JAKARTA – Pengesahan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta pada Kamis, 28 Maret lalu resmi mengubah status Jakarta dari ibu kota negara menjadi daerah khusus. Meskipun, pada praktiknya Jakarta masih tetap menjadi ibu kota negara hingga Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden tentang perpindahan ibu kota negara.
Hal itu sesuai dengan aturan di pasal 63 UU DKJ yang menyebutkan bahwa pada saat Undang-Undang DKJ disahkan, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tetap berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan penetapan Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terlepas dari statusnya sebagai ibu kota negara atau tidak, pada November mendatang, Jakarta seperti halnya daerah-daerah lain menjadi wilayah yang akan menggelar pemilihan kepada daerah (pilkada) untuk memilih gubernur dan wakil gubernur.
Diakui atau tidak, saat masih menyandang status sebagai ibu kota negara, Pilkada Jakarta menjadi magnet bagi para partai-partai politik untuk membawa calon yang diusungnya memenangi pilkada. Previlage sebagai ibu kota negara membuat seorang Gubernur Jakarta ikut menjadi sorotan nasional di kancah politik tanah air.
Karena itu, tak jarang Pilkada Jakarta seperti menjadi medan perang bintang. Tengok saja pada pilkada 2002, yang menampilkan nama-nama seperti Sutiyoso (berpasangan dengan Fauzi Bowo) dan Ahmad Heryawan (berpasangan dengan Igo Ilham). Meski saat itu kalah dari Sutiyoso, nama Ahmad Heryawan kemudian moncer saat memenangi dan terpilih sebagai Gubernur Jawa Barat.
SEE ALSO:
Pada pilkada 2007, Fauzi Bowo kembali berlaga, kali ini berpasangan dengan Prijanto. Foke-sapaan akrab Fauzi Bowo-memenangi pilkada setelah mengalahkan mantan Wakapolri, Adang Darajatun yang berpasangan dengan Dani Anwar.
Bergeser ke 2012, sebutan perang bintang benar-benar layak disematkan ke gelaran Pilkada Jakarta. Betapa tidak, nama-nama seperti Foke yang berstatus petahana berhadapan dengan rising star politik saat itu, Joko Widodo. Selain kedua nama itu, masih ada nama Ketua MPR 2004-2009, Hidayat Nur Wahid dan Gubernur Sumsel 2008-2013, Alex Noerdin.
Jebolan Pilkada Jakarta Berpotensi Ikuti Pilpres
Pilkada Jakarta 2017 bak puncak perang bintang. Nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat) berlaga melawan putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (berpasangan dengan Sylviana Murni) dan Anies Baswedan (berpasangan dengan Sandiaga Uno).
Dengan kondisi seperti itu, maka tidak mengherankan bila “jebolan” Pilkada Jakarta memiliki potensi untuk berkontestasi di kancah yang lebih besar, dalam hal ini pemilihan presiden dan wakil presiden. Contoh paling nyata adalah sosok Joko Widodo. Meski baru dua tahun menjadi Gubernur Jakarta, Jokowi langsung melompat saat diusung oleh PDI Perjuangan sebagai capres di Pilpres 2014.
Hebatnya, Jokowi tak hanya sekali, tapi mampu memenangi pilpres untuk duduk sebagai Presiden RI selama dua periode. Sandiaga Uno pun tak ketinggalan. Meski hanya berposisi sebagai wakil gubernur (2017-2022), pada Pilpres 2019, Sandiaga naik kasta setelah didapuk sebagai cawapres Prabowo Subianto. Meski kalah, hingga saat ini Sandiaga masih menduduki jabatan publik sebagai Menparekraf di Kabinet Indonesia Maju.
Terbaru, nama Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Anies yang lengser sebagai gubernur di tahun 2022, diusung sebagai capres di Pilpres 2024. Sementara AHY, yang usai pilkada 2012 didapuk sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, kini menduduki kursi Menteri ATR di Kabinet Indonesia Maju.
Lantas, bagaimana usai Jakarta tak lagi menyandang status sebagai ibu kota negara? Di Pilkada 2024 ini, memang ada nama besar yang digadang-gadang siap berkontestasi. Partai Golkar contohnya. Parpol besutan Airlangga Hartarto ini sudah menugaskan Ridwal Kamil untuk berlaga di Pilkada Jakarta atau Pilkada Jawa Barat.
