JAKARTA – Penanganan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyeret nasib Ketua KPK. Selain Syahrul yang menjadi pesakitan di KPK, secara bersamaaan Kepolisian Polda Metro Jaya juga mengusut kasus pemerasan yang diduga dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri.
Dua lembaga hukum itu saling memproses dua pihak yang berlawanan. KPK mengusut kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo, sedang polisi memeriksa dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada Syahrul.
Informasi sumber menyebutkan, kasus korupsi di Kementan yang diusut KPK ada tiga kasus yakni kasus gratifikasi penerimaan pegawai, kasus impor di Kementan dan kasus vaksinasi PMK (penyakit, mulut dan kuku) di lembaga yang sama. Namun yang mencuat dan terkonfirmasi adalah kasus pemberian gratifikasi dan pemerasan terkait kenaikan jabatan di lingkungan Kementan.
Dalam perkara itu Syahrul diduga telah menerima dana yang besarnya antara 4.000 hingga 10.000 dollar Amerika per bulan. Sehingga total uang suap diterimanya mencapai Rp 13,9 miliar. Dalam kasus itu KPK telah menetapkan 3 orang tersangka yakni Sekretaris Jenderal Kementan, Kisdi Soebagyono, Direktur Alat dan Mesin pertanian, Mohammad Hatta dan Syahrul Yasin Limpo, dalam perkara lelang jabatan dan penerimaan gratifikasi.
Selain kasus gratifikasi dan pemerasan, kasus lainnya yang sebelumnya disebut-sebut juga terjadi di Kementan, belum terlihat. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana, mengatakan bisa jadi tiga kasus itu ada. ”Tapi mungkin karena pertimbangan, kasus gratifikasi dan pemerasan lebih kuat dan lebih mudah pembuktiannya. Mereka mendahulukan kasus tersebut dari kasus yang lain. ” katanya. Karena kasus gratifikasi dan pemerasan subjeknya tidak banyak dan langsung mengena big bos, maka didahulukan, jelas Kurnia dihubungi VOI, Jumat, 13 Oktober.
Dia mengatakan, mungkin saja kasus lainnya di Kementan itu ikut dilaporkan tetapi karena pertimbangan kemudahan dan unsur unsur pembuktiannya lebih lengkap maka kasus itu diutamakan.
Rabu, malam lalu pimpinan KPK, Johanis Tanak resmi menetapan tiga orang dari Kementerian Pertanian sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan pemerasan dalam pengangkatan pejabat di lingkungan Kementan.
Syahrul diduga telah menginstruksikan kepada 2 bawahnya untuk menghimpun dana dari pejabat di eselon I dan eselon II proses kenaikan jabatan, uang diserahkan dalam bentuk tunai maupun transfer, selama 2020-2023. Sumber uang yang diambil berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-mark up termasuk permintaan uang kepada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian.
Perseteruan Syahrul Yasin Limpo vs Firli Bahuri
Sumber yang dekat dengan KPK menceritakan duduk soal kasus perseteruan Firli dan Limpo dimulai dari rencana kerjasama KPK dan Kementan soal MoU. Kementan menginginkan adanya pendampingan KPK dalam hal pencegahan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Entah karena Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengetahui KPK telah mengendus perkara di lembaganya. SYL begitu getol ingin menjalin kerjasama dan MoU dengan KPK, dalam hal pendampingan dan pencegahan korupsi. Sampai ia merasa perlu mengajak Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar, yang masih keponakannya untuk menemaninya bertemu Firli.
Irwan, kepada wartawan mengakui pernah diajak menemani Syahrul menemui Firli Bahuri, pada sekitar bulan Februari 2021. Kebetulan Firli adalah atasan Irwan saat Ketua KPK itu menjabat Dirtinmum Polda NTB. ”Untuk membicarakan perihal rencana MoU” ujar Irwan, namun ia membantah ada penyerahan uang saat itu.
VOIR éGALEMENT:
Sampai akhirnya MoU antara KPK dan Kementan terwujud.atas keberhasilan terselenggaranya MoU itu, pihak Kementan merasa happy dan diduga menyerahkan uang tanda terimakasih sebesar 1 miliar yang ditujukan kepada Ketua KPK.
