Sejarah Gunung Latimojong dan Cerita Legenda dari Puncak Rante Mario
Sejarah Gunung Latimojong (Gambar Indonesia Kaya)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Sejarah Gunung Latimojong tentunya cukup asing, jika kita bukan asli penduduk dari pulau Sulawesi, oleh karenanya kali ini kita akan mebahasnya di sini, simak selengkapnya, ya!

Pasalnya, Gunung Latimojong adalah gunung tertinggi di Sulawesi Selatan, tingginya mencapai 3.430 mdpl. Bahkan gunung ini juga merupakan gunung tertinggi di Sulawesi.

Gunung Latimojong terbentang di empat kabupaten dari selatan sampai utara, gunung ini di bagian barat berada di Kabupaten Enrekang, sebelah timur ada di Kabupaten Luwu sampai ke Teluk Bone, sebelah utara di Kabupaten Tana Toraja, dan di sebelah Selatan di Kabupaten Sidrap.

Gunung Latimojong ini yang jadi kebanggaan masyarakat Sulawesi, ialah Gunung yang tidak aktif. Serta jadi Gunung paling tinggi ke 5 di Indonesia.

Gunung Latimojong mempunyai 7 puncak, ataupun yang biasa di sebut selaku pegunungan dengan badan-badan gunung yang silih berhimpit serta membentuk formasi yang sangat unik.

Tidak berlebihan Bila Gunung Latimojong ini di sebut selaku “Big Mountain“ sebab mempunyai 7 puncak.

Puncak-puncak tersebut adalah:

Buntu Rante Mario (3.430 mdpl)

Buntu Nenemori (3.097 mdpl)

Buntu Bajaja (2.700 mdpl)

Buntu Rante Kambola (3.083 mdpl)

Buntu Latimojong (2.800 mdpl)

Buntu Sinaji (2.430 mdpl)

Buntu Sikolong (2.754 mdpl)

Menurut kepercayaan angka 7 ialah angka yang eksotis, semacam halnya Gunung Latimojong ini yang memiliki panorama alam yang eksotis.

Sejarah Gunung Latimojong

Bagi Kepercayaan warga sekitar, konon di pegunungan ini ialah asal-usul nenek moyang orang-orang dari Enrekang, Toraja, Luwu, serta Bone.

Kepercayaan ini bersumber dari sejarah dan legenda setempat yang didominasi oleh Suku Duri, suku ini berbicara memakai bahasa Duri. Penduduknya mendiami daerah wilayah Baraka sampai Karangan pada jalan pendakian Gunung Latimojong, dan penduduknya mayoritas bermata pencaharian jadi petani Kopi.

Cerita Rakyat Suku Duri Tentang Sejarah Puncak Rante Mario di Gunung Latimojong

Dikisahkan pada jaman dulu di puncak rante Mario di Gunung Latimojong sempat hidup seorang nenek serta cucunya bernama Mori.

Sudah jadi Kerutinan yang harus dilakuakan buat melakukan kehidupannya Nenek Mori ini wajib mencari hewan hutan yang tidak lain merupakan Anoa.

tidak hanya mencari Nenek Mori pula menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam buat penuhi kebutuhan konsumsi tiap hari. Nenek Mori ini memiliki kelebihan yakni memiliki indra ke 6 yang dapat berhubungan dengan mahkluk halus.

Warga juga yakin kalau nenek Mori kerap berburu ditemani oleh makhluk halus ini pada sesuatu tempat yang terletak di atas gunung. Nenek Mori memiliki hewan peliharaan yakni kerbau yang berwarna putih, kerbau ini di beri tanda di bagian telinganya.

Apabila sang kerbau ini tiba-tiba berlari turun dari gunung seakan ada yang mengejarnya, maka akan jadi tanda daerah sekitar bakal mengalami turun hujan.

Tidak hanya itu ada yang special di kehidupan Nenek Mori, pada saat nenek Mori berburu hewan di hutan tetapi dia tidak berburu seperti masyarakat pada biasanya.

Nenek Mori berburu hewan buruannya tidak memakai senjata, tetapi memakai Kidung ataupun tembang/lagu buat menarik hewan buruan nya.

Nenek Mori memulai perburuannya di Sebuah batu besar yang terletak di puncak gunung dengan lantunan kidung.

Dengan suara kidung yang terbawa angin serta menggema memantul ke dinding-dinding gunung dan lembah yang terletak di dasar gunung, mengalun seakan mengajak yang terdengar semacam kidung persahabatan.

Dengan lantunan Kidung ini maka Anoa-anoa yang jadi buruannya kan tiba sendiri menhampiri nenek Mori.

Anoa–anoa yang mendatangi nenek Mori jumlahnya cukup banyak sehingga Nenek Mori cuma tinggal memilah Anoa mana yang hendak jadi santapan nya.

Sampai tiba waktu Nenek Mori merasa hidupnya di dunia telah tinggal sebentar lagi, sehingga dia berpesan pada si cucu Mori.

Pesan yang di sampaikan nenek ke pada Mori yakni apabila di saat Mori ingin berburu di dekat batu yang biasa neneknya itu berburu, maka Mori wajib berteriak, hingga daging-daging anoa juga bakal ada di tempatnya.

Tetapi apabila pesan dari neneknya ini dilanggar oleh Mori, maka neneknya ini bakal meninggalkan Mori buat selamanya.

Mori juga mendengarkan dengan seksama pesan yang ucapkan oleh neneknya serta berjanji bakal mematuhinya.

Semakin lama semakin dibuat penasaran oleh pesan yang disampaikan neneknya Mori, kesimpulannya Mori mendatangi batu besar tersebut secara diam-diam.

Mori juga berharap bisa berjumpa dengan neneknya kembali serta Mori juga berteriak memanggil neneknya.

Tetapi Janji yang sudah diucapakn dilanggar oleh Mori, tali kesepakatan juga terputus, Nenek Mori juga menghilang.

Sampai saat ini masyarakat masih yakin kalau Mori masih kerap mendatangi Gunung ini, tetapi sudah tidak terdengar lagi lantunan kidung yang dinyanyikan oleh nenek Mori dan daging anoa yang tersaji di batu besar juga ikut menghilang.

Puncak Rante Mario yang terletak di puncak Gunung Latimojong memliki 2 suku kata yang terdiri dari kata Rante yang berarti Daratan luas/lapangan.

Sebaliknya kata Mario berarti bahagia/senang. jadi kata rante mario berarti daratan kebahagiaan yang terletak di puncak.

Seperti itu sekelumit cerita dari puncak Nene Mori (Nenek Mori) mudah-mudahan dapat menambah ilmu pengetahuan kita tentang sebuah sejarah dan legenda.

Selain itu ada kisah menyeramkan di Gunung Latimojong, baca: “Dari Hantu Poppo jadi Gunung Terangker di Sulawesi Selatan”.

Jadi setelah mengetahui sejarah Gunung Latimojong, simak berita menarik lainnya di VOI.ID, saatnya merevolusi pemberitaan!