Menilik Contoh Kasus Pelanggaran Hukum Adat Beserta Sanksinya di Indonesia
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Hukum adat jadi salah satu aturan yang kedudukannya diakui oleh negara. Bahkan, hukum ini masih banyak dipakai untuk mengatur kegiatan keseharian penduduk, termasuk dalam memberikan saksi bagi pelaku pelanngaran. Banyak contoh kasus pelanggaran hukum adat beserta sanksinya di Indonesia. Namun sebelumnya, pahami dulu pengertian hukum adat.

Pengertian Hukum Adat

Istilah adat berasal dari bahasa Arab yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti kebiasaan. Secara umum, adat adalah tingkah laku seseorang yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama.

Dr. Yulia, S.H.,M.H dalam Buku Ajar Hukum Adat membagi unsur-unsur adat yaitu adanya tingkah laku seseorang, dilakukan terus menerus, adanya dimensi waktu, dan diikuti oleh orang lain.

Adat istiadat menunjukkan bentuk, sikap, tindakan perubahan manusia pada masyarakat hukum adat untuk mempertahankan kebiasaan yang berlaku di lingkungannya, termasuk hukum dan sanksi pelanggaran.

Secara umum, hukum adat adalah endapat kesusilaan dalam masyarakat yang kebenaran hukumnya disepakati oleh anggota kelompok. Keberadaan hukum adat ini juga diakui secara sah oleh negara.

Pengakuan negara pada hukum adat merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Sejarah Hukum Adat secara Singkat

Istilah hukum adat dikenalkan secara ilmiah oleh Snouck Hurgronje melalui bukunya yang berjudul De Atjehers. Dalam buku tersebut dikatakan istilah hukum adat sebagai Adat Recht (bahasa Belanda), yakni memberikan nama pada sistem pengadilan sosial (social control) yang berlaku di masyarakat Indonesia.

Istilah tersebut kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Van Vollenhoven, seorang pakar hukum adat di Hindia-Belanda. Ia berpendapat bahwa hukum adat adalah semua hukum asli, yakni hukum yang tidak bersumber pada peraturan perundangan yang dibuat oleh pemerintahan pemerintaah Hindia Belanda atau kekuasaan lain.

Sejarah Singkat Hukum Adat di Indonesia

Sebagai negara yang dihuni oleh banyak suku, Indonesia juga memiliki banyak hukum adat. Fungsi dan kedudukan hukum adat di Indonesia terus mengalami perkembangan. Di era kolonial, kedudukan hukum adat dianggap memiliki derajat yang lebih rendah dibanding hukum Eropa. Pandangan tersebut bertahan tak lama, terjadi sekitar tahun 1808 hingga 1811.

Gubernur Jenderal dari Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles, kemudian membentuk sebuah tim yang ditugaskan untuk mengkaji sekaligus meneliti peraturan yang ada dalam masyarakat. Hal itu dilakukan untuk memperbaiki hukum pemerintahan di era kepemimpinannya.

Hasil penelitian kemudian dikumpulkan  pada tanggal 11 Februari 1814. Dari situ kemudian lahir peraturan yang diberi nama Regulation for The More Effectual Administration of Justice in The Provincial Court of Java.

Kedudukan hukum adat juga diakui oleh pemerintah pasca kemerdekaan. Pengakuan dinyatakan dalam Undang Undang Dasar. Seperti yang dikatakan dalam Pasal 18 B UUD 1945 bahwa “Negara Menyatakan  dan Menghormati Kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat Serta Hak-hak Tradisonalnya sepanjang Masih Hidup dan Sesuai dengan Prinsip Masyarakat dan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang Diatur dalam Undang-Undang (UU).

Contoh Kasus Pelanggaran Hukum Adat Beserta Sanksinya di Indonesia

Meski Indonesia memiliki UUD 45, hukum adat tetap dapat digunakan untuk menyelesaikan perkara pidana. Bahkan, pemberian sanksi pidana melalui hukum adat beberapa kali dilakukan.

Sebagai contoh, ingatkah Anda dengan kasus pembunuhan Medelin Sumual di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim)? Pelaku pembunuhan bernama Muhamad Munawir.

Ia diputus harus membayar denda sebesar Rp1.898.000.000. Putusan tersebut dikeluarkan oleh Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat.

Dalam pemberitaan VOI sebelumnya dikatakan bahwa Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat mempertimbangkan berbagai hal. Di antaranya adalah tuntutan keluarga korban, kerawanan sosial pasca kejadian yang berpotensi instabilitas di Kutai Barat. Selain itu perimbangan juga merujuk pada upaya menjaga situasi tetap damai dan kondusif serta menghindari kejadian semacam ini berulang.

Pertimbangan juga didasarkan pada upaya menciptakan persatuan dan kesatuan, serta terjalinnya rasa persaudaraan yang berdasarkan rasa saling menghormati dan saling menghargai antar sesama di Kutai Barat sekaligus upaya menghilangkan rasa permusuhan, dan dendam fitnah di tengah masyarakat.

“Memutuskan Saudara Muhamad Munawir dinyatakan bersalah telah menghilangkan nyawa/membunuh saudari Medelin Sumual. Melanggar hukum adat Bolitn Mate Namar Umar. Dikenakan sanksi adat sebesar 4120 Antakng atau sebesar Rp1.648.000.000 dan menanggung biaya acara adat kematian Paramp Api dan Kenyau Etus Askng sebesar Rp250 juta,” demikian cuplikan putusan sanksi adat.

Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat memberikan tenggat waktu kepada Munawir  paling lama enam bulan.

“Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan yakni 4 Agustus 2021 , denda adat Rp 1.898.000.000 tidak dapat dipenuhi/dibayar maka segera berkoordinasi  dengan lembaga Adat besar Kabupaten Kutai Barat untuk membicarakan hal-hal berkaitan pembayaran denda.”

Selain informasi terkait contoh kasus pelanggaran hukum adat beserta sanksinya, dapatkan informasi dan berita nasional maupun internasional lainnya melalui VOI.