JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak adalnya pengurangan jumlah pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
"Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengsuaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan," kata Presiden KSPI dalam keterangannya, Minggu, 4 Oktober.
Said Iqbal menganggap, skema baru pesangon 19 bulan upah dari pengusaha ditambah 6 bulan dari pemerintah lewat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JPK) BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal.
"Dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Karena tanpa membayar iuran, tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan," ucap dia.
SEE ALSO:
Dengan begitu, Said Iqbal memperkirakan bahwa program JKP BPJS Ketenagakerjaan akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan jika mengikuti skema ini.
Selain itu, Said Iqbal menyebut KSPI menolak adanya UMK bersyarat dan menolak penghapusan UMSK. Menurut Said Iqbal, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya.
Said Iqbal juga menolak kontrak kerja seumur hidup. "Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup," ungkapnya.
Satu hal yang pasti menurut dia, dengan DPR setuju dengan karyawan kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup, berarti tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia.
"Sekarang saja jumlah karyawan kontrak dan outsourcing berkisar 70 % sampai 80 % dari total buruh yang bekerja di sektor formal. Dengan disahkannya omnibus law, apakah mau dibikin 5% hingga 15% saja jumlah karyawan tetap?" cecarnya.
Diketahui sebelumnya, dalam rapat kerja Badan Legislasi DPR bersama pemerintah malam tadi, terjadi kesepakatan bahwa jumlah pesangon PHK mengalami pengurangan.
Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi mengusulkan penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 25 kali upah. Rinciannya, ada 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Hal ini mengubah aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa jumlah pesangon PHK maksimal sebanyak 32 kali upah.
"Dalam perkembangan dan memperhatikan kondisi saat ini, terutama dampak pandemi COVID-19, maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Yang menjadi beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji, ditambah dengan JKP sebanyak 6 kali yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah," jelas Elen.
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)