JAKARTA - Aktor Christian Sugiono kembali beradu akting dengan Luna Maya di salah satu film horor garapan rumah produksi Hitmaker Studios yang berjudul Panggonan Wingit. Dalam film ini sendiri Christian Sugiono atau yang akrab dipanggil Tian ini berperan sebagai Ardo yang merupakan seorang wartawan di sebuah media di Semarang yang ditugaskan untuk meliput sebuah kejadian misterius di salah satu hotel di kota tersebut.
Lucunya ketika sedang menjalani tugasnya tersebut, Ardo secara tidak sengaja bertemu kembali dengan mantan kekasihnya, Raina, yang diperankan oleh Luna Maya.
“Jadi di film Panggonan Wingit ini aku berperan sebagai seorang wartawan namanya Ardo. Nah, Ardo ini kebetulan juga dia adalah mantannya dari Raina yang diperankan oleh Luna. Nah, di Semarang terjadi sebuah pembunuhan di sebuah hotel misteri gitu ya Ardo ditugaskan sama kantornya untuk ke Semarang untuk investigasi dan membuat liputan mengenai kasus inilah, yang kemudian dia bertemu dengan Raina nggak sengaja di hotel itu karena Hotel itu adalah milik keluarganya si Raina jadi kemudian ketemu lagi,” ujar Christian Sugiono di kantor VOI, Tanah Abang, Jakarta Pusat, belum lama ini.
Tian menjelaskan bahwa perannya menjadi seorang wartawan bukanlah untuk yang pertama kalinya, namun sebelumnya ia sudah pernah memainkan karakter ini beberapa tahun silam oleh karena itu ia sudah memiliki sedikit pengalaman terkait karakternya ini.
Namun meski begitu, Tian menjelaskan bahwa setting waktu film ini yang mengambil setting tahun 80-an akhir dan 90-an awal membuat ia harus ada sedikit penyesuaian, di mana pada zaman itu, wartawan masih menggunakan peralatannya dengan secara manual.
“Kebetulan ini bukan film pertama aku yang aku berperan sebagai wartawan, jadi ada beberapa film sebelumnya sudah pernah, dulu sekali, dan aku pun juga ada pernah kerja juga di kantor majalah, zaman dulu gitu, jadi aku kurang lebih tahu gimana jurnalis, gimana wartawan, gimana kantor media itu ooperat,” sambung Tian.
“Mungkin yang lebih aku sesuaikan di film ini, di karakter Ardo itu adalah bahwa film ini settingannya tahun 80-an akhir, 90-an awal di mana seorang wartawan pada saat itu tidak menggunakan gadget, tapi lebih menggunakan notebook, pulpen untuk mencatat atau ketika lagi berbicara dengan polisi atau menginvestigasi sesuatu, jadi dia sambil melihat sambil ngobrol tapi tangannya sambil nyatet. Jadi mungkin lebih penyesuaian di hal-hal seperti itu,” tuturnya.
Suami dari Titi Kamal ini sangat mengapresiasi kerja keras dari para tim produksi yang masih bisa menemukan rumah-rumah tradisional tersebut demi kelancaran film terbarunya tersebut.
"Jadi tim kita cari lokasi yang ada rumah seperti itu, dan itu aku cukup amaze maksudnya, 'Oh ternyata masih ada yang belum ada listriknya', tapi di sisi lain kita mengapresiasi set artistik, 'Oh rumah ini bagus', gitu," tutur Tian.
Tian menjelaskan bahwa di desa itu masih memiliki kondisi rumah tradisional yang sangat otentik layaknya rumah-rumah pedesaan di Indonesia pada umumnya.
"Tapi ya menurut aku unik sekali itu bagus di sebuah pedesaan yang masih otentik jadi itu di rumah desa yg asli," ujar Christian Sugiono.
"Tapi ya menurut aku unik sekali itu bagus di sebuah pedesaan yang masih otentik jadi itu di rumah desa yg asli," ujar Christian Sugiono di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa, 14 November.
