Partager:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 242 tahun yang lalu, 1 September 1780, Gubernur Jenderal VOC, Reinier de Klerk meninggal dunia. Ia meninggal dunia di rumahnya Jalan Molenvliet no. 111 (kini: Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia). Kepergiannya membawa duka mendalam bagi segenap warga Batavia, utamanya kaum peduli ilmu pengetahuan.

Tindak-tanduknya semasa hidup dikenang banyak mendorong munculnya riset pengetahuan dan budaya. Ia pun mendukung penuh kehadiran Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (organisasi yang memajukan ilmu pengetahuan).

Pemimpin tertinggi VOC di Nusantara dikenal sebagai Gubernur Jenderal. Tak sembarang orang dapat mengisi posisi tersebut. Mereka yang dapat terpilih terbatas pada mereka yang berpengalaman atau berasal dari keluarga yang dekat pemegang saham VOC, Heeren Zeventien (Dewan Tujuh Belas).

Reinier de Klerk adalah salah satu contoh Gubernur Jenderal VOC yang memulai kariernya dari bawah. Alias berpengalaman. Ia datang ke Batavia sebagai pelaut hingga kemudian menjadi komandan tentara. Ia mempelajari segala seluk-beluk aktivitas VOC di Nusantara.

Perlahan-lahan, ia pun naik pangkat sampai akhirnya sebagai Gubernur Jenderal VOC pada 1777. Pemerintahan De Klerk pun disambut dengan antusias oleh warga Batavia. Utamanya kaum peduli ilmu pengetahuan.

Rumah Gubernur Jenderal VOC, Reinier de Klerk yang kini menjadi Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia. (Wikimedia Commons)

Segala macam kegiatan menyangkut perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan didukungnya. Buktinya ia mendukung penuh kehadiran organisasi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Watenschappen yang lahir pada 24 April 1778.

“Walaupun piagam perkumpulan itu menunjukkan bahwa ‘laporan mengenai sejarah alam dan benda antik serta adat istiadat orang Indonesia akan diterima baik’, pokok-pokok studi ini dengan sendirinya menduduki tempat kedua. Meskipun demikian, penyebutan sejarah dan adat istiadat penduduk asli sebagai pokok.”

“Yang punya bobot sains itu sendiri adalah hal baru yang sangat enting. Gubernur Jenderal yang sedang memerintah, Reinier de Klerk, sangat tertarik pada yayasan baru itu dan mencoba memberi dukungan pada urusan itu dengan mengirimkan surat edaran kepada semua bawahannya, dan menyarankan mereka untuk bergabung dengan Perkumpulan itu,” terang Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (2008).

Satu-satunya yang jadi masalah dalam pemerintahan De Klerk hanyalah usia tua. Ia diangkat sebagai Gubernur Jenderal pada usia 65 tahun. Usia yang cukup tua itu membuatnya rentan terkena penyakit yang didominasi orang-orang seusianya.

Ia pun mengembuskan nafas terakhir pada 1 September 1780. Ia di meninggal dunia di rumahnya di Jalan Molenvliet no. 111. Rumah itu kemudian menjadi legasi terakhirnya di Jakarta. Sebab, rumah itu hingga hari ini masih tegak berdiri sebagai Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia.

“Reiner de Klerk hanya menjabat selama tiga tahun, dan sampai ia meninggal pada 1 September 1780, ia tinggal di rumah di Jalan Molenvliet no. 111 itu. Rumah yang kepemilikannya jatuh dari tangan ke tangan, akhirnya pada tahun 1925 berfungsi sebagai kantor landsarchief, dan sesudah tahun 1950 menjadi Arsip Negara atau Arsip Nasional RI.”

“Selama 54 tahun rumah Reiner de Klerk ini menjadi kantor arsip pemerintah dan kini rumah yang sudah direstorasi dan terawat baik menjadi landmark budaya dan sejarah kolonial Kota Jakarta,” ungkap Sejarawan Mona Lohanda dalam buku Sejarah Pembesar Mengatur Batavia (2007).


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)