Bagikan:

YOGYAKARTA – Kalau Anda seharian duduk saat bekerja, penting untuk mengenali penjelasan berikut ini. Secara medis, disebut gluteal tendinopathy atau efek dari duduk terlalu lama sehingga merasakan bokong mati rasa. Populer disebut sindrom bokong mati. Menurut Evan Johnson, DPT., direktur Terapi Fisik Rawat Jalan Och Spine Care, New York-Presbyterian, New York City, istilah sindrom bokong mati atau gluteal amnesia, sebenarnya tidak menggambarkan otot bokong yang melemah karena kebanyakan duduk.

“Kelemahan dan penghambatan gluteus medius dan otot gluteus lainnya adalah temuan umum dan dapat menyebabkan banyak kondisi yang menyakitkan,” tambah Johnson. Biasanya penyebab utama terjadinya dead butt syndrome adalah kurang berolahraga. Tetapi ketika Anda duduk berjam-jam di tempat kerja lalu pulang ke rumah duduk lagi untuk makan, nonton televisi, dan aktivitas lain, maka otot bokong cenderung malas.

sindrom bokong mati rasa atau gluteal tendinopathy disebabkan duduk terlalu lama
Ilustrasi sindrom bokong mati rasa atau gluteal tendinopathy disebabkan duduk terlalu lama (Freepik)

Ada tiga otot yang membentuk kelompok otot gluteus, jelas Johnson. Yang terbesar adalah otot gluteus maximus, yang biasa disebut bokong, otot tempat menumpu saat Anda duduk. Dua otot gluteus lainnya adalah otot gluteus medius dan minimus. Otot gluteus adalah sekelompok otot yang bertanggung jawab untuk ekstensi pinggul saat Anda memanjangkan bagian depan pinggul, seperti saat berjalan dan abduksi pinggul saat Anda menggerakkan kaki ke samping. Ketiga otot ini penting untuk stabilitas panggul dan keselarasan ekstremitas bawah pada paha dan tungkai.

“Kelemahan otot-otot ini mungkin terjadi karena gaya hidup yang tidak banyak bergerak dan mungkin berkontribusi pada pola gerakan yang kurang ideal, sehingga memberikan tekanan pada pinggul dan tulang belakang,” kata Johnson.

sindrom bokong mati rasa atau gluteal tendinopathy disebabkan duduk terlalu lama
Ilustrasi sindrom bokong mati rasa atau gluteal tendinopathy disebabkan duduk terlalu lama (Freepik/master1305)

Risiko lain yang dialami adalah ketegangan pada fleksor pinggul. Ini dapat mengakibatkan penghambatan dan kelemahan otot gluteus maximus seiring berjalannya waktu. Karena fleksor pinggul kencang, ekstensor pinggul atau gluteus maximus harus bekerja lebih keras mencapai ekstensi pinggul.

Tendinopati gluteal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri pinggul lateral (samping) yang kronis, catat ulasan yang diterbitkan dalam Orthopaedic Journal of Sports Medicine. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat menyebabkan nyeri pinggul yang melemahkan. Siddharth Tambar, MD, seorang ahli reumatologi yang tinggal di Chicago, mengatakan orang yang terkena tendinopati gluteal biasanya datang dengan nyeri di pinggul atau merasa lebih lelah yang mungkin membuat mereka mengira mereka mengalami saraf terjepit.

Sindrom bokong mati rasa juga menyebabkan rasa sakit saat berjalan dan menaiki tangga. Selain itu, kalau Anda juga merasakan nyeri pada pinggul saat berbaring miring, juga bisa disebabkan gluteal tendinopathy. Biasanya, anak muda atau Anda yang masih produktif bekerja dan seimbang bergerak serta rutin olahraga jarang mengalami sindrom bokong mati. Sindrom ini sering menyerang orang-orang yang mobilitasnya minim. Mereka yang sakit, cedera, dan pemulihan setelah operasi, juga bisa mengalami dead butt syndrome. Anehnya, atlet lari juga bisa mengalaminya.

Jelas Johnson dilansir EverydayHealth, Senin, 26 Februari, berlari membutuhkan pendaratan dengan satu kaki berulang kali menggunakan kekuatan besar yang diberikan pada pinggul. Kekuatannya mencapai 3 hingga 6 kali berat badan Anda. Jika seorang pelari tidak memiliki keseimbangan otot, mekanika kaki, dan tungkai buruk, mereka akan memberikan tekanan berlebihan pada otot gluteus medius dan jika tidak dilatih secara tepat, bisa mengalami robekan kecil pada muskulotendinosa.

Melalui sekian risiko ketika mengalami sindrom bokong mati atau dead butt syndrome di atas, tidak ada cara mencegah paling jitu selain lebih banyak bergerak dan ambil jeda waktu untuk berjalan ketika bekerja dengan posisi duduk. Jika mengalaminya, pelayanan medis akan memastikan diagnosa dengan MRI atau USG. Perawatan biasanya melibatkan suntikan kortikosteroid, olahraga, terapi gelombang kejut, dan pembedahan.