Bagikan:

JAKARTA - Anemia masih menjadi tantangan yang serius dalam dunia kesehatan, terutama pada kelompok yang rentan terhadap anemia defisiensi besi yaitu anak dan ibu hamil. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 38,5% atau 1 dari 3 anak Indonesia berusia di bawah 5 tahun mengalami anemia.

Tidak hanya pada anak, anemia atau kekurangan darah pada ibu hamil di Indonesia juga masih tergolong tinggi, yaitu sebanyak 48,9 persen. Jika kondisi ini tak segera ditangani dengan baik, anemia defisiensi besi dapat mempengaruhi kesehatan anak di masa depan.

Dengan melihat hal tersebut, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) melaksanakan lokakarya dengan tema “Peluncuran Inisiatif Rekomendasi Skrining dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia”. Lokakarya ini diadakan dalam memperingati World Iron Deficiency Day atau Hari Defisiensi Besi Sedunia, yang bertujuan meningkatkan peran bidan dalam pencegahan anemia.

Sebagai pelayanan kesehatan ibu dan anak, Bidan memiliki peran strategis dalam memastikan kesehatan ibu, anak dan keluarga di Indonesia. Melalui acara tersebut diharapkan bidan semakin merekomendasikan skrining/identifikasi dini serta pencegahan dengan tujuan untuk menurunkan angka anemia defisiensi besi di Indonesia.

“Melalui kegiatan ini, harapannya bidan tidak hanya bertugas memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, tetapi juga berperan sebagai pendidik yang menyampaikan informasi penting, monitoring, edukasi serta skrining secara rutin seperti masalah anemia defisiensi besi (ADB),” kata Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Dr. Ade Jubaedah, SSiT., MM., MKM, di kawasan Pasar Baru, Jakarta Pusat, pada Selasa, 26 November 2024.

Salah satu faktor risiko penyebab anemia defisiensi besi pada anak adalah kurangnya zat gizi mikro dan konsumsi makanan kaya zat besi. Dengan demikian, diperlukan adanya proses skrining yang mumpuni terhadap anak-anak Indonesia yang kekurangan zat besi.

Expert Community Medicine dan Medical and Scientific Affairs Director Danone SN Indonesia, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH., mengatakan bahwa skrining non-invasif bisa menjadi jawaban untuk pemantauan asupan zat besi.

Skrining tersebut dilakukan dengan berbasis kuesioner, yang dapat menjadi acuan awal pengidentifikasian anemia defisiensi besi.

“Kami melihat bahwa skrining anemia defisiensi besi merupakan kunci untuk mengurangi prevalensi anemia di Indonesia terutama bagi Ibu dan anak. Karenanya, skrining non-invasif berupa pemantauan asupan zat besi berbasis kuesioner dapat menjadi pilihan solusi identifikasi awal risiko anemia defisiensi besi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan dalam fasilitas pelayanan kesehatan primer,” lanjut Dokter Ray.