[ARSITEKTUR] Sibarani Sofian | Tentang Merancang Pembangunan Ibu Kota Baru
Desainer ibu kota baru (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

Sibarani Sofian terpilih sebagai perancang ibu kota baru. Kehormatan itu jelas besar. Kemarin, kami berbincang dengan Sibarani, melihat konsep besar desain ibu kota baru, mendalami konsep pembangunan berorientasi alam, hingga sulitnya membenahi tata kota daerah-daerah di Nusantara.

Sosok Sibarani Sofian mengemuka sejak Senin, 23 Desember. Hari itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengumumkan namanya sebagai pemenang sayembara desain ibu kota negara (IKN) baru. Sibarani diganjar hadiah Rp2 miliar. Tapi, itu jelas bukan apa-apa. Kesempatan merancang ibu kota baru adalah sejatinya hadiah yang tak tertanding angka. Bersama perusahaan yang ia dirikan, Urban+, Sibarani akan membangun ibu kota dengan konsep yang ia sebut "Nagara Rimba Nusa".

Satu hari berselang pengumuman itu, kami menghubungi Sibarani. Dalam kontak yang berlangsung pagi hari itu, Sibarani langsung menerima ajakan kami untuk bertemu. Kami tiba di kantor Urban+ di lantai 28, APL Tower sekitar pukul 14.30 WIB. Sibarani tengah santap siang ketika itu. Sekitar 20 menit kemudian, Sibarani menemui kami. "Maaf menunggu," katanya sembari menjabat tangan kami.

Wawancara berlangsung di sebuah ruangan yang didominasi warna abu-abu. Dipenuhi jendela, ruangan itu terlihat modern. Berbagai furnitur macam bean bag yang tersebar di ruangan memberi kesan kasual. Kami tahu, yang kami hadapi adalah orang dengan isi kepala yang kaya.

Sebelum wawancara, Sibarani menunjukkan rancangan kasar desain ibu kota baru. Ada yang berbentuk gambar cetakan, gambar tangan, hingga yang coret-coretan. Selain itu, Sibarani juga mengklarifikasi banyaknya kekeliruan media massa tentang penyebutan nama dan penggambaran sosoknya.

Sibarani dalam wawancara bersama VOI (Irfan Meidianto/VOI)

 "Sebetulnya, nama saya itu Sibarani Sofian. Banyak yang bilang Sibarani tuh kan marga. Batak, ya. Nah, saya justru nama saya adalah Sibarani. Keluarga saya Sofian. Jadi, untuk konfirmasi, saya bukan orang Batak. Saya orang Bogor. Kebetulan nama saya Sibereni. Spell-nya Sibarani."

Sibarani Sofian

Di awal obrolan, Sibarani mengenang sedikit proses yang ia ikuti hingga akhirnya ditunjuk sebagai pemenang. Menurutnya, kompetisi yang digelar Kementerian PUPR amat terbuka. Setiap orang Indonesia yang memiliki sertifikasi keahlian (SKA) di bidang arsitektur dapat ikut serta, bahkan diperbolehkan mengajak sembilan orang lain. Berdasar catatan, ada 290 --dari total 755-- pendaftar yang mengikutsertakan karyanya.

Menariknya, dari seluruh pemenang yang menempati posisi satu hingga lima, tak ada satu pun yang memilih lokasi sama. Perkara lokasi itu yang Sibarani yakini membawa Urban+ memenangi kompetisi. Menurutnya, dari berbagai butir kriteria, kejelian mencari lokasi jadi hal yang paling krusial. Sibarani dan Urban+ sendiri memilih lokasi di sekitar wilayah Bukit Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Sibarani Sofian membedah rancangan bersama tim Urban+ (Istimewa)

Konsep

Terkait arahan pemerintah, Sibarani menjelaskan, setidaknya ada empat garis besar pembangunan yang harus ia lakoni untuk ibu kota baru. Pertama adalah menjadikan ibu kota baru sebagai green smart city. Selain itu, ibu kota baru harus memenuhi unsur keberlanjutan dan mampu merefleksikan pembangunan yang Indonesia sentris. Di sisi lain, pemerintah juga mengharapkan ibu kota baru menjadi kota yang dapat bersaing secara kualitas dengan kota-kota lain di dunia.

