YOGYAKARTA – Banyak orang berasumsi anak yang melakukan bullying adalah anak nakal. Namun terkadang mereka yang melakukan bullying ingin menyesuaikan diri dengan sekelompok anak lainnya yang melakukan intimidasi, jelas Jamie Howard, Ph.D., direktur program Stres and Resilience Program di Child Mind Institute. Anak-anak yang membutuhkan perhatian dan bersikap asertif, ternyata juga bisa saja melakukan kekerasan kepada teman sebayanya. Itu karena mereka semua tidak memahami bagaimana tindakan dan perkataannya berdampak pada anak-anak lain.
Jika sebagai orang tua mendengar anaknya menjadi pelaku bullying, penting untuk mulai membuka pembicaraan. Bersikaplah terbuka namun lugas. Beri anak Anda ruang untuk menjelaskan yang terjadi dan bagaimana perasaannya mengenai hal tersebut. Jika masih belum jelas dari mana perilaku bullying ini berasal, ahli kesehatan mental dapat membantu mencari tahu. Berikut yang perlu dilakukan ortu saat anaknya menjadi pelaku bullying.
1. Komunikasikan
Jika Anda mendengar guru atau orang tua lain melaporkan anak Anda melakukan intimidasi, hal pertama yang harus dilakukan adalah berbicara dengan anak Anda tentang situasi tersebut. Bersikaplah lugas mengenai masalahnya, namun jelaskan bahwa Anda terbuka untuk mendengarkan cerita dari sisi anak Anda. Misalnya mengatakan “Saya mendapat telepon dari sekolah hari ini, dan guru mengindikasikan bahwa Anda terlibat dalam penindasan. Saya sangat prihatin dengan hal ini, dan kita perlu membicarakannya. Tolong beritahu saya apa yang terjadi”.
Bicarakan situasi dengan anak Anda dapat membantu Anda memahami mengapa sikap agresi terjadi. Anak pelaku bullying mungkin tidak dapat menjelaskan mengapa mereka bertingkah. Terutama pada anak kecil dan mereka yang berjuang dengan kecemasan, trauma, atau masalah kesehatan mental lainnya. Jika kesulitan memahami penyebab anak Anda bertingkah laku buruk, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater anak yang memiliki banyak pengalaman mengevaluasi perilaku anak.
2. Mencari Solusi
Setelah menyelidiki akar masalah dengan membuka percakapan dan mendengarkan dari sisi anak pelaku bullying, sesuaikan respons terhadap tantangan yang dihadapi anak. Diskusikan skenario yang mungkin sulit ditangani. Bimbing mereka melalui respons yang tepat.
“Miliki banyak solusi berbeda untuk berbagai masalah yang mungkin muncul, dan berikan contoh jelas tentang bagaimana Anda mengharapkan anak Anda merespons. Bingkai situasi sebagai teman daripada memberikan larangan. Karena anak-anak akan merespons lebih baik ketika diberi tahu apa yang harus dilakukan daripada apa yang tidak boleh dilakukan,” jelas Dr. Howard.
3. Dorong anak mengambil sudut pandang orang yang mengalami bully
Mengambil sudut pandang berbeda, menjadi cara lain dalam menghadapinya. Tanyakan kepada anak Anda, bagaimana rasa sedih dan tersisih bagi seorang yang mengalami bullying.
Penting dipahami, anak-anak yang mengalami interaksi agresif atau tidak baik di rumah, kemungkinan besar akan mengulangi perilaku tersebut di sekolah. Maka penting bagi ortu mempertimbangkan cara bersikap yang diteladani anak-anaknya. Pesan psikolog klinis Kristin Carothers, Ph.D., penting untuk mulai membina lingkungan rumah yang positif di mana anggota keluarga memperlakukan satu sama lain dengan baik dan hormat.
4. Beri konsekuensi
Hukuman bagi pelaku bullying memang efektif, namun harus bermakna dan cakupannya terbatas. Misalnya, jika anak melakukan bullying di media sosial atau interaksi daring lainnya, ambil alih hak untuk mengakses gawai dan memakai internet. Dalam kasus pelanggaran yang sangat berat, cabut hak istimewa tersebut di masa mendatang, dan carilah bantuan terapis.
“Jika Anda menghapus hak istimewa mengakses gawai dan internet terlalu lama, hak tersebut mungkin kehilangan validitasnya. Pastikan konsekuensi memiliki jangka waktu sampai hukuman tersebut berefek besar.” kata Dr. Carothers.
5. Perbaiki
Saat memberikan konsekuensi atau ‘hukuman’, jelaskan bahwa mereka melakukan kesalahan yang perlu diperbaiki. Perbaikan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya permintaan maaf atau lainnya.
6. Pantau situasinya
Jika ada wali murid lain yang melaporkan pada Anda soal bullying, segera beri tahu guru mereka. Minta guru untuk mewaspadai perilaku bermasalah. Tindak lanjuti dengan guru secara teratur dan berikan banyak pujian ketika anak Anda menjadi teman yang baik. Jika anak melakukan bullying melalui internet, periksa secara rutin untuk memastikan mereka menggunakan media sosial dengan cara baik. Bersikaplah terbuka dengan hal ini dan beri tahu anak bahwa Anda memantau seluruh aktivitas mereka di internet dan mereka harus bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan.
7. Mencari pertolongan
Kalau seorang anak melakukan perilaku bullying, bangun pertemanan dengannya. Lakukan evaluasi secara berjangka. Apabila perilakunya tak kunjung berubah, lakukan evaluasi kesehatan mental dan cari bantuan terapis untuk mengatasi masalah yang mendasarinya.
BACA JUGA:
8. Tetap berkomunikasi secara terbuka
Dalam beberapa hal, tindakan yang dapat diambil adalah dengan membangun komunikasi secara terbuka dengan anak Anda. Komunikasikan tentang kehidupan merkea sehari-hari sehingga lebih baik dalam mengenali tanda-tanda melakukan bullying.
Carothers merekomendasikan untuk menanyakan beberapa pertanyaan terbuka kepada anak Anda setiap hari. Misalnya, tanyakan soal rencana kegiatan hari ini, minta anak cerita tentang apa yang telah mereka lakukan dan apa yang mereka sukai atau tidak sukai.
Pada intinya, untuk mencegah anak melakukan bullying, orang tua harus hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Anak-anak harus mendapatkan cukup kasih sayang, perhatian dari ortu, dan merasa didengarkan terkait apa yang terjadi dengan mereka.