahasiswa S2 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, menjuarai kompetisi “Rekomendasi Kebijakan Kesehatan (SiBijaKs) Award 2024”.
SiBijaKs Awards 2024 merupakan kompetensi penulisan rekomendasi kebijakan kesehatan yang diadakan oleh Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan RI, dengan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 sebagai sumber data utama.
Ia dan tim juga melakukan presentasi di depan para eselon 1 di Kemenkes untuk melakukan tindak lanjut terkait rekomendasi kebijakan bersama Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Direktorat Usia Produktif dan Lanjut Usia yang merupakan penanggung jawab pelaksanaan skrining.
Dengan adanya kebijakan ini, Dini berharap adanya penurunan prevalensi penyakit menular dan tidak menular, serta prevalensi penyakit akibat keturunan. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat mendukung keberhasilan kehamilan dan berkontribusi pada generasi yang sehat, serta penurunan pada angka kematian ibu dan bayi.
Dekan FKM UI, Prof dr Mondastri Korib Sudaryo memberikan apresiasi sebagai akademisi kesehatan masyarakat. "Salah satu tugas kita adalah menyumbangkan buah pikir dan gagasan yang bernas untuk memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan kesehatan di negeri kita tercinta," ujarnya.
SEE ALSO:
Sejak berdiri tahun 1965, FKM UI, telah menyediakan "kepala dan punggungnya" untuk turut memikul dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.