Beragam persoalan masih melingkupi anak Indonesia. Hal ini harus menjadi perhatian semua demi menyelamatkan anak kita. Menurut Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) kasus kematian bayi dan anak masih banyak terjadi di Indonesia. Selain itu persoalan pendidikan di masa pandemi COVID-19 juga menjadi problem sendiri. Banyak pihak masih gamang antara memprioritaskan faktor kesehatan anak atau pendidikan dalam hal ini pembelajaran tatap muka (PTM).
Meningkatnya kasus COVID-19 beberapa waktu terakhir di Jakarta membuat berbagai pihak menyerukan agar PTM 100 persen yang diterapkan pemerintah DKI Jakarta ditinjau ulang. IDAI termasuk yang menyuarakan agar dilakukan evalusi saat jumlah kasus COVID-19 meningkat, terutama belakangan varian omicron terus bertambah.
Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) menegaskan faktor kesehatan harus diutamakan daripada pendidikan. “Kita mesti melihat dari berbagai aspek, dari sisi kesehatan sebetulnya hak anak untuk mendapatkan kesehatan itu mesti lebih diprioritaskan daripada hak dia untuk mendapatkan pendidikan. Ketika kita lebih memprioritaskan pendidikan dari kesehatan, pada akhirnya anak tertular COVID-19. Kalau sudah begini anak tak dapat pendidikan, kesehatan juga tidak karena anaknya sakit,” tandas pria kelahiran Malang, 15 Januari 1967 ini.
Di saat pandemi meningkat, lanjut Pipirm yang perlu diutamakan adalah memutus mata rantai pandemi. Setelah pandemi melandai dan keadaan terkendali, baru PTM bisa dibuka kembali atau terdapat pengaturan berapa persen jumlah siswa yang diperkenankan mengikuti PTM dan berapa persen yang PJJ (pembelajaran jarak jauh) dengan cara daring.
Persoalan lain yang dihadapi anak-anak Indonesia adalah stunting atau gizi buruk sehingga pertumbuhan menjadi terhambat. Soal stunting ini kata Piprim cara pencegahannya relatif mudah, dengan memberikan asupan nutrisi protein hewani. “Jadi sebetulnya untuk mencegah supaya anak tidak stunting gampang, cukupi asupan protein hewaninya. Anak bisa diberi telur, ikan dan protein hewani lainnya seperti unggas, dll. Kalau daging sapi mungkin mahal,” katanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos, dan Rifai yang menemuinya di Kantor IDAI, Salemba, Jakarta Pusat belum lama berselang. Inilah petikan wawancara selengkapnya.
Menurut Anda, apa persoalan krusial yang dihadapi anak-anak Indonesia saat ini?
Di Indonesia ini angka kematian bayi dan balita masih tinggi. Kalau kita lihat di daerah banyak kasus yang dirujuk ke rumah sakit itu dalam tujuh jam sudah meninggal dunia. Atau mereka datang dalam kondisi yang amat berat. Artinya sebetulnya di hulunya pada layanan primer kita mesti bisa banyak berbuat. Jadi bagaimana networking di situ, tenaga kesehatan mengenali kegawatan. Jangan ditunda-tunda, sudah gawat baru dirujuk. Bisa dikembangkan aplikasi online seperti telemedicine dan kemudahan untuk memudahkan merujuk pasien ke faskes yang lebih tinggi. Pada gilirannya dapat menurunkan tingkat kematian bayi dan anak.
Dalam masa pandemi COVID-19 seperti apa Anda melihat nasib anak-anak Indonesia, sekian lama mereka harus terkurung di rumah?
