Bagikan:

JAKARTA - Tio Pakusadewo adalah salah satu aktor senior yang sudah malang melintang di industri perfilman Indonesia. Asam garam kehidupan industri sudah ia cicipi hingga di usia menginjak 60 tahun ini.

Ia pun ingin terus berkontribusi di dunia film. Tahun ini, aktingnya bisa ditonton dalam empat judul: Anwar The Untold Story, Kajiman: Iblis Terkejam Penagih Janji, Suzzanna: Malam Jumat Kliwon, serta Lantai 4.

“Semangat masih ingin memberikan hal-hal yang baik karena contoh yang gak baik sudah dibuat. Hanya ingin memberikan yang terbaik di 'tikungan' terakhir',” kata Tio Pakusadewo kepada VOI.id, Rabu, 16 Agustus di Jakarta Selatan.

Film Lantai 4 merupakan film terbaru yang tayang mulai 17 Agustus kemarin. Ia memerankan salah satu karakter utama bernama Jonathan. “Perannya jadi orang keturunan chinese, namanya Jonathan, yang istrinya sudah meninggal dan keluarga anak-anaknya itu dia dibagi (tempat tinggalnya) di satu lantai (apartemen) yang menurut cerita lantainya itu menyeramkan,” kata Tio Pakusadewo.

Tio mengaku senang bisa kembali bermain Yuki Kato. Pernah bertemu dengan sang aktris ketika masih anak-anak, Tio melihat Yuki tumbuh menjadi aktris yang sudah sangat jauh berkembang lebih baik.

“Dia kan kayak anak saya sendiri ya, karena saya itu ketemu sama Yuki waktu dia masih SD. Ya dia pintar lah, anak pintar jadi enak mainnya, kerja samanya bagus,” ucap Tio Pakusadewo.

Tio Pakusadewo (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Melihat film horor yang mulai digandrungi setelah pandemi selesai, Tio Pakusadewo berharap Lantai 4 bisa diterima pecinta film tanah air. Film ini juga ia persembahkan bagi sutradara FX Purnomo yang sudah lebih dulu berpulang ke Sang Pencipta sebelum karyanya ditampilkan ke publik.

“Ya semoga (Lantai 4) bisa mendapatkan tempat di hati masyarakat, ya mudah-mudahan lah,” kata Tio Pakusadewo.

“Ini kan yang memprihatinkan di Lantai 4 kan sutradaranya sudah meninggal. Mudah-mudahan lah bisa memberikan ketenangan buat beliau,” pungkasnya.

Bicara soal peran, Tio mengaku sudah memasuki masa di mana tidak memilah peran. Ia memiliki prinsip sendiri menyoal akting dalam medium apa pun.

“Alhamdulillah masih dikasih usia, berkah, kemauan. Saya sudah bukan waktunya pilih peran. Fase itu sudah lewat. Selama saya pikir saya bisa memberikan yang terbaik, saya ikuti,” katanya.

Tio Pakusadewo (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Pria kelahiran 2 September ini menceritakan lebih dari 20 judul film sudah ia lakoni, namun perasaan kurang puas lebih banyak menghiasi pikirannya. Di sisi lain, ia menyebut ada beberapa film yang membuatnya nyaman.

“Kayak Rayya (Cahaya di Atas Cahaya) disutradarai Viva Westi. Saya di situ dapat kepercayaan mendapat Aktor Terbaik versi Piala Maya. Terus Surat Dari Praha, saya mendapat Aktor Terbaik dari Usmar Ismail Awards sama Pantja-Sila: Cita - Cita & Realita dibikin sama almarhum Tino Saroengallo. Itu juga mendapat apresiasi film,” jelas Tio Pakusadewo.

Dari seluruh perannya, ia menyadari peran sebagai Presiden menjadi salah satu karakter yang paling banyak ia perankan. Ia juga merasakan transisi berakting sejak tahun 1987 hingga saat ini.

