Sebagai perusahaan PAM JAYA memang belum menyumbangkan deviden untuk Pemda DKI Jakarta. Karena cakupannya dalam melayani warga baru 66 persen. Namun kata Direktur Utama PAM JAYA Arief Nasrudin, perusahaan yang dipimpinnya tetap profitable. Ia menegaskan PAM JAYA tak tak hanya beriorientasi pada keuntungan materi, namun yang lebih penting adalah keuntungan sosial dari kiprah yang dilakukan selama ini.
***
Saat ini kata Arief Nasrudin, baru 66 persen dari seluruh warga Jakarta yang tersebar di berbagai wilayah hingga ke Kepulauan Seribu yang menikmati layanan air minum dari PAM JAYA. Karena itu di masa kepemimpinannya target agar 100 persen warga Jakarta bisa menikmati layanan air minum mulai dicanangkan. Inilah harapan yang diembankan Gubernur Jakarta saat memberikan kepercayaan kepadanya.
“Kita akan pasang time-line itu mulai November 2022 namun bisa lebih pas kita akan ekspose awal 2023. Dari 2023 sampai 2030 kita ada staging untuk mencapai target mengalirkan air minum ke seluruh warga Jakarta. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam menyiapkan segala sesuatunya seperti pemasangan pipa dan instalasi pengolaan air,” tandasnya.
Kerja sama dalam program swastanisasi pengelolaan air minum dengan Palyja dan Aetra tidak dilanjutkan setelah berlangsung dari tahun 1998 dan berakhir tahun ini. Selanjutnya pengelolaan air minum sepenuhnya diambilalih oleh PAM JAYA. “Jadi apa yang diamanatkan lewat Pak Gubernur untuk men-takeover Palyja dan Aetra itu sudah benar, agar PAM JAYA bisa maksimal melayani masyarakat. BUMD itu ada fungsi sosial, tidak hanya ekonomi kapitalis tapi ekonomi sosial yang bisa dirasakan masyarakat Jakarta,” tandas Arief yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Utama PD Pasar Jaya.
Diakui Arief Nasrudin perusahaan yang dipimpinnya memang belum memberikan deviden untuk pemda, dan itu memang belum disyaratkan karena cakupannya baru 66 persen bisa melayani warga. Namun selama ini subsidi untuk golongan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) jumlahnya tidak sedikit. “Secara immaterial, subsidi air untuk MBR jumlahnya lebih besar dari deviden itu sendiri. Kita sudah kalkulasi harga komersial dengan subsidi untuk MBR yang dari tahun 2014 tidak berubah (tidak naik), angka pertahunnya bisa mencapai Rp600 miliar. Kalau tarif itu dituangkan dalam komersial semua, betapa sehatnya PAM JAYA yang saat ini masih dalam tahap supervisi,” tandasnya.
Sebagai kelanjutan dari upaya PAM JAYA untuk memenuhi cakupan layanan kepada warga Jakarta, baru-baru ini ditandatangani kesepakatan kerja sama dengan PT Moya Indonesia. Kerja sama terkait penyelenggaraan sistem penyediaan air minum melalui optimalisasi aset eksisting dan penyediaan aset baru dengan skema pembiayaan bundling. Berbeda dengan kerja sama sebelumnya, kali ini mitra hanya memproduksi air minum sedangkan urusan distribusi tetap dilakukan PAM JAYA. Dalam kerja sama sebelumnya Palyja dan Aetra mengurusi dari hulu hingga hilir. “Kerja sama yang kita lakukan berdasarkan pada Tata Kelola Perusahaan yang baik, dengan prinsip kehati-hatian. Bahkan, PAM JAYA menggandeng BPKP dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk pendampingan proses pemilihan mitra kerja sama," ungkap Arief Nasrudin. Berikut wawancara selengkapnya dengan Edy Suherli, Safic Rabos dan Rifai dari VOI yang menemuinya di kantor PAM JAYA, di kawasan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.
Apakah seluruh warga Jakarta sudah menikmati air dari PAM JAYA, berapa persen lagi yang belum mendapat layanan?
Bicara cakupan data statistik baru 66 persen warga Jakarta yang terairi air minum PAM JAYA. Itu secara kuantitatif, secara kualitatif perlu ada uji service yang harus dilakukan kami kepada masyarakat. Rincian secara kualitatif itu misalnya bagaimana rutinnya air minum itu bagus sampai kepada masyarakat, rutinnya setiap jam air bisa diterima, itu antara lain yang perlu pengecekan.