Bukan hanya itu, Tian merasa kagum karena ternyata di desa itu masih ada rumah yang belum memiliki listrik. Bahkan ia menjelaskan bahwa orang-orang di sana masih memasak dengan cara yang tradisional yaitu dengan kayu bakar.
"Yang mungkin aku bisa bilang itu ada 1, 2 rumah yang gak ada listrik nya, yang belum ada listrik, yang org masak masih pakai kayu bakar, dan itu asli, dan itu gak di set sama tim kita," sambung Christian Sugiono.
Bukan hanya itu, Tian merasa kagum karena ternyata di desa itu masih ada rumah yang belum memiliki listrik. Bahkan ia menjelaskan bahwa orang-orang di sana masih memasak dengan cara yang tradisional yaitu dengan kayu bakar.
Proses syuting ini sebagian besar dilakukan di Kota Semarang tepatnya di salah satu desa bernama Desa Kopeng, Jawa Tengah. Christian Sugiono berkesempatan untuk tinggal di sana selama 1,5 bulan. Dia mengaku jatuh cinta dengan Kota Semarang. Biasanya Tian, panggilan akrabnya hanya berkunjung sehari saja ke Semarang karena pekerjaan.
"Aku cerita bahwa aku jatuh cinta sama Kota Semarang. Aku 10-15 tahun ke Semarang biasanya cuma sehari kerja, terus pulang. Punya kesempatan untuk syuting, aku bisa bilang bahwa jatuh cinta," jelas Tian.
"Makan lumpia sudah standar, mencoba nasi goreng babat, soto bongkoran, enak dan tempat nongkrong kalau mau dengar musik juga ada lengkap, kenapa gue jadi kayak gubernur Semarang ya?" tuturnya.
BACA JUGA:
Christian Sugiono sudah beberapa kali bermain di film dengan genre horor seperti Sabrina dan Rumah Kentang, Tian masih harus belajar mengolah emosinya ketika beradegan. Tak jarang, pada proses syuting, Tian mencoba mengingat kembali hal-hal yang membuatnya takut untuk memerankan adegan Ardo tersebut.
“Itu salah satu cara pemain untuk misalnya di adegan-adegan tertentu kita membutuhkan emosi-emosi tertentu. Misalnya melihat setan gitu, dia harus takut tapi bukan takut yang (berteriak) pasti akan beda gitu, nah kebetulan kan aku nggak pernah lihat setan jadi aku enggak bisa tahu gimana seharusnya kan kalau ngeliat setan," paparnya.
Untuk mendapatkan rasa takut, Tian mengingat trauma yang pernah dirasakannya. Emosi-emosi yang dihadirkan Tian dalam film diupayakan senatural mungkin.
"At least, aku sebagai pemain tapi sebagai pemain harus bisa mempunyai bank emosi yang banyak jadi aku bisa mencoba untuk, ‘Oke rasa takut seperti apa yang mau aku keluarkan?’. Nah itu aku coba recall, misalnya waktu itu aku takut melihat tikus, gua lihat tikus bisa teriak, bisa kabur gitu ya, contoh lah contoh. Maksudnya seperti itu, jadi gua bisa mencoba mengingat kembali waktu itu gua takut ngelihat apa atau merasakan apa. Nah itu emosi mau coba dirasakan kembali dan nanti dikeluarkan seperti itu sih caranya,” jelas Tian.
CRISTIAN SUGIONO MENJAGA EKSISTENSI
Bukan hanya pengolahan emosi, dalam film horor ketiganya Christian Sugiono ini, ia juga melakukan pengolahan fisik juga untuk beberapa adegan. Apalagi Tian mengaku bahwa ada beberapa adegan yang mengharuskan ia melakukan adegan fisik sekaligus melakukan dialog yang menurut ia menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk dilakukan pada film Panggonan Wingit ini.
“Memang kalau kita shooting horor apalagi Hitmakers, ceritanya kan ada adventure-nya, ada action-nya gitu ya itu memang dituntut secara fisik untuk lebih. Apalagi ketika harus melakukan adegan action plus dialog, wah itu susah lah, emang harus latihan berkali-kali gitu dan memang di film ini porsinya cukup banyak dan syutingnya juga cukup capek,” imbuhnya.
