PURWOKERTO - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Wisnu Widjanarko mengatakan, Hari Anak Nasional (HAN) yang jatuh pada 23 Juli menjadi momentum tepat untuk memperkuat pengasuhan yang komunikatif antara orang tua dan anak.
"Hari Anak Nasional tahun 2022 ini menjadi momentum yang tepat untuk meningkatkan pola asuh yang komunikatif, dengan pola komunikasi yang baik," katanya ketika dihubungi dari Jakarta, dikutip dari Antara, Sabtu 16 Juli.
Dosen komunikasi keluarga, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Jenderal Soedirman itu mengatakan, pengasuhan yang komunikatif mengedepankan dialog, di mana orang tua dan anak perlu menyediakan waktu untuk saling mendengar dan berbagi cerita.
"Orang tua perlu menyediakan diri untuk mendengar perspektif anak begitu pula sebaliknya, tentunya dengan selalu melihat usia dan perkembangan mental anak," tuturnya.
Dia menambahkan, orang tua perlu bersikap asertif atau membiasakan untuk menyampaikan apa yang diinginkan, apa yang dirasakan, dan apa yang dipikirkan kepada anaknya dengan tetap menggunakan cara-cara yang baik dan tetap menghargai perasaan anak.
"Karena itulah perlu kemampuan berkomunikasi yang baik, sehingga orang tua bisa tetap bersikap memberi dukungan dan apresiasi ketika anak meraih suatu pencapaian, serta memberi koreksi dan penjelasan ketika anak melakukan hal-hal yang tidak tepat," ujarnya.
Keseimbangan tersebut, kata dia, sangat penting, agar anak menjadi paham dalam melangkah, memiliki kepercayaan diri sekaligus mengetahui batas-batas yang tidak boleh dilampaui.
"Yang terpenting adalah orang tua dapat menghargai apa yang telah diraih anak, menggali potensi anak, membesarkan hati anak ketika mereka belum mencapai apa yang diinginkan serta selalu mendampingi setiap proses yang dilalui anak dengan tetap memberi ruang kepada anak sebagai pribadi," katanya.
BACA JUGA:
Proses pendampingan tersebut, menurut dia, perlu dilakukan secara bijaksana agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dengan baik oleh anak tanpa merasa diintervensi.
"Karena bila tidak dilakukan secara bijak, anak bisa memiliki persepsi bahwa orang tua terlalu intervensi, sehingga anak bisa keliru memahami maksud orang tua, dan dengan adanya kekeliruan maka yang dikhawatirkan adalah terjadi konflik," katanya.
Dia juga mengatakan bahwa HAN merupakan momentum yang baik untuk memperkuat interaksi antaranggota keluarga.
Dengan demikian, kata dia, antaranggota keluarga dapat saling memahami, saling peduli dan saling mendukung kualitas masing-masing.
"Komunikasi di dalam keluarga sangat penting, karena lembaga terkecil dalam tatanan hidup bermasyarakat ini merupakan sekolah kehidupan yang memampukan setiap anggota di dalamnya belajar untuk meningkatkan kualitas diri," tandasnya.