Babak Baru Lawan KPK, Brigjen Endar Priantoro Laporkan Dugaan Maladministrasi ke Ombudsman
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilaporkan Brigjen Endar Priantoro ke Ombudsman RI pada hari ini, Senin, 17 April. Pelaporan ini dibuat karena diduga terjadi maladministrasi saat dia diberhentikan dari jabatan Direktur Penyelidikan.
"Laporan ini diajukan karena terdapat perbuatan maladministrasi yang dilakukan Pimpinan, Sekjen, dan Karo SDM KPK," kata Endar kepada wartawan di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin, 17 April.
Dugaan administrasi yang dilakukan diduga berkaitan dengan perbuatan melawan hukum, melampaui kewenangan, penggunaan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, dan juga pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu, Endar menduga adanya pola intervensi dalam upaya penegakan hukum.
Apalagi, kata Endar, ini bukan kali pertama KPK memecat pegawai yang sedang menangani kasus tertentu. "Pada laporan tersebut saya menekankan bahwa adanya pola intervensi independensi penegakan hukum yang berulang," tegasnya.
Endar berharap Ombudsman segera mengambil tindakan atas pelaporan yang disampaikannya. "Dengan menyatakan bahwa secara jelas dan nyata terdapat perbuatan maladministrasi terhadap status kepegawaian saya serta mengembalikan status kepegawaian saya di KPK," ungkapnya.
Keinginannya ini sesuai dengan Surat KPK RI Nomor B/1680/KP.07.00/01-54/03/2023 tanggal 30 Maret 2023 dan SK Sekjen KPK RI Nomor 152/KP.07.00/50/03/2023 tanggal 31 Maret 2023.
اقرأ أيضا:
Diberitakan sebelumnya, Endar diberhentikan secara hormat pada 31 Maret lalu setelah dia sempat dikembalikan ke Polri. Hanya saja, anggota Korps Bhayangkara itu justru diminta balik ke KPK sesuai perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Akibat peristiwa ini, dia melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan Sekjen KPK Cahya H. Harefa ke Dewan Pengawas KPK. Selain itu, Endar juga melaporkan dugaan pelanggaran lainnya seperti pembocoran dokumen penyelidikan dugaan korupsi di Kementerian ESDM hingga pemaksaan pembuatan dokumen padahal gelar perkara atau ekspose belum dilakukan.