Oleh karena itu, pria berusia 42 tahun ini sangat menjaga kondisi fisiknya ketika sedang melakukan proses syuting. Pemanasan menjadi salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh Christian Sugiono sebelum memulai adegan aksi di film ini, karena ia tidak ingin semua proses syuting menjadi tertunda karena masalah ketidaksiapan kondisi fisik.
"Ya tentunya yang pasti menjaga fisik, apalagi kalau misalnya kita tahu besok kan kita syuting, syuting ya aku istirahatnya cukup dan sebelum melakukan adegan action itu ya stretching atau pemanasan dulu supaya nggak kaget, apalagi misalnya adegan action-nya kita butuh kayak loncat atau jatoh atau segala macam ya supaya nggak tiba-tiba kram gitu ya, nanti kalau kram pemain enggak bisa syuting dulu, syutingnya jadi tertunda,” kata Tian.
Untungnya kehati-hatian pemain dari film Bumi Manusia ini didukung dengan peralatan serta tim pemain pengganti yang memuaskan dan mampu memberikan contoh kepadanya untuk melakukan adegan-adegan aksi dengan lebih aman, santai, namun tetap terlihat nyata dan senatural mungkin di depan kamera.
“Dan juga memang ketika syuting di lapangan kita di equip dengan pengamanan yang safety, yang sangat-sangat bagus sekali lah dari tim stunt-nya gitu. Jadi emang ada satu tim khusus untuk menggarap stunt-nya di mana kita sebagai pemain sebelumnya latihan dulu, mereka mencontohkan kurang lebih nanti jatuhnya seperti ini, pukulnya di sini, atau mentalnya ke mana, kita lihat dia praktekan, kemudian aku lihat, nanti aku ulang lagi dengan pelan dan dilatih terus sehingga sampai udah siap baru kita syuting, seperti itu,” pungkasnya.
Christian Sugiono terakhir bermain di film horor adalah ketika bermain di film Rumah Kentang pada tahun 2019. Setelah itu, selama kurang lebih 4 tahun, Tian lebih menyibukkan diri untuk bekerja di belakang layar sebagai seorang pebisnis. Kembali lagi bermain film, Tian mengaku cukup merasa senang karena akhirnya bisa kembali merasakan mengerjakan sebuah projek besar yaitu syuting film.
“Oh tentunya happy ya, happy. Tapi ya aku nggak lupa lah caranya syuting gitu, karena ketika nggak main film pun aku tetap syuting iklan, tetap syuting segala macamnya. Tapi ketika kita mendapatkan project film yang seperti ini sebulan itu rasanya happy, karena ya syuting film nih gitu udah gitu sama Pak Rocky, juga sama Luna lagi, sama teman-teman, sama krunya jadi kayak kita ketemu lagi di tim yang kurang lebih sama dan kita menggarap sebuah project baru. Excited, seru dan nggak terlalu kayak merasa, ‘Oh kagok’ atau apa, nggak sih justru kayak fun, kayak, ‘Wah kita shooting lagi nih’, rasanya seperti itu sih,” jelas Tian.
Meski sudah bertahun-tahun berkecimpung di dunia akting, Tian menuturkan bahwa dunia akting bukan menjadi hal utama yang harus ia lakukan di entertainment. Ia tidak pernah menargetkan dirinya sendiri untuk bisa bermain sejumlah film dalam satu tahun, ia saat ini malah ingin lebih santai dalam mengambil proyek film sesuai dengan tawaran yang datang kepadanya saja.
“Karena aku memang secara umum in general aku juga nggak terlalu pursue di entertainment Seperti apa target sekian film setahun atau apa gitu ya aku lebih santai dalam artian Oh ada tawaran film masuk, aku baca oh kalau bagus yuk kita syuting, kalau misalkan enggak ya berarti ya enggak dulu seperti itu aja sih,” ungkap Tian.