Kita mengenal learning-lost ketika anak-anak belajar di rumah. Tak dipungkiri bahwa anak-anak akan mendapat banyak sekali hal positif ketika dia melakukan pembelajaran sekolah langsung. Di sekolah bertemu dengan teman-temannya dan gurunya. Namun sudah dua tahun kita melakukan pembelajaran jarak jauh. Kita mesti melihat dari berbagai aspek, dari sisi kesehatan sebetulnya hak anak untuk mendapatkan kesehatan itu mesti lebih diprioritaskan daripada hak dia untuk mendapatkan pendidikan. Ketika kita lebih memprioritaskan pendidikan dari kesehatan, pada akhirnya dia tertular COVID-19. Kalau sudah begini pendidikan tak dapat, kesehatan juga tidak karena anaknya sakit. Saat kita bicara masalah pandemi maka upaya-upaya yang perlu kita lakukan adalah memutus mata rantai pandemi ini agar anak itu bisa kemudian sekolah kembali seperti biasa.
Jadi sebetulnya imbauan-imbauan IDAI seperti jangan dulu PTM 100 persen pada kondisi-kondisi tertentu adalah upaya kita bersama agar pandemi ini cepat selesai dan pada gilirannya anak-anak itu bisa bersekolah kembali seperti biasa. Jadi ujungnya ke situ juga cuma kita prioritasnya atau sudut pandangnya saja yang berbeda.
Kasus COVID-19 di Jakarta kembali meningkat belakangan ini bagaimana pengamatan Anda?
Iya ini kan sampai per hari (27 Januari) sudah 12 persen positivity rate-nya (Jakarta). Teman-teman dokter anak di Jakarta sudah on going mengumpulkan data, sudah banyak laporan pasien pasien anak yang dirawat dan hasil tesnya positif COVID-19. Ini sesuatu hal yang kita mesti kita sikapi secara serius, di tengah melonjaknya kasus COVID-19 dan juga varian omicron. Saat PTM masih 100 persen, sebetulnya ini sesuatu hal yang kontra produktif untuk melindungi anak-anak. IDAI bersama organisasi profesi lainnya sudah mengeluarkan rekomendasi agar pemerintah meninjau ulang PTM 100 persen saat kasus COVID-19 meningkat dan varian omicron terus bertambah. Mudah-mudahan ini bisa didengarkan oleh kementrian terkait dan kami akan segara rapat dengan Kemenkes untuk membahas evaluasi sekolah PTM yang selama ini dilakukan.
Soal varian omicron pemerintah mengatakan gejalanya tidak seberat varian delta, namun sebarannya jauh lebih cepat, seperti apa sebenarnya?
Ya memang betul banyak laporan gejala orang atau anak yang enggak terkena virus omicron itu ringan yang berupa batuk dan flu, ada sebagian kecil yang terkena gejala berat berupa MISC (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children) maupun long COVID. Namun potensi penyebaran yang luar biasa cepat, bisa secara masif dia menyebar ke mana-mana. Kalau begitu banyak orang terkena maka yang tadinya persentase kecil ini menjadi banyak juga. Bagi kami para dokter harus lebih waspada lagi mensikapi varian omicron ini. Proteksi harus diutamakan harus ekstra hati-hati menghadapi keadaan ini.
Kepada anak-anak yang sudah terjadwal untuk vaksinasi segera dilaksanakan. Untuk anak-anak yang belum dapat vaksinasi bagaimana mereka ditempatkan di sebuah lingkungan yang aman dan tidak pergi ke kerumunan dulu. Seperti mall atau tempat-tempat lainnya.
Vaksiansi ini sudah terbukti sejak ratusan tahun lalu dapat mencegah penyakit berbahaya seperti COVID-19. Yang tidak kalah pentingnya adalah vaksinasi rutin vaksin difteri, campak dan yang lainnya.
Saat ini temuan omicron untuk anak-anak berapa banyak?
Data pastinya kami masih terus mengumpulkan ya. Masalahnya adalah anak yang batuk pilek diswap positif, tetapi untuk melanjutkan whole genome sequencing itu tidak menjadi prioritas. Di kita saat ini adalah hanya pada kasus-kasus berat saja yang dilanjutkan whole genome sequencing. Jadi untuk menyimpulkan pada varian omicron atau tidak agak sulit, karena kita baru sampai ke tahap tahu saja, oh oke ini positif COVID-19. Namun kalau gejalanya ringan tidak diteruskan ke penelusuran lebih lanjut. Jadi datanya perlu dikumpulkan lebih teliti lagi.