Gubernur DKI menargetkan sebelum 2030 seluruh warga Jakarta terlayani air minum? Daerah mana yang menjadi prioritas mengembangan?
Alhamdulillah ini hasil beberapa tahap dari sebelum saya menjabat, bahwa ada etape untuk penyiapkan air baku. Dan yang sangat penting ketika kami akan melakukan masa transisi dari pengelolaan dan take over operation distribusi air Palyja dan Aetra yang menjadi mitra kami selama ini. Kita sudah mengkalkulasi dari sekarang hingga ke depan untuk jumlah cakupan air baku yang kita cari kurang lebih 34 persen lagi. Kita akan pasang time-line itu mulai November 2022 namun bisa lebih pas kita akan ekspose awal 2023. Dari 2023 sampai 2030 kita ada staging untuk mencapai target mengalirkan air minum ke seluruh warga Jakarta. Kita akan bekerja sama dengan pemerintah pusat dalam menyiapkan segala sesuatunya seperti pemasangan pipa dan instalasi pengolaan air. Ini termasuk program strategis nasional juga. Jakarta ini tidak bisa hanya mengandalkan air baku dari wilayah Jakarta saja. Kita akan mengambil dari daerah sekitar, nah itu menjadi otoritas pemerintah pusat kalau sudah lintas wilayah.
Anda optimis target besar ini akan terwujud?
Insya Allah optimis, kami sudah menyiapkan rencana yang dituangkan dalam proyek besar dan ada time line yang kita sudah siapkan. PAM JAYA juga menggandeng konsultan yang mumpuni untuk merealisasikan ini semua. Semoga ini tidak berisiko tinggi yang berpotensi untuk menjadi proyek yang gagal.
PAM JAYA sudah menjalin kerja sama dengan PDAM mana saja?
Kami sudah menjalin kerja sama dengan PDAM Tangerang, tapi belum dengan PDAM Bekasi dan Depok. Dengan PDAM Tangerang kami membeli air curah kurang lebih 2.000 LPS setiap detik. Untuk air baku selama ini kita dapatkan dari aliran sungai yang bersumber dari bendungan Jatiluhur.
SEE ALSO:
Soal krisis air bersih di Marunda, apakah sudah bisa diatasi? Apa solulusi yang diberikan PAM JAYA untuk persoalan seperti ini di sana dan juga daerah lain?
Saya langsung terjun ke daerah Marunda Kepu untuk memantau krisis air minum yang terjadi di sana. Warga di sana sudah enam bulan tak mendapatkan air. Saya juga amat sedih mendengarnya, karena air itu adalah kebutuhan mendasar. Alhamdulillah kami sudah memberikan solusi, PAM JAYA akan membangun ground tank (tangki) untuk menyuplai kebutuhan air di sana. Di sana kurang lebih ada 200-an KK. Sementara ini kami atasi dengan mobil tangki air minum yang datang secara berkala. Yang tadinya cuma dua, kita tambah menjadi 6 sampai 8 mobil tangki.
Bagaimana swastanisasi di PAM JAYA, ternyata dinilai tidak berhasil, ke depan akan kembali menjadi perusahaan daerah atau seperti apa?
Ada dua perusahaan yang terlibat dalam swastanisasi pengelolaan air minum di Jakarta yaitu Palyja dan Aetra. Kerja samanya sudah berakhir dan semuanya diambilalih oleh PAM JAYA. PAM JAYA akan mengambil alih semua distribusi air untuk wilayah Jakarta. Kita dibolehkan kerja sama dengan pihak lain, ini berdasarkan rekomendasi dari KPK. Bahwasanya dimungkinkan kerja sama dari sisi hulu ketika kapasitas keuangan daerah tidak memungkinkan. Kerja sama dengan mekanisme KPBU (Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha) atau B2B (Business to Business). Itu yang saya baca dalam surat rekomendasi yang dikeluarkan KPK.
Sekarang dalam masa transisi dari Palyja dan Aetra ke PAM JAYA, seperti apa prosesnya?
