Bagikan:

YOGYAKARTA – Rasa malu bisa meracuni karena membuat seseorang merasa tak berharga, terus-terusan mengkritik diri sendiri, hingga memicu depresi. Rasa malu yang bersifat toksik ini, didefinisikan sebagai kebencian terhadap diri sendiri sampai ketidakberhargaan disebabkan respons terhadap trauma. Baik itu pengabaian, pelecehan, dan perlakuan buruk yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar.

Penyebab rasa malu yang beracun, atau toxic shame, biasanya berkembang sejak masa kanak-kanak atau awal remaja. Ini masa ketika opini dan perasaan seseorang tentang dirinya masih terbentuk. Karena pengalaman yang tidak menyenangkan, atau trauma, menyebabkan orang tersebut menginternalisasikan perasaan tak berharga yang diproyeksikan orang disekitarnya. Orang yang mengalami serangan emosional dan atau fisik, juga menyerap serta menerima perasaan tidak berharga tentang diri sendiri. Di sinilah rasa malu yang beracun dimulai. Toxic shame ditandai beberapa hal berikut ini:

  • Mengkritik diri sendiri terus menerus sehingga menjadi lebih keras terhadap diri sendiri daripada yang sebenarnya diperlukan.
  • Perfeksionis, karena dengan menjadi sempurna tidak akan mendapat reaksi negatif atau dikritik.
  • Harga diri rendah.
  • Depresi dan kecemasan.
  • Suka menunda-nunda atau prokrastinasi.
  • Sensitivitas ekstrim terhadap pendapat orang lain.
  • Mengalami masalah tidur.
  • Gangguan makan.
  • Kodependensi, atau merasa terus-menerus perlu menyenangkan orang lain.
  • Mengalami gejala somatik seperti sakit perut.

Rasa malu sebenarnya baik selama itu membangun diri sendiri. Tetapi kalau menjatuhkan diri ke titik terendah, efeknya negatif untuk kesejahteraan. Untuk mengatasi rasa malu yang beracun, berikut langkah-langkahnya:

penyebab dan cara mengarasi rasa malu yang beracun atau toxic shame
Ilustrasi penyebab dan cara mengatasi rasa malu yang beracun atau toxic shame (Freepik/diana.grytsku)

1. Mengidentifikasi pemicu

Mengidentifikasi pemicu dan melihat apa yang bisa dikendalikan, akan mendorong lebih baik. Ketika Anda mengenali pemicu kenapa terus-terusan mengkritik diri sendiri, Anda akan menoleransi tekanan dan menghindari pemicu rasa malu yang memerangkap diri. Penting pula menetapkan batasan aman ketika orang lain mempermalukan Anda.

2. Mengakui perasaan dan pikiran diri sendiri

Mengakui perasaan dan pikiran untuk mengerti sampai mana batas rasa aman diri. Jika Anda berpura-pura tidak merasakan atau memikirkan hal tertentu, Anda tidak akan bisa mengubahnya lebih baik. Jadi biarkan diri merasakan hal-hal ini daripada memblokir dan mengabaikannya. Selanjutnya, Anda bisa mencari jalan keluar.

Perlu dipahami, mengakui perasaan berarti berwelas asih terhadap diri sendiri. Dengan begitu, Anda bisa memahami diri sendiri meskipun perasaan tersebut tak akan hilang dalam semalam. Tak apa-apa, berjuang dengan rasa malu yang beracun bukan tak bisa diatasi. Hanya saja Anda perlu mulai dari tidak menghakimi diri sendiri.

3. Terapi

Terapi bisa membantu menghadapi toxic shame. Pendekatan seperti DBT (Terapi Perilaku Dialektis/Dialectical behavior therapy) dan ACT (Terapi Penerimaan dan Komitmen/Acceptance and Commitment Therapy) dapat membantu mengatasi rasa malu yang beracun.

4. Membangun ketahanan dan menemukan dukungan

Jika Anda memiliki teman atau keluarga yang dapat Anda percaya, bicarakan dengan mereka tentang perasaan Anda. Kemungkinan besar, mereka tidak merasakan hal yang sama. Tetapi mendengar umpan balik positif dari orang lain dapat membantu membangun harga diri dan melawan toxic shame.

Menyayangi diri sendiri juga penting, dilansir VeryWellMind, Minggu, 4 Agustus. Perlu disadari, perubahan tidak terjadi dalam semalam. Maka ketika rasa malu yang beracun terasa intens, Anda perlu berupaya untuk menghadapi masalah tersebut dan melawan perasaan tersebut.