Sumber itu menyebut selain penyerahan uang pertama, ada penyerahan uang kedua yang terjadi pada lebaran Idul Fitri 2022, sebagai THR (Tunjangan Hari Raya), sumber menyebut uang itu diserahkan lewat Anwar.
Menurut Ketua Indonesia Police Watch, Sugeng Teguh Santoso, pemberian uang ke Pimpinan KPK sebanyak dua kali itu ”terkonfirmasi”. Penjelasan Sugeng itu didapatkan dari kesaksian para penyidik yang telah memeriksa Anwar, lebih dari tiga kali dalam kasus terkat pemerasan ini. ”Pernyataan penyidik benar ada pemberian uang,” kata Sugeng, saat dihubungi VOI.id, Kamis, 12 Oktober.
Sugeng menuturkan pemberian uang itu dilakukan dua kali lewat perantara Irwan dan ketiga kalinya pada bulan Desember 2022, saat Syahrul bertemu Firli di lapangan tenis uang itu serahkan melalui perantara ajudan Firli.
Menanggapi, pertemuan Firli dan Syahrul Limpo yang melibatkan polisi dari Polrestabes Semarang pada tahun 2021, Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, memantik kejanggalan.
”Jika itu urusanya MoU justru promosi bagi Kementan dan itu hubungan antar lembaga bisa dengan muda dilaksanakan Syahrul, tak perlu melibatkan Anwar .” kata Kurnia.
Kurnia menduga memang sejak awal, ada persoalan dengan Kementan. Mungkin itu tadi KPK sudah membidik Kementan dalam kasus korupsi, sehingga SYL perlu melakukan pendekatan dengan Firli. Selama 2021 hingga 2022 Syahrul merasa aman, kasusnya tak diungkit karena merasa sudah membayar. Baru Desember 2022 itu Syahrul merasa perlu menemui Firli karena melihat perkembangan penyelidikan kasus Korupsi di lembaganya. Saat itulah diduga terjadi proses penyerahan uang yang ketiga kali, yang diserahkan lewat perantaraan ajudan.
Pada 2023 penyidikan kasus Kementan semakin nyata. Ditandai dengan pemeriksaan bawahan Syarul termasuk ajudan dan sopir Syahrul. Puncak kekesalan Syahrul, yang telah berupaya mengamankan kasusnya agar tidak dilanjutkan. Pihak Syahrul pun melaporkan balik Firli ke Polda Metro, atas kasus dugaan pemerasan.
Pengusutan KPK atas kasus Korupsi Syahrul terbuka setelah pimpinan KPK mengirim surat pemberitahuan penetapan tersangka kepada presiden, pada, 29 September yang ditandatangani Pimpinan KPK Nurul Ghufron. Lalu disusul dengan pernyataan Menkopolhukam Mahfud Md di depan publik.
Kasus semakian kencang bergulir dengan KPK menggeledah rumah rumah dinas Menteri Pertanian, di Kompleks Widya Chandra, Jakarta. Dimana lokasi itu KPK menemukan uang senilai 30 miliar dan 12 senjata api.
KPK resmi mengumumkan 3 tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu (setoran) untuk proses lelang jabatan, termasuk ikut serta (markup) dalam pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Sementara disisi lain, Sugeng memastikan bahwa kasus yang diselidiki Polda Metro adalah kasus dugaan pemerasan yang melibatkan Ketua KPK Firli Bahuri. Siapa pelapornya. Pelapornya, hanya diketahui berasal dari pengaduan masyarakat (dumas) pada Agustus lalu. ” Informasi yang didapat ada pemberian uang disitu.” katanya.
Menanggapi kasus Syahrul dan Firli, Sugeng mengatakan seharusnya dewan pengawas segera bersikap atas polemik kasus tersebut. Menurutnya Dewas harus proaktif melakukan pemeriksaan tidak harus menunggu polisi menetapkan ada tersangka, setidaknya meminta keterangan awal.” Itu untuk menjaga marwah KPK” ujarnya.
Menurut Sugeng, Dewas bisa lebih dini memanggil dan meminta klarifikasi awal dar Firli soal tindakan pemerasan. Apalagi ada foto yang beredar ia bertemu dengan orang yang berperkara. ”Itu saja sudah bisa jadi alasan dewas memanggil, Firli,” katanya.
