Bagikan:

JAKARTA - Penyandang diabetes bisa menjalankan puasa jika kondisi memungkinkan dan atas anjuran dokter. Berpuasa memiliki banyak manfaat untuk para penyandang diabetes salah satunya menstabilkan kadar glukosa darah.

Menurut dokter spesialis penyakit dalam subspesialis endokrinologi metabolik dan diabetes dr M Ikhsan Mokoagow, M.Med.Sci, Sp. P. D., Subsp. E. M. D, FINASIM.

"Ketika berpuasa, penyandang diabetes ‘dipaksa’ untuk menjalani pola makan yang lebih terjaga dan teratur, serta asupan kalori yang relatif sama," kata Ikhsan dikutip dari ANTARA, Jumat, 31 Maret.

Ikhsan yang berpraktik di RS Pondok Indah – Puri Indah itu mengatakan, puasa juga membantu mengatur peningkatan kadar glukosa dan insulin dalam tubuh.

Lebih lanjut mengenai manfaat puasa, dia menuturkan salah satu ibadah wajib yang dilakukan umat Islam saat Ramadhan itu dapat mengurangi kadar kolesterol jahat (low-density lipoprotein cholesterol atau LDL) dalam tubuh.

Ini asalkan ketika sahur dan berbuka, para penyandang diabetes memilih makanan dengan bijak termasuk menghindari makanan sahur dan takjil berbuka puasa yang dimasak dengan teknik deep fried atau digoreng dengan banyak minyak.

Manfaat lain berpuasa, sambung Ikhsan yakni menurunkan tekanan darah. Saat berpuasa, tubuh akan mengurangi produksi hormon tertentu seperti hormon adrenalin yang menjadi penyebab meningkatnya tekanan darah.

Puasa juga membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Ketika berpuasa, tubuh akan mendaur ulang sel imun yang tidak diperlukan, terutama sel-sel yang sudah rusak, sehingga sistem kekebalan tubuh pun diperbarui kembali.

Namun, apabila penyandang diabetes ingin berpuasa, Ikhsan menyarankan mereka sebaiknya memeriksa sejumlah hal salah salah satunya kategori risiko mereka. Stratifikasi risiko merupakan aspek penting dari semua rekomendasi diabetes dan Ramadan.

Berdasarkan pedoman dari International Diabetes Federation - Diabetes and Ramadan (IDF-DAR) tahun 2021, ada tiga kategori stratifikasi risiko berpuasa Ramadhan pada penyandang diabetes yakni tinggi, sedang dan rendah.

Pada risiko tinggi, ada kemungkinan berpuasa menjadi tidak aman. Lalu pada risiko sedang, ada kemungkinan berpuasa menjadi kurang aman. Sementara pada risiko rendah, ada kemungkinan berpuasa aman.

Sistem penilaian dirancang dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang dianggap memengaruhi puasa. Untuk individu tertentu, setiap elemen risiko harus dinilai dan dihitung skornya.

"Jadi, apabila seseorang termasuk dalam kategori yang tidak direkomendasikan dan tidak dianjurkan untuk berpuasa, ada baiknya untuk tidak memaksakan diri," kata Ikhsan.

Di samping itu, sambung dia, penyandang diabetes disarankan untuk membatalkan puasanya jika kadar gula darah kurang dari 70 mg/dL dan lebih dari 300 mg/dL, kemudian ada gejala-gejala hipoglikemia (kadar gula darah terlalu rendah), dehidrasi, atau penyakit akut lainnya.

Dia lalu mengingatkan agar pemantauan gula darah dilakukan dengan lebih ketat untuk mencegah terjadinya komplikasi selama berpuasa.