“Kayaknya dari semua sudah dilakukan ya, dari penjahat sampai presiden sudah. Dan untuk karakter presiden, saya jadi 3 presiden lagi. Soeharto di film Habibie & Ainun, Soekarno di film Pantja-Sila: Cita - Cita & Realita sama film yang syuting di Cina sama jadi presiden antah berantah di filmnya Angga (Dwimas Sasongko). Udah beberapa film yang gak tayang juga saya jadi Gadjah Mada, kalau jadi penjahat sering lah,” katanya.

“Sekarang terbantu sama kemajuan teknologi, media sosial, jadi promosinya bisa lebih luas. Senang,” ucap Tio.

Dedikasi dan Legacy untuk Akting

Tio Pakusadewo (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Berangkat dari pengalaman tersebut, Tio Pakusadewo mulai membuat sesuatu yang baru. Sebuah komunitas akting ia ciptakan bersama teman-teman sesama aktor yang nantinya bisa mengembangkan dan menghadirkan bibit baru dalam dunia akting.

“Setiap ilmu yang kita punya wajib diamalkan mana tau bisa memberi manfaat bisa melaksanakan dengan baik. Memang aktor-aktor yang punya kualitas perlu tahu dasar-dasar film itu apa, itulah yang dipakai untuk melahirkan aktor-aktor yang beragam,” cerita peraih delapan nominasi Piala Citra.

Selain pengalaman, Tio Pakusadewo juga menggunakan metode akting Konstantin Stanislavski yang merupakan seorang praktisi teater ternama. Tidak sendirian, ia turut dibintangi para aktor Indonesia untuk mengembangkan komunitas ini di antaranya Teuku Rifnu Wikana, Arswendy Beningswara, Ence Bagus, dan masih banyak lainnya.

“Alhamdulillah masih bisa tinggal teman-teman yang bantu. Salah satunya itu. Semua hal yang bisa kira-kira membuat orang ngetik nama saya di Google dengan materi baru. Masa lalu gak perlu dihapus tapi gak perlu disesali juga,” kata Tio Pakusadewo.

Tio Pakusadewo (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Perkembangan komunitas ini juga perlahan mulai terlihat. Tio menceritakan komunitas akting mereka sedang menjalin kerja sama dengan beberapa negara tetangga untuk membuat show seperti musikal. Ia akan turun tangan sebagai penulis skenario untuk musikal tersebut.

“Ya sekolah ini semoga bisa berjalan dengan baik. Karena nanti ujungnya anak yang belajar di sini kita akan bikin show seperti musikal. Udah dari sekarang sudah jalin kerja sama dengan Malaysia. Skenarionya ditulis orang Malaysia dan saya. Dan mencoba untuk bisa manggung di Singapura di Malaysia dan Jakarta kalau sudah siap muridnya,” katanya.

Sebagai aktor senior, ia merasa regenerasi aktor sangat diperlukan. Tentunya bukan hanya soal penampilan tapi bagaimana mereka bisa mengetahui dasar dalam berakting. Ia paham bahwa teknologi memudahkan talenta baru hadir namun kemampuan seorang aktor juga harus diasah.

Tio Pakusadewo (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

“Bibit ini gak akan tumbuh kalau kita gak siram dengan baik. Kalau ada bunganya baru kita bisa taruh di etalase. Jadi kita melakukan pembimbingan dulu kelihatan hasil bunganya udah mekar baru kita taruh di etalase kan jadi yang melihat enak,” kata ayah tiga anak tersebut.

“Eranya seperti itu gapapa tapi memiliki follower banyak yang mudah tapi mempertahankan followers yang ada itu juga perlu skill. Kalau gak diasah kemampuan ya begitu gitu aja. Padahal kan harus bertumbuh,” katanya.

Dedikasinya untuk dunia akting juga semakin bertambah ketika ia menyebut adanya beasiswa untuk para anggota komunitas tersebut. Hal itu digunakan untuk memperluas jaringan sekaligus menambah kesempatan untuk para anggota agar bisa berkarier.

“Di advance class kalau ada aktor yang mempunyai kelebihan khusus, kita support beasiswa seperti bukain pintu jalur itu bisa dimanfaatkan dengan baik kembali lagi ke pelakunya,” kata Tio Pakusadewo.