JAKARTA - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji menekankan pentingnya pendekatan holistik dalam mengatasi masalah stunting di Indonesia. Wihaji mengungkapkan rencana dan kritikannya terhadap upaya yang telah dilakukan.
Wihaji mengakui bahwa upaya pencegahan stunting masih menghadapi tantangan besar. Terlebih lagi, angka stunting mengalami penurunan hanya 0,1 persen. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, angka stunting Indonesia pada tahun 2023 berada di 21,5 persen dan pada tahun 2022 berada di angka 21,6 persen.
Wihaji mengatakan salah satu hal yang menyebabkan masih rendahnya penurunan stunting adalah belum ditemukannya model implementasi sesuai untuk program yang telah ditetapkan. Hal ini diungkapkan Wihaji dalam acara Refleksi akhir tahun di Kantor Kemendukbangga/BKKBN.
"Mungkin ada sesuatu yang salah dan ini kita rapihkan. Apakah orangnya beda, evaluasinya beda, treatment beda, atau monitornya beda. Nah nanti (data stunting 2024) kita keluarin tahun 2025," ujar Wihaji, saat ditemui di Jl. Permata No.1, Jakarta Timur, pada Selasa, 31 Desember 2024.
Ia menyebut angka prevalensi stunting yang rendah sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki strategi ke depannya. Salah satu program diperkenalkan Kemendukbangga/BKKBN adalah "Orang Tua Asuh Cegah Stunting," yang menekankan kolaborasi masyarakat dan stakeholder terkait dalam pencegahan stunting.
"0,1 sangat rendah prevensinya. Saya meyakini, saya bikin program Orang Tua Asuh Cegah Stunting. Saya tidak mau bergantung dengan negara, tapi saya kerjakan sendiri," ucapnya.
Menurut Wihaji, keberhasilan pencegahan stunting tidak bisa hanya bergantung pada pemerintah. Ia menyerukan keterlibatan berbagai pihak, termasuk pelaku usaha dan masyarakat.
"Karena negara modern dan maju manapun, stakeholder harus hadir. Orang-orang pengusaha yang korupsi kekayaan alam, itu masih banyak orang susah bantulah," tegasnya.
Ia juga mengajak para pengusaha untuk lebih peduli melalui kontribusi langsung dan peduli dengan masalah stunting di Indonesia.
"Bayar pajak oke, tapi ketuklah hatimu. Kita ada program 4 menu yang orangtua asuh, menu nutrisi, non nutrisi, air bersih sanitasi, dan edukasi. Saya meyakini ini sudah kelihatan," ungkapnya.
Wihaji menjelaskan bahwa dari lima balita yang lahir di Indonesia, satu di antaranya mengalami stunting. Wihaji menyampaikan pihaknya akan serius memperhatikan persoalan stunting.
"Di Indonesia 5 balita yang lahir kira-kira satu stunting. Karena prevalensi kita 21,5," ujarnya.
Namun, ia menekankan bahwa masalah stunting bukan hanya soal angka, melainkan juga soal keadilan. Ia menyebut tidak ada anak yang mau lahir dengan kondisi stunting. Wihaji menegaskan pentingnya menyelamatkan setiap anak yang berisiko terkena stunting.
"Saya bukan masalah stuntingnya Bapak/Ibu, tapi keadilan. Mesti perhatikan mereka, satu mereka itu bagian dari generasi yang barangkali jadi Pemred, suatu saat jadi pemilik media, suatu saat jadi presiden, nggak ada yang tahu juga kan, itu hati saya," katanya.
SEE ALSO:
"Maka bukan persoalan jumlah, tapi satu orang kita selamatkan itu menolong, menurut saya bagian dari kewajiban dan hak mereka untuk hidup. Toh mereka juga tidak mau dilahirkan dalam kondisi stunting." lanjutnya.
Dengan program seperti Orang Tua Asuh Cegah Stunting, ia berharap dapat menciptakan generasi masa depan yang sehat dan mampu berkontribusi bagi bangsa. Menurut Wihaji, ini adalah tanggung jawab bersama yang harus dilakukan oleh semua elemen masyarakat.