Bagikan:

YOGYAKARTA - Pawai ogoh-ogoh merupakan salah satu prosesi dalam Hari Raya Nyepi di Bali. Umat Hindu di Pulau Dewata tersebut akan menggelar pengerupukan atau arak-arakan ogoh-ogoh pada satu hari sebelum Nyepi. Setelah dibawa keliling desa, patung ogoh-ogoh ini kemudian dibakar. 

Hari Raya Nyepi tahun ini jatuh pada Senin 11 Maret 2024. Umat Hindu di tanah air melaksanakan berbagai ritual mulai dari sebelum hari perayaan Nyepi. Salah satu ritual yang menarik adalah pawai ogoh-ogoh yang kemudian dibakar. 

Patung ogoh-ogoh yang diarak keliling kampung berbentuk bhuta kala raksasa. Arak-arakan dilakukan dengan iringan suara gamelan dan obor. Ritual pembakaran ogoh-ogoh ini memiliki makna yang mendalam bagi umat Hindu. 

Makna Ritual Pembakaran Ogoh-Ogoh saat Nyepi

Pengerupukan atau pawai ogoh-ogoh memiliki makna sebagai pengusir Bhuta Kala dari rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Ogoh-ogoh berbentuk patung Bhuta raksasa ini merupakan manifestasi sifat buruk bagi kepercayaan Hindu Nusantara. 

Patung ogoh-ogoh divisualisasikan dalam bentuk raksasa bertubuh besar, wajah seram, dan memiliki kuku panjang. Ogoh-ogoh ini dibakar sebagai simbol untuk memusnahkan Bhuta Kala perlambang segala bentuk kejahatan di bumi dan sifat buruk manusia. 

Konon sosok Bhuta Kala ini bermula karena Bhatara siwa mengutus 4 putranya, yaitu Sang Korsika, Sang Garga, Sang Maitri, dan Sang Kurusya untuk menciptakan alam semesta. Namun mereka gagal melaksanakan tugasnya sehingga Bhatara Siwa murka. Bhatara Siwa kemudian mengutuk anak-anaknya menjadi Bhuta Kala. 

Peleburan sifat jahat dan keburukan ini juga menjadi refleksi bagi manusia. Saat ogoh-ogoh dibakar, maka kita manusia juga harus membakar atau memusnahkan segala keburukan di dalam hati dan pikiran. 

Ritual pengerupukan bisa disebut sebagai upaya menetralisir atau membersihkan keburukan sebelum umat Hindu merayakan Hari Nyepi. Pada saat Hari Raya Nyepi umat Hindu akan berdiam diri di rumah dengan keheningan dan menjalani Catur Brata Penyepian. 

Prosesi Pembakaran Ogoh-Ogoh di Bali

Pembakaran ogoh-ogoh menjadi salah satu ritual wajib umat Hindu saat Hari Raya Nyepi. Sebelum melakukan arak-arakan ogoh-ogoh, prosesi diawali dengan upacara Tawur Agung Kesanga. Lalu pawai ogoh-ogoh baru dilaksanakan pada sore harinya atau sandhyakala hingga malam hari usai melakukan upacara Mecaru di tempat tinggal. 

Pawai ogoh-ogoh atau pengerupukan biasanya dilakukan oleh para pemuda-pemudi dari setiap Sekaa Teruna Teruni (STT) masing-masing banjar adat. Patung ogoh-ogoh diarak mengelilingi desa dibarengi dengan iringan gamelan. Selain itu, peserta juga akan membawa obor mengiringi pawai ogoh-ogoh.

Sejarah Ritual Pawai Ogoh-Ogoh

Pawai ogoh-ogoh merupakan ritual turun-temurun di kalangan umat Hindu nusantara yang sudah dilakukan sejak lama. Dilansir dari situs resmi Desa Sangeh, Kabupaten Bandung, arak-arakan ogoh-ogoh baru meluas sebagai rangkaian perayaan Nyepi di Bali sejak tahun 1980-an. 

Sejak saat ini, umat Hindu di Denpasar mulai membuat ogoh-ogoh untuk diarak keliling kampung. Tradisi ini kemudian semakin meluas ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam acara Pesta Kesenian Bali XII. 

Pada awalnya ogoh-ogoh ini hanya dibuat dari kerangka kayu dan bambu yang dilapisi dengan kertas. Seiring berjalannya waktu, masyarakat setempat semakin kreatif dalam pembuatan ogoh-ogoh mengikuti perkembangan zaman. Patung ogoh-ogoh kemudian dibuat dengan kerangka besi dan bambu yang dianyam serta dibungkus pakai styrofoam. 

Demikianlah ulasan mengenai ritual pembakaran ogoh-ogoh dan maknanya. Selain memiliki makna khusus bagi umat Hindu, ritual pawai ogoh-ogoh ini juga menjadi daya tarik tersendiri di mata para wisatawan yang berkunjung ke Bali. Baca juga Polda Bali fokuskan pengamanan pawai ogoh-ogoh.

Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI. Kami menghadirkan kabar terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.