JAKARTA - Bidan yang tergabung dalam Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan, Ema Sismadi menjelaskan bahwa perubahan iklim serta kerusakan alam yang disebabkan oleh manusia dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi, baik laki-laki maupun perempuan.
"Dampak dari cuaca ekstrem, bencana alam, wabah, erosi infrastruktur, keamanan pangan, dan kekeringan meningkatkan kejadian infeksi dan masalah kesuburan. Dari semua faktor yang disebutkan itu mempengaruhi kesehatan seksual dan reproduksi," kata Ema seperti dilansir dari ANTARA, Sabtu, 9 November 2024.
Ema memaparkan perubahan iklim yang mengakibatkan peningkatan suhu bumi mempengaruhi tingkat kesuburan. Ia menyampaikan bahwa kenaikan suhu sebesar satu derajat dapat mempengaruhi tingkat kesuburan dari sel ovum (sel telur) maupun gamet yang dihasilkan organ reproduksi.
Selain itu, kerusakan alam akibat cemaran polutan dan limbah industri juga menyebabkan risiko gangguan kesehatan reproduksi manusia apabila terpapar polutan secara terus-menerus.
BACA JUGA:
"Bahkan, ada satu penelitian wabah di Jepang, dari limbah pabrik industri dicemari logam kadmium itu disinyalir menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan pada remaja dan pada ibu hamil," ujarnya.
Tidak hanya dampak langsung, perubahan iklim dan kerusakan alam juga menjadi penyebab tidak langsung dari permasalahan kesehatan reproduksi.
Kondisi lingkungan yang tidak sehat menyebabkan kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi, gangguan pada kesehatan mental, hingga terhambatnya akses terhadap layanan kesehatan yang turut mempengaruhi kesehatan reproduksi dan tingkat kesuburan.
"Terdapat risiko lebih tinggi pada penyakit IMS (infeksi menular seksual), karena adanya bencana, adanya kesulitan akses, kekerasan-kekerasan yang lain sebagai akibat dampak dari perubahan iklim, kemudian meningkatnya kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi," kata Ema menambahkan.
Oleh karena itu, menurutnya, perubahan iklim merupakan tantangan serius yang membutuhkan tindakan antisipasi di lingkup global. Pendidikan lingkungan juga dinilai penting dalam meningkatkan kesadaran dan membentuk perilaku berkelanjutan.
"Kaum muda harus bersiap untuk menjadi agent of change atau agen perubahan yang proaktif dalam melindungi lingkungan. Kemudian, kita bisa melakukan upaya kolektif, misalnya di sekolah," kata Ema.