“Kang Emil sudah datang Jakarta, tapi tentu kita evaluasi juga Jawa Barat,” kata Airlangga.
Menurutnya, RK sudah mendapatkan hasil survei di atas 50 persen. Karena itu, nama-nama yang diberi penugasan dipersilakan melakukan sosialisasi ke masyarakat. Nantinya, nama-nama bacagub yang diusung Partai Golkar akan dikerucutkan melalui tiga kali survei di Bulan Mei, Juli dan Agustus.
“Nanti kita lihat survei terakhirnya seperti apa, dan juga koalisi partainya seperti apa,” tambah Airlangga.
RK sendiri mengakui sudah menerima surat penugasan dari DPP Partai Golkar. Tapi, mantan Gubernur Jawa Barat itu menegaskan tetap menunggu finalisasi dari DPP. “Iya itu belum diputuskan, nanti saja di waktu yang baik. Kan masih lama waktu pendaftaran Agustus,” ujarnya.
Partai Nasional Demokrat atau NasDem membuka peluang untuk mengusung bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan kembali maju menjadi calon gubernur pada Pilkada Jakarta 2024.
Jangan lupakan nama Anies Baswedan. Meski belum ada yang secara langsung berniat mengusungnya, Sekjen Partai NasDem, Hermawi Taslim mengungkapkan bahwa nama mantan Mendikbud itu tetap berpeluang dicalonkan sebagai Gubernur Jakarta.
Hermawi mengatakan, pihaknya hingga saat ini memang belum menetapkan satu pun nama figur yang bakal diusung untuk maju pada Pilkada Jakarta. Namun, di internal, sejumlah nama telah mencuat untuk diusung, salah satunya Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni.
“Itu kan hanya sering disebut konstituen, belum ada penetapan. Anies masih berpeluang juga selama DPP belum memberikan penetapan,” imbuhnya.
Dia menegaskan, saat ini NasDem masih fokus untuk mengawal hasil gugatan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi. Karena itu, baik Anies atau Sahroni masih berpeluang sebelum DPP Partai NasDem menetapkan figur untuk Pilkada Jakarta.
“Kemungkinan setelah MK mengeluarkan putusan, NasDem segera menyiapkan dan menentukan figur yang akan diusung di Pilkada Jakarta,” tandas Hermawi.
Beberapa Nama Kandidat di Pilkada Jakarta Mendatang
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah memprediksi tetap akan terjadi perang bintang pada Pilkada Jakarta 2024. Pasalnya, sudah ada beberapa nama kondang yang sudah memberi kode ingin maju di Pilkada Jakarta.
Bahkan di Golkar, ada “perang saudara”, mengingat selain Ridwan Kamil, Ketua DPD Golkar Jakarta, Ahmed Zaki Iskandar juga pernah mengeklaim mendapatkan restu dari DPP Golkar maju di Pilgub DKI.
“Jakarta tetap menarik banyak peminat. Hampir semua partai papan tengah punya tokoh potensialnya masing-masing, bahkan Golkar sendiri di mana Ridwan bernaung miliki tokoh yang juga banyak, semisal Zaki Iskandar. Sementara, Golkar sendiri belum tentu bisa mengusung kandidat Gubernur,” katanya.
Selain dua nama tersebut, ada Ahmad Sahroni yang juga cukup menarik karena elektabilitasnya menonjol di Jakarta. Kemudian PKS punya Mardani Ali Sera yang juga moncer. Bahkan dari sisi partai, PKS justru lebih berpeluang mengusung gubernur dibanding parpol lain.
Di sisi lain, PDI Perjuangan bisa saja mengusung figur lama seperti Basuki Tjahaja Purnama, atau mendorong Tri Rismaharini. Sementara PPP, juga bisa saja mendorong Sandiaga Uno yang sudah berpengalaman sebagai wakil gubernur 2017-2019.
“Di luar kader parpol, masih ada Anies Baswedan. Karena bagaimanapun, Anies tetap memiliki momentum usai menjadi peserta Pilpres 2024,” tambah Dedi.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai, banyaknya tokoh yang ancang-ancang maju di Pilkada Jakarta 2024 ini bukanlah sesuatu yang mengherankan. Sebab, menjadi Gubernur Jakarta bisa menjadikan nilai tawar daripada kepala daerah lainnya.
