Belajar dari Kasus Doni Salmanan dan Indra Kenz: Fenomena Gila Kemewahan ala Crazy Rich
Istilah crazy rich yang terinspirasi dari film Crazy Rich Asian. (Foto: Warner Bross Entertainment)

Bagikan:

JAKARTA - Di media sosial saat ini orang dengan mudah menyebut dirinya crazy rich. Di idolakan oleh pengikutnya dan mereka biasanya superkaya. Publik dibuat terpukau dengan secuil cerita bahwa mereka dulunya hidup susah. Fenomena kemunculan seseorang yang tiba-tiba menjadi elite di media sosial. Ada apa?

Kita tidak dilarang menjadi orang kaya, tapi bagaimana cara kita menjadi orang kaya? Itu baru diatur.

Nama Indra Kesuma alias Indra Kenz dan Doni Salmanan sempat dijuluki sebagai “crazy rich” Indonesia sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Indra Kenz diketahui menjadi afiliator investasi berkedok trading binary option, Binomo. Sementara Doni Muhammad Taufik alias Doni Salmanan menjadi afiliator Quotex.

Publik begitu riuh dengan awal kemunculan mereka di media sosial. Mereka tiba-tiba hadir dengan begitu gemerlap. Mobil-mobil supermahal, liburan elit, dan rumah mewah seperti dalam negeri dongeng.

Doni Salmanan mantan crazy rich, tersangka kasus afiliator Quotex. (Foto: Instagram/@donisalmanan)

Istilah crazy rich mulai bergaung di masyarakat setelah kemunculan buku berjudul Crazy Rich Asians di 2013. Makin tak terbendung ketika pada 2018, buku tersebut diangkat ke layar lebar. Kisah kehidupan orang kaya Asia ini difilmkan dalam drama komedi romantis di Amerika Serikat. Crazy Rich Asians menjadi salah satu film yang paling banyak ditonton dan diperbincangkan selama Agustus 2018.

Sejak itu, banyak orang Indonesia menyebut dirinya sebagai “crazy rich”. Publik pun mendukung kehadiran mereka, hal itu dapat kita lihat dari pengikut dan komentar di akun-akun mereka.

Kehadiran para crazy rich di beberapa negara dapat kita lihat dalam kehidupan nyata maupun media sosial. Harian South China Morning Post pernah membuat laporan tentang lima orang yang disebut sebagai muda, elite, dan crazy rich di Singapura. Namun publik mengetahui latar belakangnya dan bisnis yang dimiliki oleh orang tua mereka. Mereka bukan orang muda yang jatuh dari langit dengan cerita dramanya menjadi kaya.

Sebaliknya di Indonesia, kita sulit mengetahui bisnis masa lalu anak muda yang tiba-tiba menjadi crazy rich. Kemunculan mereka hanya dalam waktu dua-tiga tahun banyak menimbulkan tanda tanya. Peran dalam aktivitas sosial juga kurang terlihat. Sayang sekali, sejumlah media malah mengamini ”keelitan” mereka itu. Mereka lebih banyak memperlihatkan kekayaan di media sosial dengan komunikasi yang sudah direkayasa.

Ketika usia belum mencapai 25 tahun tapi memiliki harta yang fantastis, tentu akan membuat orang penasaran. Orang akan mulai bertanya apa sih bisnis kamu? Kasih tahu dong rahasianya. Dan untuk menjawab semua rasa penasaran, para “crazy rich” ini mulai buka dapur mesin uang mereka. Investasi dong.

Indra Kenz, afiliator investasi berkedok trading binary option. (Foto: Instagram/@indrakenz)

Maka para orang muda yang juga ingin buru- buru kaya ala crazy rich, dengan senang hati menyetorkan uang melalui aplikasi yang dibuat oleh para “crazy rich”. Dan dari sini lah pil pahit itu dimulai.

Dalam akun Youtubenya  Guru besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rhenald Kasali menyatakan, para “crazy rich” itu pamer saja. Mereka sedang melakukan flexing, pola marketing dengan cara doyan pamer kekayaan walau mereka bukan orang kaya sungguhan. Dia mengungkapkan istilah “poverty screams but wealth whispers”, artinya orang kaya sesungguhnya tidak suka pamer dan justru menginginkan privasi.

Jadi cara flexing itu adalah marketing untuk membangun kepercayaan kepada customer, akhirnya dia percaya dan menaruh uangnya.

Crazy Rich Asli Tak Suka Pamer Harta

Mengutip Vice, Rachel Sherman, seorang profesor sosiologi di New School for Social Research, New York, mempelajari kebiasaan belanja di kalangan orang kaya. Riset itu menemukan bahwa para orang kaya sangat hati -hati dalam membelanjakan uangnya.

Mereka tak suka menarik perhatian dengan membeli barang-barang mewah. Sebaliknya, orang-orang superkaya ini justru berusaha membelanjakan uang mereka “senormal mungkin”.

Anda mungkin familiar dengan konten anak-anak muda usia 20-an yang pamer kekayaan orang tuanya. Namun, menurut Sherman, orang superkaya yang ia teliti justru menjadikan konten-konten seperti itu sebagai contoh buruk yang tak layak ditiru. Mereka tidak ingin menjadi seperti itu.

"....mereka ingin mengatakan bahwa, 'Ya, kami kaya, tapi kami bukan tipe orang kaya yang suka menarik perhatian'. Mereka agak menjauhkan diri dari hal seperti itu," katanya.

Warren Buffet, salah satu orang terkaya di dunia yang hidup dengan penuh perhitungan dalam urusan uang. (Foto: CNBC/Gerry Miller)

Belum ada penetapan khusus perihal jumlah minimal kekayaan yang harus dimiliki untuk dapat dinobatkan jadi salah satu Crazy Rich Indonesia.

Namun, secara global, Credit Suisse melaporkan butuh kekayaan bersih senilai 871,320 dolar AS, atau sekitar Rp12,4 miliar, supaya bisa ditetapkan sebagai golongan orang terkaya di dunia.

Peristiwa Indra dan Doni, memberikan banyak pelajaran bagi kita. Fenomena crazy rich telah menciptakan imajinasi kemewahan bagi banyak orang. Media sosial dan televisi ikut andil menciptakan orang-orang yang memiliki hasrat kaya dengan cara apapun, yang setiap hari menyuguhkan tayangan yang menebarkan kemewahan.

Di sisi lain, kehadiran negara sangatlah diperlukan. Mengedukasi warganya. Mengedukasi masyarakat adalah suatu kebutuhan dan harus terus dilakukan terus menerus.

Berpikirlah secara jernih, bahwa tidak ada kekayaan yang datang hanya dalam satu malam. Semua butuh proses dan pengorbanan. Tawaran keuntungan instan dari crazy rich gadungan harus dicurigai sebagai penipuan.