Bagikan:

JAKARTA - Indra Kenz dan Doni Salmanan ditahan di Bareskrim Polri dan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus investasi bodong. Sebelumnya, mereka dikenal sebagai crazy rich yang suka melakukan flexing di media sosial.

Flexing adalah fenomena orang-orang kaya baru yang kerap memamerkan harta dan gaya hidupnya ke publik melalui media sosial hingga pemberitaan media. Salah satu konten yang laku dan laris manis di media adalah bagaimana gaya hidup orang kaya, seperti apa rumahnya, ke mana berlibur, kendaraan mewah yang dipakai hingga pamer bagi-bagi uang dan sepeda motor mahal kepada masyarakat.

Sebagai contoh, pada akhir tahun lalu, tepatnya Desember 2021, Doni Salmanan melelang motor Harley Davidson miliknya. Lelang dibuka dari harga 1 Milyar dan hasil penjualan akan didonasikan di beberapa daerah yang mengalami bencana.

Sebelah tangan bertepuk, bunyinya nyaring sekali. Motor tersebut laku dengan harga lelang yang diinginkan. Disertakan pula di media sosial Doni tangkapan layar pengiriman donasi.

Saat membeli dua sachet kopi, Doni membayarnya dengan berlembar-lembar uang seratus ribuan kepada penjualnya. Aksi dermawan ini ia unggah di Instagram, ia juga memberikan perhatian pada pedagang asongan keliling yang ia hampiri. Katanya, “Semoga bermanfaat. Jaga kesehatan, pak. Pakai jaket, pakai masker. Saya duluan ya.”

Sementara gaya hidup flexing pertama yang dipamerkan Indra Kenz yaitu membeli mobil listrik merk Tesla seharga Rp1,5 miliar pada jam 3 pagi di toko jual beli online pada 10 Januari 2021. Hal ini dilakukan karena ia merasa gabut dan tidak bisa tidur. Aksi ini kemudian membuat nama Indra Kenz jadi viral seketika di media sosial.

Indra Kenz juga punya kaos seharga Rp 300 juta. Hal ini dijadikan materi roasting Kiky Saputri pada Indra Kenz saat diundang ke acara Konser Raya 27 Tahun Indosiar.

Indra Kenz juga menobatkan dirinya sebagai satu-satunya pria muda berusia 25 tahun yang mampu membeli jam seharga Rp7 miliar. Kemampuannya ini membuat Indra yakin kalau ia adalah orang terkaya di Medan. Indra juga mengatakan kalau jam berwarna merah tersebut dibeli dengan hasil kerja kerasnya tanpa merugikan orang lain.

Layaknya bumerang, gaya hidup flexing ini membuat masyarakat curiga. Bagaimana bisa seorang pemuda yang tidak bekerja keras lantas bisa memperoleh miliaran rupiah hanya dalam hitungan bulan. Penyelidikan pun dilakukan dan muncul dugaan adanya penipuan investasi bodong yang mereka lakukan. Sebagai tersangka, mereka berdua sekarang ditahan di penjara. 

Arti Flexing

Guru Besar manajemen Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali dikutip dari kanal youtubenya menilai orang-orang benar-benar kaya lazimnya menginginkan privasi dan tidak ingin menjadi perhatian publik apalagi pamer barang-barang mewah.

Sebab jangan dikira pamer barang-barang mewah itu menyenangkan, selain bisa jadi incaran pelaku kejahatan, setelah itu yang akan datang adalah Direktorat Jenderal Pajak mengirim tagihan pajak.

Ia pun berbagi pengalaman saat di pesawat duduk di berdampingan dengan seseorang yang terlihat amat sederhana, namun tetap was-was jangan-jangan ini adalah orang super kaya.

Rhenald menceritakan, pernah juga satu pesawat dengan salah satu konglomerat di Indonesia, bukan di bisnis kelas malah kelas ekonomi dan ketika makan di suatu restoran, semua orang yang ada di dalamnya sudah dibayarkan oleh orang yang penampilan dan pakaiannya amat sederhana itu.

Menurut Rhenald secara tipologi orang kaya itu bisa dibagi menjadi tiga macam. Pertama orang kaya asli yang gaya hidupnya sesuai dengan kekayaannya yang dimiliki dan tentu saja mereka tidak berisik.

Orang-orang kaya sejati ini kalau mereka membeli barang sesuai kebutuhan. Misalnya membeli pesawat pribadi atau kapal pesiar yang hanya sepersekian persen dari total kekayaannya, untuk menghemat waktu dan menjaga keamanan.

Kedua, orang kaya tapi gaya hidupnya sederhana. Ini ada dua kemungkinan pertama menghindari pajak, kedua memang sejak kecil terbiasa hidup sederhana sehingga ketika harta bertambah gaya hidupnya tak berubah.

Orang seperti ini biasa saja makan pecel ayam atau bakso di pinggir jalan, justru itu lebih nikmat ketimbang mereka yang makan di tempat mahal tapi itu demi konten.

Ke mana pun mereka simpel dan tidak ribet. Di balik kesederhanaan itu siapa sangka memiliki harta triliunan, namun tak sedikit pun dari kekayaannya dipamerkan.

Ketiga, orang kaya flexing yang sebenarnya gaya hidupnya berada satu level di atas hartanya dan mereka biasanya amat berisik dan suka pamer.

Ini mudah saja menemukannya, karena mereka amat aktif di media sosial dan hampir semua harta yang dimiliki dijadikan konten media sosial.

Motifnya melakukan flexing atau pamer biasanya sebagai strategi marketing karena sedang diendorse oleh satu merek produk sehingga publik pun tertarik meniru jalan kesuksesannya. Siapa yang tidak akan tergiur dengan sosok yang masih muda, punya harta ratusan miliar.

Oleh sebab itu publik harus bisa mengidentifikasi saat ada yang pamer harta apakah orang kaya benaran atau sebatas flexing dan kebutuhan konten medsos.

Menurut Rhenald kekayaan seseorang bisa dikalkulasi dan dihitung dari mana sumbernya. Misalnya ada orang punya harta Rp150 miliar. Maka bisa dilihat usahanya apa? Seberapa besar skala usahanya, pendapatan dari usaha tersebut juga bisa ditaksir per bulan dan per tahun berapa. Lalu tinggal dibandingkan apakah masuk akal atau tidak.

Jadi kalau ada anak muda, usia baru sekitar 20 tahun, kekayaan ratusan miliar, usaha tidak terdeteksi, kalau pun ada saat dikalkulasi tak sebanding pendapatan dengan hartanya, maka ada beberapa kemungkinan.

Pertama, bisa jadi itu adalah warisan dari orang tuanya yang memang sudah kaya.

Jika dia bukan pula anak orang kaya tapi bisa punya harta berlimpah ada kemungkinan yang bersangkutan memang sedang diendorse oleh suatu produk agar terlihat kaya.

Atau bisa jadi ada orang kaya yang menitipkan harta kepadanya karena tak bisa disimpan di bank dengan alasan tertentu.