JAKARTA - Dua kali diperiksa, Andi Irfan Jaya kini berstatus tahanan Kejaksaan Agung (Kejagung). Andi Irfan ditetapkan sebagai tersangka permufakatan jahat pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) demi memuluskan agar Djoko Tjandra tak dieksekusi di kasus Bank Bali.

“Peran tersangka yang ditetapkan, AI (Andi Irfan), adanya dugaan permufakatan jahat yang dilakukan oleh tersangka oknum jaksa PSM (Pinangki) dan JST (Djoko Tjandra) dalam pengurusan fatwa,” ujar Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono kepada wartawan, Rabu, 2 September. 

Hari menegaskan, uang yang diduga diterima jaksa Pinangki 500 ribu dolar AS. Duit dari Djoko Tjandra ini diserahkan lewat Andi Irfan.

“Sejak awal sudah kami sampaikan dugaannya sekitar 500 ribu USD, dugaannya diterima jaksa P, tapi apakah diterima langsung, apakah orang ketiga, penyidik menetapkan satu orang lagi. Melalui (Andi Irfan) ini lah uang ini sampai,” sambungnya. 

Pernyataan Kejagung soal penetapan status tersangka Andi Irfan Jaya direspons langsung NasDem. Partai pimpinan Surya Paloh itu langsung memecat Andi Irfan Jaya. 

“Pastinya kita prihatin dengan kejadian ini, sedih tapi kita harus hargai proses hukum berjalan di institusi. Bagi kita NasDem, standar kita jelas, ketika ada kader yang tersangkut kasus tindak pidana kita berhentikan keanggotaannya,” kata Wakil Ketum NasDem, Ahmad Ali, dihubungi VOI, Rabu, 2 September malam. 

Diakui Ahmad Ali, Irfan Jaya pernah jadi pengurus DPW NasDem Sulawesi Selatan (Sulsel). Tapi sebelum kasus Djoko Tjandra bergulir, Andi Irfan ditegaskan dia sudah bukan lagi pengurus.

“Makanya kita sayangkan tidak ada klarifikasi tentang itu (status pengurus). Irfan anggota biasa NasDem sejak Maret 2020, boleh dibuka database,” sambung Ahmad Ali.

Setelah Kejagung mengumumkan status tersangka Andi Irfan Jaya, NasDem langsung mendepak nama itu dari sistem partai. Dipastikan Ahmad Ali tidak ada bantuan hukum yang diberikan partai untuk Andi Irfan.

“Semua kader NasDem yang bermasalah pasti dilakukan hal yang sama juga, standarnya tidak ganda,” ujar Ahmad Ali.

Kuasa Hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo pernah mengakui kliennya menyetorkan uang 500 ribu dolar AS ke Andi Irfan Jaya.

Tapi uang itu diberikan kepada Andi Irfan terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dalam kasus cessie Bank Bali yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"(Djoko Tjandra berikan uang) ke Andi Irfan melalui Yadi sebesar 500 ribu dolar AS. Yadi sudah meninggal katanya," kata Soesilo kepada VOI,  Jumat, 28 Agustus.

Soesilo membantah kliennya memberikan sejumlah uang kepada Jaksa Pinangki Malasari berkaitan dengan masalah hukum. Menurut dia, Djoko Tjandra tidak pernah membuat kesepakatan apa pun dengan Pinangki.

"Enggak tahu (adanya pemberian uang dari Andi Irfan ke Pinangki), karena dengan P tidak ada deal apa pun," kata Susilo.

Belakangan Soesilo menyebut kliennya, Djoko Tjandra pernah ditawari proposal pengurusaan fatwa MA agar tak dieksekusi di kasus Bank Bali. Tapi Kejaksaan Agung menegaskan upaya ini tak berhasil. 


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)