Memilih jalan hidup untuk lebih santai terhadap karir tidak membuat pria dengan tinggi 187 cm ini merasa tersaingi dengan aktor-aktor muda berbakat yang setiap waktu terus bermunculan. Menurut Tian sendiri, hal seperti ini sudah pasti akan terjadi dan sudah diprediksi oleh dirinya sendiri karena Tian pun sudah merasakan itu di mana ia menggantikan para aktor-aktor yang lebih dulu darinya.
“Nggak sih. Nggak sama sekali, karena aku sudah tahu ketika aku main film di tahun 2000-an itu aku sudah tahu kayak, ‘This is my time’ waktu itu gue dapat peran seperti itu banyak segala macam, gue sikat aja semua, karena gue tahu semua akan ada waktunya selesai akan digantikan dengan generasi muda. Karena pada saat tahun 2000-an itu aku pun menggantikan generasi di atas aku, jadi kan rodanya jalan terus ya ketika lu berada di gerbongnya ya elu naik saja, ketika elu ya sudah waktunya turun, selesai, ya turun aja,” beber Tian.
Oleh karena itu, Tian memiliki cara tersendiri untuk menjaga eksistensinya di dunia hiburan yaitu dengan relevan kepada diri sendiri. Ia menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan relevan adalah sadar diri kalau kini ia sudah tidak sedang di masa kejayaannya lagi, ia sudah berkeluarga, sudah memiliki dua orang anak dan juga keluarga. Melihat hal ini, Tian harus menyesuaikan posisinya sebagai pria berkeluarga untuk tetap bisa ‘berada’ di dunia hiburan.
“Untuk menjaga eksistensi, standar nya aja, being relevan aja dalam artian ya salah satunya ini kan ikut proyek film, ikut proyek apapun supaya istilahnya tampil dan orang bisa lihat ya, tapi buat aku yang penting buat aku adalah being relevant in my age. Kadang ada orang-orang ya sudah seumur gue yang pengen being relevannya ke bawah, pengen ikut-ikut yang muda, yang kayak anak muda, which is nggak apa-apa, tapi gue nggak bisa kayak gitu, jadi gue harus being relevan,” jelasnya.
“Kalau gue sudah menjadi seorang ayah dengan dua orang anak, umur gue udah 40-an ya gue pasti akan beda dengan Christian di tahun ketika gue umur 20-an, belum menikah, dan belum punya anak. Gue bisa membuat gue kayak dulu lagi, oh begini, begini, pasti aneh," kata Tian.
"Jadi gue just being myself, just being relevan, gue sudah punya anak, misalkan gue muncul di YouTube atau apa ya as a parents, ya gue cerita soal parenting, gue senang cerita tentang anak gue, gue menghantar anak gue latihan sepakbola nanti divlog-in atau apa, ya itulah gue yang sekarang untuk menjaga eksistensi bahwa Christian yang kalian tahu sudah going, sudah punya anak, sudah jadi bapak-bapak,” sambung Tian.
Selain itu, memiliki keinginan untuk belajar dengan generasi yang lebih muda dengannya juga menjadi salah satu cara Christian Sugiono untuk selalu bisa menyesuaikan diri agar di setiap projek yang sedang dilakukan bersama mereka bisa berada di level yang sama untuk saling menyesuaikan diri satu sama lain.
“Belajar sama anak-anak muda lebih ke ini kali ya mereka punya bahasa-bahasa tertentu yang diucapkan atau istilah-istilah atau jargon tertentu yang apa sih artinya. Gue lupa cuma sering muncul gitu gue mau tahu, tapi secara umum ya kita sama-sama belajar, mereka, Bianca juga bilang belajar dari gue, gue juga belajar dari mereka, sebenarnya bukan belajar, lebih ke menyesuaikan bahwa kita mengerjakan projek bersama-sama jadi we need to be on the same page in everything, jadi harus ada yang kita adjust, mereka juga adjust, kita ketemu di tengah,” jelas Tian menutup wawancara dengan VOI.