JAKARTA - Meninggalnya Maura Magnalia Madyaratri membuat pasangan Nurul Arifin dan Mayong Suryolaksono berduka. Maura meninggal dunia pada Selasa, 25 Januari. Sebagai ibu, Nurul mengaku punya firasat karena selalu mengkuatirkan Maura.
"Dalam beberapa hari ini saya kepikiran terus, gimana Maura, gimana Maura. Dalam kondisi labil saya merasa harus mendampingi terus. Padahal kerjaan juga jalan terus ya. Namun apa yang tadi malam terjadi, ini yang terbaik. Mungkin Maura tidak ingin membebani semua orang," ujar Nurul di rumah duka, Cinere, Depok, Selasa, 25 Januari.
Nurul mengenang Maura sebagai anak yang sangat cantik, pintar, cerdas. "Mungkin karena cerdasnya jadi eksentrik, tatonya di seluruh tubuh, ada pakai piercing juga. Kalau saya melarang dia bilang 'Jangan melarang saya, karena itu bagian dari kepuasan saya'. Karena menjadi anak dari seorang politisi itu nggak gampang. Jadi dia banyak membatasi sehingga akhirnya lari ke tubuhnya sendiri," kenang Nurul.
Sebagai orang tua, mereka tak menyangka Maura akan meninggal dunia dengan cepat. "Tadi malam jam 1 masih ngobrol sama Mas Mayong. Setengah 5 pembantu bangun dia sudah tertidur di meja makan, diangkat sudah dingin," papar Nurul.
Mayong mengungkapkan percakapan terakhirnya dengan putrinya. "Dia bilang keterima kerja di Bali, masih di masa yang agak sulit. Sekolah sudah selesai tapi belum bisa wisuda, di sisi lain dia harus sudah mencari kerja. Dari beberapa lamaran, ada satu yang minta dia datang tapi di Bali. Kalau misalnya masih hidup, hari ini saya anjurkan untuk follow up," ujarnya.
Nurul menceritakan anaknya ingin menjadi dosen setelah lulus S2 karena suka mengajar seperti ayahnya. Sayangnya, kondisi Maura membuatnya tak bisa mengikuti wisuda. "Konsen kami lebih ke Maret bisa nggak ke Australia untuk wisuda. Apa yang saya lihat sekarang, ini bentuk frustasi. Mungkin akibat dari pandemi banyak larangan ini itu, membuat dia tidak bebas berekspresi, berteman, frustrasinya agak dalam," terang Nurul Arifin.