Saya baru 2,5 bulan bergabung dengan PAM JAYA, jadi kerjanya ekstra luar biasa, banyak yang harus dikerjakan. Yang menjadi salah satu persiapan kita akan menjamin agar di masa transisi ini kepentingan pelanggan tidak terganggu. Ada beberapa strategi yang akan saya ubah, salah satunya akan merekrut seluruh karyawan Palyja dan Aetra tanpa pilih-pilih kalau mereka mau bergabung dengan PAM JAYA. Sekarang bola di tangan mereka, mau bergabung atau tidak dengan PAM JAYA. Saat kita akan melakukan transfer knowledge orang-orangnya akan saya ambil. Dengan strategi ini harapannya tidak akan ada turbulensi. Sehingga transisi ini berlangsung lancar dan tidak terjadi gangguan. Terus terang saya deg-degan juga ini, soalnya perpindahannya amat drastis, dari mengelola pasar menjadi mengelola air minum. Semoga proses transisi ini semuanya berjalan lancar.
Soal produksi air yang layak minum bagaimana?
Sebenarnya ini sudah jalan, cuma memang kurang sosialisasi. IPA (Instalasi Pengolaan Air) kita itu menghasilkan produk air minum, artinya air yang layak minum. Ini sudah kita buktikan. Kami ada proyek IPA yang air bakunya dari kali Mookervart, di Cengkareng. Menurut saya ini termasuk most sophisticated dalam pengelolaan air minum. Kenapa? Prosesnya kita bisa tahu air bakunya luar biasa hitam, kalau orang lihat air bakunya mungkin ada yang tak berani minum. Tapi setelah kita proses dan salurkan hasilnya luar biasa dan itu sudah layak minum. Problemnya selama ini pipa kita itu berusia tua, kita harus pastikan kalau pipa-pipa untuk menyalurkan air itu food grade. Ini yang perlu dikoordinasikan dengan pemda dan pemilik rusun agar pipanya harus mendukung. Pipa yang PAM JAYA punya yang sudah 25 tahun harus diganti dengan yang baru. Jadi air yang sudah layak minum itu tidak terkontaminasi saat proses penyaluran melalui pipa yang ada. Hasil IPA kita itu air minum, bukan air bersih, jumlahnya sudah 90 persen. Jadi saya minta kepada pelanggan untuk bersabar menunggu peremajaan pipa di PAM JAYA. Meski ini masih proses dan waktunya panjang, mimpi saya air minum ini harus tersalurkan dulu kepada seluruh pelanggan.
Apa saja komplain yang paling sering dikemukakan pelanggan dan seperti apa mengatasinya?
Kebanyakan soal sampainya air di rumah. Harapan mereka keran dibuka air mengalir deras dan bersih. Rata-rata komplain soal kuantitatif air yang tersalurkan. Jadi soal debit air yang sampai ke rumah mereka. Ini yang menjadi pantauan kami selama ini. Karena air bakunya kurang pipanya kadang tidak sampai sempurna pada titik terakhir. Lainnya soal sosialisasi dan tarif air yang tiba-tiba mahal dari biasanya. Seharusnya setelah meteran air, tidak boleh ada pompa. Karena pompa akan menarik angin lebih cepat dari airnya. Kemudian terjadi turbulensi di meteran air. Jadi akan memutar meteran air lebih cepat. Makanya kami terus lakukan sosialisasi untuk soal ini. Jadi tidak sepenuhnya kesalahan dari masyarakat, karena mereka tidak punya lahan yang luas. Beda dengan zaman dulu yang punya bak transfer air setelah meteran. Sekarang tidak ada lagi hal seperti itu. Kami juga sedang bangun laboratorium untuk membenahi proses-proses ini.
Rata-rata tingkat kehilangan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di seluruh Indonesia sebesar 33,16 persen, di PAM JAYA berapa besar angkanya dan apa upaya yang dilakukan untuk menguranginya?
Di Jakarta NRW (non revenue water) masih 46 persen. Saya tidak mau bilang Jakarta complicated karena kota besar, tipikal kota metropolitan, dan jumlah penduduknya besar. Kita harus melakukan aksi untuk menurunkan tingkat NRW itu, soalnya Jakarta itu barometer bagi daerah. Yang akan kita lakukan perbaikan infrastruktur. Selama ini NRW itu salah satu penyebabnya karena pipanya tua, sehingga terjadi kebocoran. Tapi kalau ambil kasus Jakarta, jika terjadi kebocoran 46 persen, banjir terus Jakarta, karena debit airnya luar biasa dari 3 juta meter kubik, air yang disalurkan hampir 1,5 jutanya hilang dong. Dugaan saya kemungkinan ada pencurian air, ini kita akan perkuat penegakan hukum. Saya meminta kepada masyarakat untuk tidak lagi melakukan pencurian air. Karena ini akan merusak fundamental kehidupan masyarakat itu sendiri.
