Mengenal <i>Quiet Quitting</i>, Efek Tidak Nyaman Bekerja yang Bikin Produktivitas Menurun
Ilustrasi mengenal quiet quitting yang disebabkan lingkup kerja tidak nyaman dan aman secara psikologis (Freepik/DCStudio)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Quiet quitting populer sejak salah satu akun TikTok yang mengunggah konten berkaitan dengan frasa tersebut. Istilah ini dipakai sedikit keliru, alih-alih meninggalkan budaya hiperproduktif, tetapi justru menggagas untuk melampaui dan bekerja secara beyond.

Istilah ini baru, menurut Kathy Kacher, pendiri Career/Life Alliance Services dilansir The Washington Post, Rabu, 24 Agustus. Tetapi konsepnya merupakan fenomena yang telah lama terjadi, yaitu pelepasan karyawan. Jelas Kacher, tingginya kasus burnout di dunia kerja belum pernah terjadi sebelumya dipengaruhi ketidaksesuaikan pekerjaan dengan kehidupan karyawan yang meninggalkan pekerjaannya.

Fenomena quiet quitting, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan ‘berhenti diam-diam’. Pada dasarnya secara definitif, memiliki tujuan untuk menikmati waktu dan energi untuk berinvestasi di tempat lain. Indikator quiet quitting pada karyawan ialah berkurangnya motivasi dan keterlibatan rendah pada pekerjaan.

quiet quitting adalah, tidak nyaman kerja
Ilustrasi mengenal quiet quitting yang disebabkan lingkup kerja tidak nyaman dan aman secara psikologis (Freepik/Cookies Studio)

Berhenti diam-diam sebenarnya membuat seorang karyawan membuat lebih banyak batasan di tempat kerja, menurut Natalie Baumgartner, kepala scientist tenaga kerja di Achievers. Beberapa mungkin juga mengalihkan perhatian dari pekerjaan pada proyek-proyek di luar lingkup pekerjaan. Kadang, manajer menafsirkan sebagai ‘tidak patuh atau tidak profesional’.

Tambah Baumgartner lagi, kadang-kadang seseorang yang tidak in to  pada pekerjaannya mencari cara agar tidak terlalu lelah, lebih termotivasi, dan lebih terlibat. Lantas bagaimana jika merasa tidak nyaman dengan pekerjaan tetapi tetap bisa produktif?

Kepala staf global di Sedgwick, Michele Hay menyarankan untuk menyadari bahwa quiet quitting adalah tentang lebih dari sekedar menetapkan batasan. Kenali rasa lelah dan frustasi sehingga Anda, misalnya, menilai kembali prioritas. Selain itu, penting juga melakukan evaluasi tentang produktivitas Anda sendiri. Misalnya, sejauh apa keterlibatan Anda dalam pekerjaan saat ini dan mencari feedback dari rekan kerja atau manajer.

Saran praksis dari Hay, manfaatkan waktu istirahat siang atau mengisi waktu liburan yang menyenangkan. Bisa dengan mengambil cuti tahunan atau membuat mengelola waktu bekerja secara lebih efektif. Penting juga untuk mendapatkan support system di kantor sehingga membangun lingkup kerja yang aman secara psikologis.

Dugaan Grasso dari Lyra Health, quiet quitting terjadi dan dialami seorang pekerja kemungkinan besar karena mereka diam-diam menderita di lingkungan yang tidak aman secara psikologis. Artinya, memastikan lingkup Anda aman, meningkatkan keterampilan, dan mendapatkan pengalaman baru penting untuk dilakukan agar kembali in to pada pekerjaan Anda saat ini.