Eksklusif, Jusuf Rizal: Pejabat Tak Boleh Sembarangan Beri Pernyataan, Bisa Menyesatkan
Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagikan:

Pejabat publik harus bijak saat menyampaikan pernyataan. Karena apa yang dikatakannya kalau keliru bisa menyesatkan masyarakat bahkan menciptakan pertentangan antarmasyarakat. Inilah yang menjadi perhatian Presiden LIRA Drs. H.M. Jusuf Rizal, SE, SH, MSi, mengetahui ada pernyataan seorang menteri yang berujung protes di Papua. Kepada siapa pun yang menempati posisi sebagai pejabat publik, kata Rizal untuk bisa memilih dan memilah pernyataan agar tidak membuat gaduh.

***

LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) berdiri pada tahun 2005 dari embrio Blora Center. Blora Center adalah tim relawan yang dibentuk untuk membantu SBY-JK  ketika running for president. “Alhamdulillah apa yang kami upayakan bersama elemen lainnya menjadi kenyataan, SBY dan JK menjadi presiden dan wakil presiden terpilih. Kemudian  kami ditawari di dalam sistem, saya bilang saya memilih di luar saja. Saya dan beberapa teman kemudian mendirikan LSM LIRA,” jelas Rizal.

LIRA fokus pada pengawasan pejabat dalam menjalankan wewenangnya dan pengawasan terhadap dugaan tindak pidana korupsi. Beberapa kasus besar pernah dibongkar oleh LIRA, seperti rekening gendut perwira polisi, rekening gendut anggota Banggar (Badan Anggaran) DPR RI dan beragam kasus di daerah yang dibongkar LIRA.

Sebagai LSM, menurut Drs. H.M. Jusuf Rizal, SE., SH., MSi., LIRA tidak memihak, namun punya saluran sendiri untuk aspirasi politik. Dia tegas membedakan LIRA sebagai LSM dan saat hendak menyalurkan aspirasi politik.  “LIRA murni sebagai LSM, sedangkan untuk menyalurkan aspirasi politik, saya bebaskan anggota untuk ke partai mana saja,” katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai, yang menemuinya di kediamannya di Cibubur Jakarta Timur, belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.

Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Bagaimana Anda menjelaskan stigma negatif LSM di masyarakat?

LSM itu banyak tetapi yang dikelola profesional tidak banyak, kita mampu membalikkan stigma itu. Jadi pertama harus memiliki integritas, punya loyalitas dan kemudian juga tidak boleh cerita 86 (damai) setelah melaporkan suatu kasus. Dikasih  Rp50.000 selesai. Kita tidak seperti itu. LSM kita ini idealis realistis. Maksudnya kita idealis dan on track sebagai civil society yang mengoreksi. Kemudian tetapi realistis kalau ada hal-hal yang menyangkut kepentingan kepentingan publik bisa saja sebenarnya kita melakukan pembinaan, kita melakukan namanya persuasif. Jadi kalau ada penyalahgunaan wewenang tidak semua harus kita bakar tapi kita ingatkan. Kita bersinergi dan bermitra dengan siapa pun untuk tujuan yang sama. Asal tidak mencederai organisasi. Ada kasus anggota saya “masuk angin” saya pecat.

Apa saja kasus korupsi yang diungkap LIRA?

Kasus yang kami bongkar antara lain rekening gendut Polri, kemudian korupsi kasus alat komunikasi dan jaringan komunikasi (alkom-jarkom). Kasus Rekening gendut perwira polisi, rekening gendut anggota Banggar (Badan Anggaran) DPR RI dan beragam kasus di daerah yang dibongkar LIRA. Dan kasus-kasus di daerah yang diungkap LIRA provinsi.

Tantangan mengungkap kasus  korupsi ini apa saja?

Cukup banyak dan  tantangannya juga cukup besar. Ada berupa teror bahkan ada anggota kami yang harus diculik dan dibunuh. Semua itu adalah tantangan, tetap dihadapi karena mereka yakin yang diperjuangkan benar.

Pasca reformasi bukannya korupsi makin menurun, tapi makin menjadi-jadi, seperti apa Anda melihat hal ini?

Ada beberapa instrumen yang menyebabkan memberantas korupsi ini mundur,  kita mengalami krisis moral, krisis moralitas kemudian adalah krisis nasionalis dan patriotis. Kenapa demikian orang sekarang enggak malu? Orang korupsi kesannya malah bangga. Selain itu penegakan hukum yang lemah. Harusnya koruptor-koruptor itu dihukum mati dan dimiskinkan. Jadi ada efek jera, kalau sekarang kan tidak. Setelah menjalani hukuman si koruptor masih punya harta yang banyak. Ini saya kira pekerjaan rumah kita bersama.

Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Di Kab. Teluk Bintuni Papua terjadi kehebohan ketika Bupati Teluk Bintuni memprotes ucapan Menteri Investasi / Kepala BPKM Bahlil Lahadalia yang berencana memindahkan pabrik pupuk dari Teluk Bintuni ke Fakfak. LIRA Papua mendukung protes Bupati Teluk Bintuni dan mengkritisi sepak terjang Menteri Bahlil, seperti apa Anda melihat soal ini?

Apa yang dilakukan teman-teman, Gubernur LIRA Papua maupun Bupati LIRA di Bintuni  tidak masalah. Mereka mengatakan seperti itu bahkan kita memberikan dorongan. Artinya agar setiap Menteri, setiap pejabat publik tidak mudah mengeluarkan pernyataan. Karena kata-kata pejabat pemerintah itu bisa jadi pijakan. Kalau kemudian asal ngomong itu bermasalah bagi masyarakat di bawah.

Lepas dari tupoksi LIRA Papua yang mengkritisi Menteri Bahlil, sebagai tokoh nasional dan juga anggota kabinet apakah ucapan yang dia kemukakan itu pantas?

Makanya menjadi pejabat publik itu tidak mudah, jadi pejabat itu harus memiliki daya kritis dan memahami substansi. Jadi dalam konteks secara profesional dan proporsional agar tidak bikin pusing di bawah. Kalau kemudian ada pejabat mengeluarkan statemen tetapi tidak memiliki dasar yang cukup, nah orang nanti akan memberikan penilaian lain. Pertama mereka menganggap pemerintahan Jokowi tidak profesional ini kan tidak bagus. Kemudian dianggap menterinya juga tidak punya kapasitas dan kapabilitas. Saya pikir ini juga tidak bagus.

LIRA Papua juga mendesak agar laporan dugaan korupsi ke KPK tahun 2013 oleh LSM Kampak pernah melaporkan Bupati Fakfak Muhammad Uswanas dan juga Bahlil diproses, sejauh mana Anda mengamati hal ini?

Nah ini saya rasa pembelajaran, jadi kalau ada pejabat publik yang diduga melanggar,  wajar masyarakat mengkritisi. Dianggap merugikan saja dilaporkan dan diproses hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Kalau sudah berani lapor harus siap bertarung di pengadilan.

Adapun mereka mau melaporkan atau mau nuntut kita berikan kewenangan masing-masing Gubernur LIRA, Bupati / Wali Kota LIRA di setiap provinsi. Jadi biarkan mereka belajar mengkritisi, biarkan mereka juga membuat legal standing agar kemudian ada proses pembelajaran bukan hanya kepada kader-kader LSM LIRA di seluruh Indonesia, tetapi juga kepada pejabat-pejabat. Misalnya di Jawa Timur ketika terjadi kerumunan ulang tahun Khofifah Indarparawansa, LIRA Jawa Timur melaporkan ke Polri, ke DPR DPRD.  Ini bentuk kritik yang konstruktif.  Ini yang akan kita kembangkan, saya mendukung teman-teman di Papua jika memang mau melaporkan pejabat pemerintah, yang penting punya fakta dan punya legal standing yang cukup. 

Masih ada orang yang bertanya soal LSM LIRA, apalagi ada istilah Presiden LIRA, Gubernur LIRA dan seterusnya. Mirip struktur pemerintahan. Bisakah Anda menjelaskan apa itu LIRA dan kegiatannya apa saja?

LIRA ini semangatnya LSM, namun jaringan kerjanya seperti jaringan partai politik dan pemerintahan. Jadi kami punya DPP, DPW, DPC, sampai ke tingkat Kelurahan / Desa. Untuk jabatan kami mengadopsi istilah dalam kenegaraan. Ada  Presiden LIRA, Wakil Presiden, ada Gubernur, Bupati / Wali Kota, Camat. Lurah / Kepala Desa.  Ini kita dorong semua dalam rangka membantu pemerintah sebagai gerakan anti-korupsi. Kami memerangi penyalahgunaan kekuasaan, dan mendorong transparansi pengelolaan negara. Ini sudah kami lakukan selama 16 tahun. Dan kami sudah banyak melakukan hal-hal yang positif buat bangsa ini. Kami juga ingin membangun Indonesia tapi juga sekaligus menjaga negeri ini melalui apa yang kita lakukan, yaitu mengontrol kalau ada penyalahgunaan wewenang atau  kita sebut dengan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).

Saat SBY- JK terpilih, anda mengaku ditawari masuk sistem, tapi menolak, bagaimana ceritanya?

