Eksklusif Amy Atmanto Mengembangkan Modest Fashion Hingga Pasar Internasional di Tengah Pandemi
Amy Atmanto (Foto: dok. Pribadi, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Amy Atmanto adalah seorang desainer yang sudah malang melintang di industri fesyen. Di bagian modest fashion, namanya berdiri paling depan di mana ia banyak menciptakan desain kaftan dan sulam yang sudah go international.

Pandemi COVID-19 memang melanda semua lapisan, tidak terkecuali fashion. Meski begitu, Amy Atmanto bersyukur dapat menjalani beberapa rutinitas yang turut mengembangkan modest fashion.

“Kesibukan saya tetap seperti biasa di Royal Group. Akhir tahun lalu kita membuat tvc (iklan) khusus hijab, itu ada eturia scarf dan eturia hijab. Alhamdulillah walaupun baru ya dari Royal ini tapi sudah mulai sangat diminati karena modest fashion hijab muslim itu besar,” kata Amy Atmanto membuka pembicaraan.

Modest fashion memiliki makna gaya busana tertutup yang tidak mengekspos tubuh secara berlebihan. Saat ini, industri modest fashion sudah berkembang terutama di Indonesia yang bermayoritas masyarakat muslim.

Amy Atmanto (Foto: dok. Pribadi, DI: Raga/VOI)

Amy Atmanto menyadari besarnya potensi Indonesia menguasai pasar ini. Dia juga memahami ada banyak alasan mengapa Indonesia dapat bersaing di industri fashion internasional.

“Modest fashion di negara kita ini semakin hits karena banyak pelaku UMKM lokal, baik yang UMKM maupun industri. Apalagi dengan penggunaan kain wastra yang kuat dengan nilai intrisik,” kata Amy Atmanto dengan semangat.

“Dari mulai value fabric sampai gaya busananya itu kita punya semua. Kita sangat kaya. Itu kelebihan Indonesia sehingga kita juga sangat positif berharap kita dapat menguasai pasar global dunia. Menjadi pemain utama di pasar global dengan modest fashion. Kayak hijab, gamis, dan luar biasa,” katanya.

Amy mengklaim dirinya adalah salah satu yang mengembangkan kaftan hingga menjadi populer di Indonesia. Melalui brandnya Royal Kaftan, Amy sudah berpengalaman membuat untuk sejumlah figur publik dan tokoh penting seperti Ibu Wakil Presiden Indonesia - Wury Ma’ruf Amin, Krisdayanti, Rosiana Silalahi, dan masih banyak lainnya.

Amy Atmanto (Foto: dok. Pribadi, DI: Raga/VOI)

Dengan sejumlah pengalaman tersebut, Amy Atmanto yakin modest fashion Indonesia bisa sejajar dengan para pesaing. Ia menjelaskan saat ini Turki memimpin ranking modest fashion di dunia dengan 29 billion dollar, disusul UAE dengan 23 billion dollar kemudian Indonesia dengan 21 billion dollar.

“Fashion itu luas sekali ya dan pemerintah sedang menggalakan modest fashion apalagi sedang besar di Indonesia khususnya muslim. Sekarang kita agak susah mengimpor bahan baku karena terkendala oleh shipping. Justru ini momen yang bagus untuk kerja kreatif dan produsen untuk menghasilkan karya-karya inovatif dalam negeri,” katanya.

Desainer kelahiran 19 Agustus mengaku tetap produktif di tengah situasi sulit seperti sekarang namun tidak dipungkiri ia mengalami sejumlah tantangan saat pandemi. Mulai dari kurangnya bahan baku hingga kesulitan mencari pengrajin masih dirasakan Amy Atmanto saat ini.

“Jadi gini, saya dari kemarin minggu lalu itu ada beberapa perusahaan minta desain ini itu sekian ratus tapi ketika kita mencari barang dari pengrajin, bahan bakunya enggak ada. Kadang sangat sedikit untuk memenuhi ratusan rikues dari satu perusahaan. Itu problem,” jelas Amy.

Potensi Modest Fashion

Amy Atmanto (Foto: dok. Pribadi, DI: Raga/VOI)

Amy Atmanto menuturkan ada kesulitan dalam mencari bahan baku yang berasal dari tiap daerah di Indonesia untuk mengembangkan modest fashion. Karena itu, dia berharap ada sinergi dengan  pemerintah yang giat mengadakan pelatihan bagi UMKM.

“Sekarang kan semua perusahaan korporasi membina pengrajin, itu harus kita cari. Jangan sampai kita kekurangan uniqueness of indonesia yaitu wastra. Kita bicara mau inovasi dan kreatif di dalam karya tapi material yg kita mau branding di industri fashion itu langka,” jelasnya.

“Konsumen itu sudah cerdas, sudah tahu mana yang bagus untuk dipakai. Kalau membuat sendiri kita bisa (menciptakan pasar) dengan melatih pelaku UMKM dari warna, desain jadi kita bisa menghasilkan karya kreatif berselera global,” katanya.

Amy Atmanto (Foto: dok. Pribadi, DI: Raga/VOI)

Tidak hanya dari segi fashion, Amy Atmanto juga mengharapkan kontribusi pemerintah untuk mengembangkan modest fashion. Banyak brand lokal yang menggunakan konsep menarik namun sedikit yang benar-benar menarik perhatian namun belum mendapat perhatian.

“Pemerintah supportif dengan modest fashion, perhatiannya sangat luar biasa sehingga bukan cuma segelintir aja yang siap. Ketika permintaan ada, industri dalam negerinya itu siap. Barang bagus banyak, yang ngerjain banyak, desainer kreatifnya juga banyak,” kata Amy Atmanto.

Terlepas dari segala tantangan, modest fashion di Indonesia akan terus berkembang. Tidak jarang kita temui berbagai event bertema modest fashion di ibu kota. Banyak juga brand yang membuka penjualan untuk ke luar negeri.

Amy Atmanto (Foto: dok. Pribadi, DI: Raga/VOI)

Melihat kondisi seperti ini, Amy Atmanto ingin masyarakat mulai menyadari besarnya arus modest fashion. Konsep ini tidak dibatasi oleh agama namun tetap santun dalam penampilan.

“Saya menggunakan modest fashion untuk mendorong mindset kita untuk mengeksplor wilayah-wilayah kreatif beyond traditional outfit dengan istilah ini. Kita tidak dibatasi konsep umum tentang busana muslim gamis kaftan tapi modest. Modest itu santun. Jadi marketnya global,” kata Amy.

Jalan yang masih panjang membuat Amy Atmanto optimis jika suatu hari nanti Indonesia bisa memimpin industri modest fashion. Dia menyebut ada banyak faktor yang tidak dimiliki pelaku lain mulai dari budaya, kualitas, hingga pelaku UMKM.

Akan tetapi kesuksesan itu harus diiringi dengan dukungan pemerintah yang mau mengembangkan pasar. Dengan memperbanyak pengrajin serta membina masyarakat, Amy yakin perlahan pasar modest fashion lokal akan meningkat pesat.

“Saya cuma berharap modest fashion indonesia dilirik dunia karena kita punya uniqueness yang tidak dimiliki pemain lain. Jadi saya pengen modest fashion shifting to global,” tutup Amy Atmanto.