Partager:

YOGYAKARTA – Makan atau minum minuman manis, banyak dipercaya oleh orang tua dapat sebabkan akan hiperaktif. Mereka berlari-larian setelah makan es krim. Atau mereka melompati satu set kursi berpindah ke sana ke mari setelah makan beberapa butir lollipop. Tetapi menurut penelitian, keduanya tidak berhubungan. Artinya, sugar rush sama sekali tidak berkaitan dengan anak hiperaktif.

Kasus sugar rush ditutup pada 1995 lampau setelah sejumlah peneliti menganalisis 16 penelitian tentang anak-anak pasca pesta gula. Kesimpulan dari penelitian tersebut, bahwa gula tidak memengaruhi perilaku atau kinerja kognitif anak-anak.

Kesalahan persepsi ini, berangkat dari penelitian ahli alergi Benjamin Feingold pada 1973. Dalam penelitiannya menyimpulkan kalau gula menyebabkan hiperaktif pada anak. Penelitiannya melibatkan 265 anak yang mana orang tuanya mengeluh anak-anaknya terlalu banyak berlari dan sering tidak konsentrasi. Anak-anak yang hiperaktif ini, memiliki kadar gula rendah yang tidak normal. Betul saja, gula darah rendah dapat menyebabkan perubahan suasana hati dan gejala emosional lainnya pada orang dewasa.

sugar rush dan anak hiperaktif
Ilustrasi korelasi sugar rush dan anak hiperaktif (Unsplash/Patrick Fore)

Temuan Feingold di atas, lalu dibantah pada beberapa studi observasional yang menunjukkan korelasi antara sugar rush dan anak hiperaktif, tetapi bukan sebab-akibat. Penelitian lain pada 1994 juga meneliti sekitar 50 anak yang orang tuanya mengaku sensitif terhadap gula. Namun, mereka melaporkan tidak ada perbedaan ketika diet gula, spartam, atau sakarin.

Meski tak diketahui secara pasti korelasi antara sugar rush dan anak hiperaktif. Tetapi diet gula penting dilakukan. Karena dapat menyebabkan diabetes dan sejumlah masalah lainnya. Mungkin juga anggapan bahwa diet gula bisa mengurangi rasa bersalah orang tua karena membuat anak-anaknya hiperaktif. Tetapi, pilihan rasional tetap perlu menjadi pertimbangan. Kalaupun tidak menyebabkan anak hiperaktif, membatasi konsumsi gula bisa meminimalisir risiko kesehatan lainnya.

 


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)