Jadi begini, saya ini orang profesional awalnya, saya tahu kemampuan diri sendiri. Karena itu kalau saya di dalam sistem barangkali ruang gerak saya terbatas. Jadi saya lebih memilih di luar daripada memperoleh fasilitas yang menurut saya sebagian sudah saya miliki. Ada yang menduga saya gila, karena menolak fasilitas yang ditawarkan. Biasanya setelah perjuangan berhasil orang ingin menikmati, tapi saya malah memilih berada di luar. Saya katakan  pekerjaan kita itu belum selesai, SBY-JK baru akan bekerja, kita mengawasi akan apa yang kita dukung. Selama 16 tahun ini kami tetap konsisten membantu pemerintah, jadi kita adalah mitra pemerintah, tapi tetap kritis dan konstruktif dan independen.

Ketika zaman berganti, Jokowi yang naik, Anda juga mendukung Jokowi?

Orang berpikir ketika SBY tidak berkuasa lagi LIRA dianggap  akan mati. Mereka salah, saya tidak pernah memperoleh fasilitas apapun dari SBY selama dia menjadi presiden 10 tahun. Jadi kami ini mandiri tidak pernah dibantu juga oleh lembaga donor. Jadi anak-anak LIRA itu bekerja dan punya pekerjaan. Saat membantu Jokowi maju sebagai capres, kami tidak menggunakan LIRA. Kami membikin The President Center. Sampai sekarang pun kami tidak pernah minta apa-apa tapi kami konsisten membantu pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin dalam rangka membangun negeri ini agar menjadi lebih baik lagi, khususnya dan pencegahan korupsi.

Terkait hl tersebut, saya memberikan otonomi kepada Gubernur LIRA, Bupati / Wali Kota LIRA, Camat LIRA, Lurah /Kepala Desa LIRA, jadi tidak terpusat lagi kalau ada persoalan.  Kewenangan mereka untuk bisa mengawasi dan mengoreksi pejabat yang ada di lingkungannya masing-masing.

Misalnya Bupati LSM LIRA di Probolinggo mengoreksi Hasan Aminuddin dengan istrinya yang akhirnya ditangkap OTT KPK. Peran dari Bupati LSM LIRA di Probolinggo itu luar biasa,  karena banyak orang tidak yakin bisa menurunkan Hasan Aminuddin setelah 18 tahun berkuasa. Ternyata bisa kalau ada kemauan dan tidak mudah memang banyak tantangan untuk itu.

Anda juga berpolitik selain LSM?

LSM itu tidak boleh berpolitik, ketika kami membantu Jokowi yang digunakan bukan LIRA. Saya juga tidak memaksa kader LIRA untuk terlibat, yang mau saja untuk ikut di The President Center silahkan. Setelah usai pemilihan dan Jokowi terpilih kita juga engga masuk sistem. Enggak apa-apa. Jadi LIRA itu latarnya merah-putih, anggotanya mau berpolitik apa saja silahkan. Latar belakang apa pun ada di LIRA, dari yang suka sajadah sampai haram jadah ada, hehehe.

Suka-duka Jusuf Rizal Menjadi Pegiat Antikorupsi 

Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Caption

Menjadi pegiat antikorupsi bukan perkara mudah. Banyak sekali tantangan dan godaan yang datang. Namun semua itu harus dilalui Drs. H.M, Jusuf Rizal, SE., SH., MSi., dengan sabar. Selama 16 tahun memimpin LSM LIRA banyak suka duka yang dialaminya. Termasuk menjalani aktivitas organisasi dan kegiatan pribadi di tengah pandemi ini.

Selama pandemi ini saat ruang gerak serba terbatas, Jusuf Rizal coba memetik hikmah di balik ini. Dia yakin sekali ada hikmah besar yang  dikirim Yang Maha Kuasa dibalik pandemi COVID-19 ini.  

“Kita harus mensyukuri semua yang dikirimkan Tuhan Yang Maha Kuasa, karena itu kita harus ikhlas menerimanya. Kalau di dalam kepercayaan agama saya ada yang disebut, sesungguhnya apa menurut kamu baik itu belum tentu baik adanya. Dan sebaliknya apa yang dipandang tidak baik itu, belum tentu tidak ada faedah dibalik itu,” katanya.

Dengan adanya pandemi ini banyak yang jadi sadar teknologi. “Budaya juga berubah, orang jadi sadar kebersihan, kesehatan dan lain sebagainya,” katanya.

Soal budaya juga berubah, berkembang pada semua lini dan hingga sektor bisnis. “Masyarakat dan bangsa kita jadi melek teknologi untuk bisa mengadopsi yang disebut revolusi industri 4.0. Banyak sekali terjadi perubahan. Saya mensikapi hal ini dengan positif.  Saya melihat ini bagian dari cobaan yang harus kita terima,” katanya.