Merebaknya kasus pemerasan yang diduga dilakukan pimpinan KPK kini ditangani Polda Metro Jaya. Dewan pengawas nampaknya belum akan mengambil tindakan. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengaku masih mengumpulkan bukti-bukti mengenai dugaan pemerasan Firli kepada Syahrul. Ia tak mau berandai-andai. Sebab, menurutnya pencarian informasi dugaan tersebut masih berjalan hingga saat ini.
“Kalau memang itu terbukti, ya, pasti lah etiknya kena juga,” kata Tumpak kepada wartawan yang dikutip Selasa, 10 Oktober. Menurutnya ada sejumlah sanksi yang bisa dikenakan kepada Firli.
“Kita pelajari dulu, kita kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya,” tegas Tumpak
Namun sudah sepekan Dewas menyatakan sedang mengumpulkan bukti bukti mengenai dugaan pemerasan terhadap Syahrul. Namun belum ada tanda tanda Dewas menyegerakan kasusnya.
Padahal selama ini kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli telah cukup banyak. Menurut Kurnia, pimpinan KPK yang paling banyak dilaporkan kasus pelanggaran etik, ya Firli. Kurnia, menyebut secara resmi ICW sudah 3 kali mengirimkan surat kepada Dewas untuk kasus yang berbeda.
Kasus etik terkait Firli, pertama 2018, saat Firli masih menjabat sebagai direktur penindakan KPK saat itu ia diketahui menemui Muhammad Zainul Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) yang sedang disidik terkait perkara Divestasi Saham Newmont NTB. Saat Dewan Pengawas masih bernama Pengawas Internal ia diberikan sanksi berat atas pertemuan itu.
Kemudian tahun 2021 ICW juga mengadukan Firli atas kasus pemakaian helikopter mewah pihak terkait perkara untuk pulang ke kampung halamannya. Laporan ini lanjutan laporan MAKI yang sanksi ringan. ICW menemukan selisih dalam pembayan helilkopter. Namun Dewan Pengawas tidak menggubris laporan, hingga lapran diteruskan ke Bareskrim.
Pengaduan lainnya, menurut Kurnia, soal pertemuan Firli dengan wakil ketua BPK. Wakil Ketua Bpk yang harusnya menjalani pemeriksaan oleh Direktur Penindakan. Ditemui Firli dan dan diantarkan ke ruang Deputi Penindakan.
Pelanggaran etik yang juga sempat disoroti masyarakat adalah penetapan tersangka Rektor UNJ oleh Firli. Firli seperti memaksakan rektor UNJ menjadi tersangka, padahal Direktur tidak terlibat. Akhirnya kasus OTT yang nilainya hanya 43 juta itu dilimpahkan ke polisi, belakangan oleh polisi kasusnya dihentikan.
Banyaknya kasus pelanggaran etik yang menyeret Firli membuat geram masyarakat. Sikap permisif yang ditunjukan Firli sebagai Ketua Lembaga Anti Korupsi, membuat marwah KPK ternodai. Lalu pantaskah masyarakat menanyakan kerja dari dewan pengawas KPK?
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, meminta Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengambil sikap tegas terkait dugaan pemerasan yang dilakukan salah seorang pimpinan KPK. Dewas menurut Boyamin, harus segera melakukan mitigasi dan mengambil langkah tegas menonaktifkan bersangkutan.
”Sehingga tidak ada konflik interest dalam penanganan kasus di KPK,” Bahkan ia menyarankan Dewas, untuk menghadap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya untuk mencari kepastian keterlibatan pimpinan KPK itu.
Namun dipastikan Dewas baru bisa bersikap setelah adanya pemeriksaa Firli. Firli baru akan diperiksa Polda Metro Jaya setelah pemeriksaan saksi Direktur Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK, Tomi Murtomo. Tomi diperiksa pada Senin, 16 Oktober 2023.
Padahal menurut Boyamin, Dewas harus tahu lebih dulu kalau ada orang yang nakal di KPK, karena Dewas bagian dari KPK. Menurutnya penyidikan dugaan pemerasan di Polda Metro Jaya cukup sebagai bahan persidangan etik bagi Dewas. Sebab, yang dicari Dewas cuma pelanggaran etika, bukan pidana. ”Karena memang etik itu belum tentu melanggar hukum. Tapi, kalau hukum pasti melanggar etik,” tuturnya.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)