 "Konsep kota yang diharapkan adalah, satu, konsep kota yang berkelanjutan, konsep kota yang green smart, sustainable. Kemudian, kota yang Indonesia sentris. Dan yang terakhir kemudian tambahan dari Pak Joko Widodo adalah kota yang menjadi kompeten untuk internasional. Jadi kota yang punya kelas internasional."

Sibarani Sofian

Jika ditarik ke konsep besar, segala garis besar pembangunan itu akan menyatu ke dalam satu konsep yang disebut "Nagara Rimba Nusa". Konsep besar itu diambil dari kondisi geografis Kalimantan yang didominasi oleh hutan. Sedang kata "nusa" diambil dari Indonesia yang terdiri dari Negara Kepulauan. Dengan berbagai elemen yang ada di dalam konsep besar "Negara Rimba Nusa", negeri ini diharapkan dapat mengamalkan kehidupan berbangsa yang selaras antara manusia dan alam.

 "Jadi kami mengambil tema 'Nagara Rimba Nusa', karena nagara adalah kota atau pemerintahan, rimba adalah hutan yang sebetulnya sangat khas di Kalimantan. Dan Nusa adalah kepulauan."

Sibarani Sofian

Perbedaan

Lebih lanjut, Sibarani menjelaskan, pembangunan ibu kota baru tak terinspirasi dengan kota apapun yang telah dibangun di dunia. Menurutnya, potensi alam yang dimiliki ibu kota baru akan menjadi perbedaan besar dalam pembangunan kota-kota di dunia.

 "Jadi, kalau kita bisa benar-benar berorientasi pada elemen-elemen alam seperti ini, niscaya pemerintahan kita itu bisa dekat dengan alam. Dan kebijakan alam atau nature wisdom itu bisa kita rangkul untuk bisa menyelaraskan antara hubungan manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhan."

Sibarani Sofian

Sibarani sendiri telah memiliki pengalaman membangun peradaban urban di dunia. Sebagai desainer yang berkutat di urban design, Sibarani pernah ikut membangun Ibu Kota Malaysia, Putrajaya. Selain itu, sentuhannya juga dapat dilihat di berbagai pusat bisnis atau central business district (CBD), mulai dari Singapura, Vietnam, hingga China.

Di Singapura, ia berkarier bersama AECOM, sebuah firma besar yang ia dirikan di 130 kota di dunia. Fokus Sibarani di bidang urban design telah ia rintis sejak berkuliah arsitektur di Institut Teknik Bandung (ITB). Sibarani kemudian melanjutkan pendidikan lewat jalur beasiswa ke University of New South Wales (UNSW) di Sydney, Australia. Di UNSW, ia mendalami pendidikan di bidang urban design dan urban development.

Desain Chongqing CBD di China karya Sibarani (Istimewa)

Kembali pada konsep pembangunan ibu kota baru. Jika merujuk pada kota-kota lain di Indonesia, Sibarani melihat pembangunan ibu kota baru akan lebih mudah. Alasannya, sebagian besar kota di Indonesia hari ini adalah warisan sejarah masa lampau. Hal itulah yang menyebabkan tata kota hari ini sulit dibenahi. Jangankan membenahi kota agar selaras dengan alam. Membenahi kota yang ramah manusia saja sulit dilakukan hari ini.

Pembangunan kota berorientasi alam itu sejatinya dapat kita lihat dari proporsi pembangunan yang tercantum dalam masterplan. Dalam rancangan besar pembangunan, pemerintah menetapkan proporsi hutan sebesar 70 persen, berbanding dengan proporsi perkotaan yang berkisar di angka 30 persen.

 "Kalau sekarang kita punya kesempatan memulai dari nol. Kalau dari nol, konsep kesetaraan atau konsep keseimbangan antara manusia dengan alam itu harusnya bisa kita capai karena formulasinya kita mulai dari nol. Dan apapun yang terbaik, kita ambil dari berbagai case tadi yang kita dapat bisa kita terapkan di sana. Dan karena itu, soul dari masterplan-nya adalah bagaimana kita berorientasi pada alam."

Sibarani Sofian