Masalah stunting juga menjadi isu penting belakangan ini, BKKBN Pusat menjadikan isu ini prioritas, menurut Anda seperti apa persoalan ini?
Stunting ini adalah masalah perawakan pendek yang diakibatkan kekurangan nutrisi secara kronik. Pertama adalah masalah edukasi, edukasi dari orang tua bahwa akar utama anak menjadi stunting karena di dalam darahnya, kadar asam amino esensialnya sangat rendah. Padahal asam amino esensial ini adalah sinyal pada kompleks protein yang menjadi sinyal pertumbuhan, agar anak menjadi tinggi dan tumbuh. Asam amino esensial ini dari protein hewani. Jadi sebetulnya untuk mencegah supaya anak tidak stunting gampang, cukupi asupan protein hewaninya. Anak bisa diberi telur, ikan dan protein hewani lainnya; unggas, dll. Kalau daging sapi mungkin mahal.
BACA JUGA:
Selain pasca kelahiran, sebelum lahir saat ibu mengandung seperti apa upaya pencegahan stunting ini?
Saat anak putri mengalami stunting, kemudian dia menikah dan saat hamil kurang gizi pertumbuhan janinya terhambat. Dalam kondisi ini sudah terjadi stunting sejak di dalam rahim. Saat anaknya lahir akan mudah terkena stunting. Karena itu penting sekali menyiapkan remaja putri agar gizi mereka tercukupi. Edukasi seperti ini penting dilakukan, bagaimana mengonsumsi makanan yang sehat. Saat ini kita dibombardir oleh makanan junkfood yang tinggi kalori dan miskin nutrisi. Yang perlu di perbanyak adalah protein hewani, lemak sehat, sayuran-sayuran. Jadi untuk ibu hamil harus memperhatikan betul asupan nutrisi agar tidak terjadi stunting saat kehamilan.
Setelah lahir apakah yang perlu diperhatikan?
Untuk janin yang mengalami pertumbuhan yang terhambat tetap bisa diupayakan dan dikejar pertumbuhannya dalam 1.000 hari pertama. Ibu yang sedang menyusuhi juga harus dipastikan asupan nutrisinya bagus agar bisa memberikan ASI yang berkualitas. Untuk MP (makanan pendamping) ASI juga perlu diperhatikan. Di kita banyak yang double atau triple karbohidrat. Bubur nasi ditambah dengan labu, kentang atau pisang. Itu kan karbohidrat semua. Persoalan stunting ini harus menjadi perhatian semua pihak.
IDAI sendiri apakah ada program untuk mengatasi stunting?
Ada, kami punya program untuk membantu penanggulangan stunting. Kami mendukung upaya pemerintah kita melalui BKKBN, Depkes, dan instansi terkait lainnya untuk menurunkan angka stunting.
Selain itu apa lagi upaya yang bisa dilakukan agar anak tumbuh sehat?
Selain faktor nutrisi, faktor stimulasi juga penting. Anak-anak perlu diberi permainan yang edukatif. Dalam konsep tumbuh kembang anak itu ada asah, asih dan asuh. Anak diberi kebutuhan dasar dengan dia itu diberi nutrisi yang baik yang diberi imunisasi yang lengkap diberi pangan. Kemudian asih adalah kebutuhan emosi. Jangan kita lupa menyapa anak-anak. Bayi yang baru lahir lahir kalau diajak ngomong atau di di akan merespon. Ibunya datang dengan senyum itu beda dengan ibunya datang tanpa ekspresi. Kemudian setelah diberi asuh-an emosi yang bagus ya juga di atas diberi stimulasi.
Ini Motivasi Piprim Basarah Yanuarso Tanggalkan Predikat Obesitas
Setiap orang punya momentum menuju perubahan. Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) justru tertantang saat salah seorang menantunya mengajukan pertanyaan menohok soal obesitas. “Memangnya abi mau jadi manusia satu kwintal?,” dia menirukan pertanyaan sederhana tapi menghunjam itu. Sejak itu dia bertekat untuk keluar dari predikat obesitas.