“Siapapun yang punya kapasitas silakan bersaing untuk Pilkada Jakarta. Soal nanti kalah menang, warga Jakarta memilih atau tidak, itu urusan lain,” tukasnya.
Pengamat Politik Citra Institute, Yusak Farhan memprediksi Pilkada Jakarta 2024 akan diikuti tiga pasangan kandidat. Menurutnya, meski belum ada calon definitif, pertarungan di Pilkada Jakarta dianggap tetap akan kompetitif.
“Saya kira prediksinya tetap ya sekitar tiga pasang calon yang akan bertarung nanti. Saat ini baru nama-nama seperti RK, Sahroni dan Zaki Iskandar. Kalau lawannya seimbang, katakanlah Anies maju lagi ataupun misalnya PDIP mengusung Risma, tentu pertarungan akan sangat kompetitif sekali,” tuturnya.
Sementara pengamat politik Populi Center, Usep Saepul Ahyar menyatakan, Jakarta tetap menjadi magnet atau daerah dengan daya tarik paling kuat bagi figur politisi andal dari berbagai partai. Sebab, Jakarta merupakan daerah dengan perputaran ekonomi paling tinggi, APBD terbesar, dan menjadi ikon Indonesia.
Selain itu, Jakarta tetap akan menjadi sorotan nasional dan biasanya akan menjadi batu loncatan untuk menduduki posisi lebih tinggi di kancah nasional. Karena itu, dia yakin banyak figur yang berminat untuk bertarung di Pilkada Jakarta karena memang menjadi barometer politik nasional.
“Jadi Jakarta bisa jadi barometer, saya kira di politik nasional begitu. Maka magnet untuk menarik orang-orang untuk bertarung ya memimpin di Jakarta itu tinggi dan calon-calonnya banyak,” ungkapnya.
“Dari Golkar bahkan ada dua seperti Kang Emil sama Zaki, lalu kemudian ada Sahroni dari Nasdem. Lalu kemudian juga yang digadang-gadangkan ada Ahmad Riza Patria juga dari Gerindra, ada dengar-dengar juga ya mungkin Sandiaga, mungkin juga Anies, mungkin juga Ganjar, bisa saja mereka bertarung di Jakarta,” sambung Usep.
Tahapan Pilkada Jakarta
Meski pelaksanaan Pilkada Jakarta baru digelar 27 November mendatang, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta, Wahyu Dinata menjelaskan bahwa saat ini Pilkada Jakarta sudah masuk ke tahap penyelenggaraan. Bahkan, dia menyebut pihaknya telah menyiapkan kemungkinan berlangsung selama dua putaran.
Dia menjelaskan, tahapan Pilkada Jakarta terbagi ke dalam persiapan dan penyelenggaraan. Tahapan persiapan sendiri meliputi tujuh hal yang perlu dilakukan mulai dari perencanaan program dan anggaran, pembentukan PPK TPS dan KPPS Pilkada 2024 hingga pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih.
“Tahapan yang ketujuh yaitu pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih yang akan berlangsung dari 31 Mei nanti hingga ditetapkannya DPT Pilkada pada tanggal 23 September 2024,” ujarnnya.
Sementara untuk tahapan penyelenggaraan akan dimulai dengan pengumuman pendaftaran pasangan calon yang mulai dilakukan pada 24 sampai 26 Agustus 2024. Para pasangan calon kemudian akan mendaftarkan diri sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta ke KPU DKI pada 27 sampai 29 Agustus 2024.
“Penelitian pasangan calon 27 Agustus sampai dengan 21 September 2024. Lalu (tahapan) yang kelima penetapan pasangan calon ini yang dilaksanakan pada tanggal 22 September 2024. Biasanya untuk pasangan calon DKI ini selalu lebih dari dua ya jadi mudah-mudahan juga bisa kita tetapkan sesuai waktunya,” terang Wahyu.
Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan kampanye yang berlangsung selama 60 hari mulai dari 25 September sampai 23 November 2024. Tahapan terakhir dari proses Pilkada Jakarta adalah pemungutan suara yang akan digelar pada 27 November mendatang.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)