Namun sebagai bentuk upaya menjaga diri, Rizal tetap mengonsumsi vitamin selain makanan dengan gizi seimbang dan ikut vaksinasi. “Saya juga banyak minum vitamin D, vitamin E dan makanan yang bisa meningkatkan daya tahan tubuh dan sistem imun. Dan satu lagi harus bahagia,” katanya.

Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Sehabis salat subuh Rizal berolahraga ringan di sekitar rumahnya yang asri, membantu menyapu halaman sembari berjemur sinar matahari. Yang terakhir ini kebiasaan baru yang tak dilakukan sebelum pandemi.

Suka dan duka

Menjadi pegiat antikorupsi lewat LSM LIRA, diakui oleh Rizal tidak semua orang suka pada dia. “Kalau bicara suka-duka banyak sekali karena mengelola dan membina orang-orang aktivis LSM itu enggak mudah. Bahkan ada beberapa orang yang bilang menjadi pimpinan di TNI dan Polri itu lebih gampang. Karena diperintahkan saja mereka sudah jalan. Tapi kalau orang LSM tidak bisa begitu, mereka adalah pendobrak kalau tidak punya kemampuan leadership yang cukup kita diketawain,” katanya.

Karena itu, lanjut Rizal, dia tak pernah henti belajar. “Pemimpin yang tidak mau belajar dia akan ditinggal oleh perubahan itu sendiri. Jadi saya belajar terus,” akunya.

Karena kegiatan mengungkap perkara korupsi, Rizal dan juga anggota LIRA sering mendapat ancaman dan teror. “Ancaman dan teror selalu ada, terus kiriman-kiriman penyakit yang irasional itu banyak. Ada juga fitnah yang bilang kalau kita terima sesuatu. Pokoknya banyak cobaannya,” katanya.

Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Jusuf Rizal. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Sukanya, kita mendapat apresiasi saat apa yang kita ungkap ternyata benar adanya. Itu, kata Rizal menjadi kepuasan tersendiri. “Kita merasa dihargai karena kita selama 10 tahun pembantu SBY. Kita masih konsisten enggak pernah berubah omongannya tetap on the track. Kemudian ketika rezim berganti, kami membantu Jokowi saat kampanye, kami juga tetap on track dan tidak pernah juga minta jabatan setelah Jokowi naik,” katanya.

Soal rezeki, Rizal sudah pasrah pada Yang Maha Kuasa. Yang ia harus lakukan adalah usaha, soal hasil semua dia serahkan pada Tuhan. “Kalau sudah Tuhan menginginkan tidak ada satu pun yang bisa menolak bahkan rezeki kita pun ke lubang semut itu takkan hilang,” katanya.

Rizal selalu ingat pesan orangtuanya. “Ketika berjalan di atas kebaikan pesan kedua orang tua saya adalah tanamlah kebaikan di sepanjang hidup. Waktu ke Jakarta saya tidak pernah dikasih duit oleh orang tua orang. Saya  cuma berdoa semoga kebaikan yang saya tanamkan sepanjang hidup saya bisa membuka jalan untuk  anak-anakku juga. Dan alhamdulillah sampai sekarang saya tidak pernah merasa kesulitan dalam hidup, karena itu saya juga mencoba terus berbuat kebaikan,” katanya.

Dan agar menjadi pintu kebaikan, kata Jusuf Rizal, harus pandai mensyukuri nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. “Kalau kita bersyukur niscaya ditambahkan dari arah yang tidak kita duga-duga. Dan kalau kita ingkar azab Allah itu amat pedih. Saya  mensyukuri apa yang saya dapat dengan membantu orang lain. Tak bisa dengan harta dengan nasihat,” katanya.

“Sebenarnya saya bikin LIRA ini untuk amar ma'ruf dan nahi mungkar. Jadi bagaimana kita membawa kebaikan dan mencegah keburukan. Selama 16 tahun kemudian makin matang jadi lewat aktivitas LIRA  kita anggap ini menjadi bagian dari ibadah. Karena menganggap ini ibadah jadi  tak ada beban, niat kita tulus dan dengan niat tulus itulah kemudian selama 16 tahun kita berjalan dengan penuh dinamika. Soal gangguan biarkan saja, kan ada orang tidak suka. Saya juga pernah diancam  mau dibunuh, tapi karena niatnya tulus dan ibadah, kita ikhlas saja. Tak ada yang ditakuti kecuali Yang Maha Kuasa,”

Drs. H.M, Jusuf Rizal, SE., SH., MSi.,