Untuk menjaga kesehatan yang menyeluruh baik fisik maupun mental, Piprim punya lima pegangan. “Pertama menjaga agar stres tidak muncul. Karena saya beragama Islam, yang saya lakukan menjaga hati supaya banyak berdzikir mengingat Allah. Orang yang dekat dengan penciptanya itu biasanya hatinya tentram. Kalau ada masalah dia curhatnya sama Sang Pencipta. Itu curhat yang paling pas, sehingga beban yang berat menjadi ringan,” katanya.
Yang kedua lanjutnya tidur mesti cukup. “Sekarang ini banyak orang yang sering begadang, nonton sampai tengah malam dan bangun kesiangan. Itu adalah pola hidup yang tidak sehat. Karena tidur itu proses me-reset semua sistem tubuh kita untuk kembali nol lagi,” kata Piprim yang pernah tiga kali ditugaskan sebagai tim medis RI saat gempa di Iran (2003), gempa Secuan China (2009) dan gempa Haiti (2010).
Selanjutnya yang ketiga untuk menuju hidup yang sehat itu perlu olahraga. “Orang sekarang banyak yang malas berolahraga. Saya berusaha merutinkan olahraga, bisa tiga atau empat kali dalam sepekan. Saya juga sering sepedaan ke kantor, pulangnya dijemput dengan mobil. Soalnya cuacanya kalau sore sudah kurang bagus, malas karena banyak debu,” ujarnya. Yang penting lanjutnya, memanfaatkan setiap momen untuk bergerak. “Kalau di rumah sakit untuk visit pasien saya naik tangga,” tukasnya dokter psesialis anak yang bertugas di Klinik Rumah Vaksinasi Kramat Jati, dokter Konsultan Jantung Anak di RSCM dan di Rumah Echo.
Lalu yang keempat tips untuk menuju sehat adalah berpuasa. “Puasa itu detoksifikasi, jadi sampah-sampah tubuh kita saat puasa di-recycle. Biasanya saya sahurnya air putih saja, jadi perut bisa kosong itu sekitar 22 jam. Itu lumayan untuk bisa detoksifikasi,” lanjut Piprim yang berusaha merutinkan puasa Senin dan Kamis.
Dan yang kelima mengurangi asupan karbohidrat secara maksimal. “Dulu saya obesitas, saya mengurangi karbohidrat dan menggantinya dengan protein. Lemak di tubuh itu bisa digunakan untuk energi. Pola mengurangi asupan karbohidrat ini ternyata bermanfaat menurunkan obesitas, diabetes, dan hipertensi,” ungkapnya.
Jika kelima hal ini dilakukan dengan baik, kata dokter yang rajin membagikan aktivitasnya di media sosial ini, akan membuat tubuh lebih bugar dan itu baik sekali untuk bekal beraktivitas sehari-hari.
1 Kwintal
Dulu bobot tubuh Piprim memang nyaris 1 kwintal di tahun 2017. Namun kini sudah stabil di kisaran 73 kg hingga 75 kg. “Saya mulai tergelitik setelah salah seorang menantu saya bilang, Abi itu mau jadi manusia 1 kwintal ya,” katanya menirukan ucapan menantunya.
“Pertanyaannya menohok banget. Saya berpikir bagaimana ya supaya bisa kurus? Sempat terpikir untuk operasi sedot lemak atau pengikatan lambung. Tapi kok banyak laporan temen-temen saya yang dokter meninggal saat disedot lemaknya. Akhirnya saya bertemu salah seorang senior yang psikiater, dia menyarankan saya untuk mengurangi asupan karbohidrat. Yang dimakan protein dan lemak (sehat) saja,” kata Piprim yang menghindari junkfood dan lemak yang tak sehat dalam menu makanannya.
Dengan cara itu pelan-pelan bobot tubuhnya menurun. Pola makan tanpa karbohiodrat ini ternyata bisa menanggalkan status obesitas dari diri Piprim. “Meski tak makan karbo, tapi saya masih bisa makan enak dan kenyang. Dan ada bonusnya, tubuh menjadi langsing,” ungkapnya.