Berapa tarif air untuk masyarakat?
Kalau bicara tarif untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) cuma Rp1.050 untuk 30 meter kubik, artinya per liter cuma Rp 1. Jadi buat apa mencuri air kalau tarifnya segitu. Dosanya mencuri itu yang harus dipikirkan. Makanya kita harus benar-benar hemat dalam menggunakan air untuk keperluan apa pun. Gunakan air dengan sewajarnya dan sisanya akan kembali ke alam.
Selama ini sebagai perusahaan apakah PAM JAYA sudah menguntungkan, berapa keuntungan yang dibukukan dan menjadi sumbangan untuk kas daerah?
Kalau cakupannya masih 66 persen dalam peraturan Kemendagri kita (perusahaan daerah) belum diwajibkan untuk menyetor deviden ke pemda. Jadi secara aturan cakupan PAM JAYA belum bisa, tapi perusahaan ini profitable. Immaterial, subsidi air untuk MBR jumlahnya lebih besar dari deviden itu sendiri. Kita sudah kalkulasi harga komersial dengan harga untuk MBR yang dari tahun 2014 tidak berubah (naik) angka pertahunnya bisa mencapai Rp600 miliar per tahun. Ini yang saya sampaikan ke DPRD. Jadi PAM JAYA itu sudah memberikan kontribusi juga. Kalau tarif itu dituangkan dalam komersial semua, berapa sehatnya PAM JAYA yang dalam saat ini masih dalam tahap supervisi. Apalagi setelah proses transisi Palyja dan Aetra berjalan lancar, saya yakin PAM JAYA akan menjadi perusahaan yang sehat.
Di luar itu semua yang paling penting menurut saya bukan keuntungan materi yang bisa diberikan PAM JAYA, tapi keuntungan sosial yang bisa diberikan kepada masyarakat.
Sebagai Dirut baru PAM JAYA apa target yang akan diwujudkan di masa kepemimpinan Anda ini?
Saya ingin PAM JAYA ini full menjadi perusahaan yang bisa mendistribusikan air minum ke seluruh masyarakat Jakarta. Jadi apa yang diamanatkan lewat Pak Gubernur untuk men-takeover Palyja dan Aetra itu sudah benar, agar PAM JAYA bisa maksimal melayani masyarakat. BUMD itu ada fungsi sosial, tidak hanya ekonomi kapitalis tapi ekonomi sosial yang bisa rasakan masyarakat Jakarta. Selanjutnya saya ingin air yang kita salurkan berkualitas air minum, walaupun itu menjadi out put yang panjang untuk kita raih. Kita akan membuat klasterisasi daerah mana saja yang sudah bisa menikmati air minum. Jadi titik awal kita memang air bersih, kemudian air minum. Dan berikutnya saya ingin karyawan PAM JAYA ini bangga dengan pekerjaan yang dilakukannya. PAM JAYA menjadi pilihan karyawan, perusahaan yang sehat, transparan, akuntabel, dan bisa melayani kebutuhan air masyarakat Jakarta.
Arief Nasrudin Beradaptasi dari Komoditi Pangan ke Air Minum
Arief Nasrudin menerima tantangan untuk menakhodai Perusahaan Daerah Air Minum PAM JAYA. Padahal sebelumnya ia menjadi Direktur Utama di PD Pasar Jaya. Perubahan drastis ini disikapinya dengan belajar cepat agar bisa jalan bareng dan satu frekwensi dengan seluruh elemen yang ada di PAM JAYA.
“Ini memang tantangan, dari sebelumnya saya mengurusi komoditi pangan sekarang mengurusi komoditi air minum. Jelas ini adalah tantangan yang amat besar bagi saya. Apalagi latar belakang saya bukan orang teknik, saya dulu sekolah bisnis dan juga hukum,” kata Arief.
Sebelum menjabat sebagai Dirut PD Pasar Jaya, dia meniti karier sebagai Chief Operating Director Giant Supermarket pada periode September 2011 hingga Agustus 2013. Setelah itu ia menjabat sebagai L&D Director PT Hero Supermarket, Tbk pada September 2013 sampai Agustus 2014.
Namun bagi Arief sebagai pucuk pimpinan ia menganggap posisinya seperti helikopter yang bisa memandang semua lini dari atas secara global. Boleh saja dia tidak menguasai hal-hal teknis dan yang mendetail. Semua itu akan ia delegasikan kepada mereka yang memang ahli dalam bidangnya.
