Denny Siregar Ungkap Cara Menyisipkan Semangat Nasionalisme dalam Film Sayap Sayap Patah
Film Sayap Sayap Patah (Foto: ist)

Bagikan:

JAKARTA - Produser Denny Siregar menjadi salah satu pembicara Webinar Festival Film Indonesia bertajuk Film dan Nasionalisme bersama dengan Zinggara Hidayat pada Jumat, 16 September. Denny yang memproduseri film Sayap Sayap Patah ini mengaku dari awal mengkonsepkan nasionalisme dalam film.

"Saya belajar dari film Hollywood, apapun genrenya selalu ada bendera Amerika yang berkibar. Lalu kisah brimob tahun 2018 itu banyak yang terlupakan, saya pikir kira perlu menggambarkan 5 orang yang menjadi korban ini melalui film," katanya.

Ketika mengkonsep film, Denny tak malu mengakui belajar dari drama Korea. "Korea itu budayanya yang diekspor melalui drama. Anak saya sekarang makannya kimchi bukan gudeg. Ini yang saya pelajari bahwa nasionalisme saat ini bukan cuma seragam tentara atau polisi," paparnya.

"Saya belajar dari Korea Selatan dengan mengekspor apa yang menjadi kebanggan bangsa mereka. Kuliner dimasukkan dalam drama," paparnya.

Film Sayap Sayap Patah memperlihatkan bagaimana seseorang yang bekerja sebagai polisi siap berkomban untuk negara setiap harinya. "Tapi mengapa saya tidak tampilkan polisi di poster? Karena kita harus tetap menerapkan drama sebagai yang utama biar diminati penonton," katanya.

Nasionalisme Indonesia, menurut Denny barawal dan kolonialisme. Sehingga film punya peran untuk membangun ulang ideologi bangsa Indonesia ke depan.

"Eksporlah kita punya kemampuan sineas kita yang berhubungan dengan nasionalisme kita ke berbagai negara. Film sayap-sayap patah tiba-tiba diminta putar di Malaysia setelah dapat 2 juta penonton. Semakin sering kita mengekspor kebanggaan, semakin menang kita dengan kebanggaan," jelasnya.

Meski begitu, Denny mengaku tak bisa berbuat banyak jika pemerintah tidak memberi dukungan. "Model film nasionalisme tidak bisa berkembang jika tidak dibantu pemerintah. Jika kita bisa mengekspor kebanggaan kita sebagai negara tidak perlu idealisme dari luar," tegasnya.

Zinggara Hidayat yang meneliti dan menulis buku tentang Usmar Ismail sepakat dengan Denny Siregar. "Memunculkan merah putih dengan cara yang sangat halus mesti dilakukan dalam film. Tapi Usmar Ismail juga menampilkan gaya dansa dengan kebaya. Bisa dibilang Umar sudah lebih baju dari zamannya. Bahwa budaya bisa membangun nasionalisme," katanya.