Tapi tentu bukan hanya itu, dia juga mengiringi pengurangan asupan karbohidrat itu dengan olahraga yang teratur. Bahkan dia memanggil seorang personal trainer untuk mengawasi aktivias olahraganya biar terarah dan lebih maksimal manfaatnya. Selain itu dia juga melakoni puasa Senin dan Kamis, serta tidur yang cukup.
Untuk olahraga, dia menepis anggapan yang selama ini terlanjur dipegang orang yang sudah berumur. Bahwa mereka sudah tak boleh berolahraga beban, cukup dengan jogging dan jalan kaki saja. “Sebetulnya secara teori olahraga, ini keliru karena makin kita tua ada penggerusan massa otot atau sarcopenia,” katanya.
Karena itu orang tua pun sejatinya, kata dia masih bisa olahraga beban. “Untuk mencegah itu (sarcopenia) kita harus melakukan olahraga beban sederhana seperti push-up, dan latihan otot lainnya yang membuat otot kita terbentuk. Tapi engga harus menjadi Ade Ray ya. Massa otot yang bertambah itu bisa mengurangi sarcopenia dan mencegah patah tulang,” jelas pemilik akun Instagram @dr.piprim.
Itulah mengapa dia rajin berolahraga beban dengan didampingi seorang personal trainer. “Yang saya kerjakan sekarang berlatih dengan kettlebell. Soalnya dalam waktu singkat bisa melatih strength dan cardio. Jadi kalau kita malas lari atau sepedaan, dengan kettlebell dengan berat yang cukup, biasa 12 kilo ke atas itu cepat sekali membuat denyut jantung maksimal,” katanya.
Komunikasi
Keluarga bagi Piprim adalah tempat melepas penat setelah berkutat dengan kesibukannya sebagai dokter dan juga pemimpin organisasi profesi (IDAI). “Di sela-sela keibukan, keluarga itu adalah hiburan, bercengkrama dengan anak, istri dan cucu itu harus dilakukan untuk mendukung kegiatan di kantor,” paparnya.
Orangtua, kata Piprim, harus menjalin komunikasi yang intens dengan anak. “Orang tua harus jadi teman ngobrol yang baik untuk anak. Kalau tidak dia akan mencari teman ngobrol di media sosial, nanti dia bisa ke mana-mana curhatnya,” kata staf pengajar di Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI RSCM dan staf medik di Pelayanan Jantung Terpadu RSCM ini.
Anak yang bermasalah, biasanya karena kurang perhatian dari keluarga. “Penting sekali memberikan perhatian kepada anak. Kasus tawuran sampai narkoba itu biasanya muncul saat anak tak dapat perhatian sewajarnya dari orang tua,” lanjutnya.
Saat anak melakukan kesalahan, saran dia tak bisa langsung dihakimi. “Jadikan anak itu sebagai teman. Saat dia melakukan kesalahan jangan langsung dihakimi. Tegurlah dia seperti menegur orang dewasa,” katanya.
Satu lagi yang perlu diluruskan, kata Piprim Basarah Yanuarso, anggapan kalau anak yang gemuk itu sehat. “Di masa pandemi ini banyak sekali anak-anak yang menjadi obesitas, berat badannya naik bisa 10 kg sampai 20 kg. Ketika dia ikut pembelajaran jarak jauh, orangtuanya menyediakan cemilan berupa minuman manis, junkfood dan sebagai akibatnya apa, anaknya memang anteng, tetapi dampaknya anak menjadi obesitas. Itu bisa menjadi komorbid yang berat saat COVID-19 menyerang,” katanya sembari menambahkan anak juga perlu diarahkan berolahraga.
“Hak anak untuk mendapatkan kesehatan itu mesti lebih diprioritaskan daripada hak dia untuk mendapatkan pendidikan. Ketika kita lebih memprioritaskan pendidikan dari kesehatan, pada akhirnya anak tertular COVID-19. Kalau sudah begini anak tak dapat pendidikan, kesehatan juga tidak,”