“Saya pikir helicopter view-nya sama saja di setiap perusahaan. Yang harus kita hadapi adalah secara corporate, sehingga perusahaan yang saya pimpin ini bisa berjalan pada track-nya dan mencapai goal-nya,” katanya.
Dia sadar perlu investasi waktu untuk belajar sesuatu yang baru. Dan itu ia lakukan setelah menerima tantangan untuk memimpin PAM JAYA. “Seminggu pertama semua buku saya baca, dari mulai aturan, lalu seperti apa jalan PAM JAYA selama ini, apa yang sudah dan akan dilakukan berikutnya. Itu saya serap semua,” lanjutnya.
Setelah mendapatkan bahan, ia kemudian melakukan analisis SWOT atas perusahaan yang ia pimpin. “Saya melalukan analisis SWOT agar ketahuan langkah apa yang harus saya lakukan bersama tim di PAM JAYA. Jadilah action plan yang saya tuangkan dalam bentuk tertulis,” katanya.
PAM JAYA Reborn
Arief Nasrudin kemudian menggelar town hall meeting untuk seluruh karyawan PAM JAYA. “Saya sampaikan kepada karyawan PAM JAYA, kita menggulirkan tagline: PAM JAYA Reborn, Satu Dalam Melayani. Karena tahun ini persis seratus tahun usia PAM JAYA. Momentum satu abad ini bisa menjadi titik awal untuk menjadi perusahaan yang lahir kembali,” kata Arief yang sampai mendatangi gudang air di Pasar Induk, Pasar Rebo.
Menandai tagline reborn ini, lanjut Arief, PAM JAYA mengambil alih distribusi air yang sudah beberapa tahun belakangan ditangani oleh Palyja dan Aetra. Kini semuanya sudah dalam kendali PAM JAYA.
Ia juga akan menyuntikkan semangat baru agar etos kerja karyawan semakin baik. “Ada culture change yang kita sebar kepada seluruh karyawan. Ada target-target yang harus dicapai. Kepada karyawan saya juga menegaskan komitmen kalau kita semua satu dalam melayani pelanggan. Dari yang dulu kita hanya supervisi sekarang menjadi operator,” tegasnya.
Pelayanan 24 Jam
Dari PD Pasar Jaya dan kini menangani perusahaan daerah air minum menurut Arief memiliki “benang merah” yang sama yaitu pelayanan tetap 24 jam untuk pelanggan. “Bedanya kalau dulu saya harus mengontrol harga bawang, cabe, dan komoditas pangan lainnya. Sekarang saya harus siap memastikan saat ada komplain soal air yang tidak mengalir ke pelanggan. Pak Dirut, ini air-nya kok tidak mengalir, keluhan seperti itu akan kerap saya dengarkan dan cari solusinya,” terangnya.
Jadi lanjut Arief secara formulasi memimpin perusahaan nyaris semua sama. Namun komoditinya saja yang berbeda. “Saya memang tidak bisa menguasai secara teknikal, karena itu bagian dari Direktur Teknik saya yang akan menangani dan menjelaskan secara detail. Tapi secara umum gambaran tekniknya seperti apa itu yang harus saya pelajari,” lanjutnya.
Ia mengaku sangat exited dengan tugas baru ini. Tanpa menunggu ia sudah turun ke lapangan mengecek persoalan air minum yang dikelola PAM JAYA. “Jadi saya sudah turun ke lapangan karena saya memang dari dulu suka turun ke lapangan. Saya ke Marunda, Kapuk Muara dan daerah lainnya,” katanya.
Arief Nasrudin menjadikan kepercayaan yang diberikan Gubernur Jakarta kepada dirinya untuk memimpin PAM JAYA ini sebagai tantangan. Ia harus bisa membawa Pam Jaya lebih baik dari sebelumnya dan bisa mewujudkan harapan pemda agar seluruh warga Jakarta bisa terlayani air minum yang saat ini baru 66 persen saja. “Semoga target sebelum 2030 seluruh warga Jakarta bisa menerima layanan air minum dan target-target lainnya bisa kami wujudkan,” tandasnya sembari meminta doa dan dukungan untuk mewujudkan semua ini.
"Di luar itu semua yang paling penting menurut saya bukan keuntungan materi yang bisa diberikan PAM JAYA, tapi keuntungan sosial yang bisa diberikan kepada masyarakat,"
The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)