Nasib Jakarta Usai Tak lagi Menyandang Ibu Kota Negara

JAKARTA - Jakarta tak lagi menyandang status sebagai Ibu Kota Negara RI yang selama 58 tahun disandangnya. Ibu kota negara telah berpindah ke IKN (Ibu Kota Nusantara), di Kalimantan Timur. Hal ini berlaku usai disahkan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis, 28 Maret 2024.

Sejatinya status DKI sebagai daerah khusus Ibukota telah selesai dengan diundangkannya UU IKN pada 15 Februari 2022 lalu. Status Jakarta dan kedudukannya kini diatur dengan UU DKJ (Daerah Khusus Jakarta) sebagai daerah otonomi biasa.

UU ini akan menjadi penuntun arah pengembangan dan kebijakan Jakarta selanjutnya. Dengan sejumlah ketentuan tambahan yang baru, diantaranya status Jakarta sebagai kota aglomerasi yang akan membawahi beberapa kota satelit seperti Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur atau Jabodetabekjur.

Menurut Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dipilihnya opsi aglomerasi karena tidak perlu mengubah arah pembangunannya secara administrasi menjadi kota megapolitan atau metropolitan. "Karena nanti tak harus merubah banyak undang-undang (UU), seperti UU Jawa Barat, UU Banten, UU tentang Depok, UU Bekasi, banyak sekali UU. Sehingga akhirnya disepakati saat itu disebut saja kawasan aglomerasi," ujar Tito di Gedung DPR.

Selain karena pertimbangan wilayah tersebut tidak memiliki batas secara alam. Masyarakatnya juga sudah berpadu dalam aktivitas sosialnya, termasuk permasalahan yang dihadapi masyarakatnya sama, yakni banjir, kemacetan, polusi, sampah, hingga lalu lintas.

Aturan yang juga disematkan dalam UU DKJ selain sebagai daerah Aglomerasi, juga dibentuknya Dewan Aglomerasi yang dipimpin Wakil Presiden. Juga telah disepakati DPR, gubernur dan wakil gubernur DKJ akan dipilih oleh Rakyat. Hal ini sekaligus menganulir usulan dan wacana sebelumnya bahwa Gubernur DKJ akan ditunjuk oleh presiden.

Perubahan Status Jakarta sebagai ibu kota negara menjadi Daerah Khusus Jakarta. Menurut Pengamat Perkotaan dari Trisakti, Yayat Supriyatna, itu hanya persoalan ganti nama aja. Ibaratnya barang lama, kemasan baru. Tetapi sektor-sektor pertumbuhan di Jakarta masih tetap eksis, sebagai kota maju dan berkembang. Baik sebagai sektor keuangan, asuransi, perdagangan besar, sektor transportasi, sektor konstruksi, akan masih kuat mewarnai wajah Jakarta. Mengenai berkurangnya jumlah populasi dengan perpindahan ke IKN. Menurut Yayat, juga masih sangat sedikit, karena pegawai yang pindah juga belum banyak.

"Jadi efeknya belum signifikan. Yang Jadi pertanyaan adalah bagaimana Jakarta mempertahankan performa mesin ekonomi (ekonomik engine) dari Jakarta itu agar tetap berputar dan perputarannya semakin kencang." katanya kepada VOI, Sabtu pekan lalu.

Yang jadi permasalah, kata Yayat, kalau ekonomi sekunder tetap besar di Jakarta, tapi tidak bagi ekonomi daerah tetangganya. Menurut Yayat, ekonomi di daerah pinggiran itu bisa semakin lama makin kecil karena daerah itu tak memiliki infrastruktur yang mumpuni seperti Jakarta. Yang akan berkembang hanya di kawasan tertentu seperti bumi serpong damai (BSD) yang sudah memiliki infrastruktur pengembangan kota.

Yayat meyakini, Jakarta akan tetap menjadi sentra ekonomi dan logistik, karena ditunjang infrastruktur yang baik, seperti pelabuhan dan bandara. Namun nantinya pemerintah Jakarta harus bisa memanfaatkan lahan kawasan bekas pemerintahan untuk menunjang perkembangan bisnis dan perkembangan ekonomi daerah. Misalnya untuk pembangunan hunian terjangkau. Pemda harus bisa mengembangkan bisnis baru yang bisa menumbuh kembangkan dan menarik penghuni milenial baru ke tengah kota. Jangan sampai pembangunan sarana MRT dan LRT yang sudah ada, tak mendorong minat penduduk, karena harga tanah sudah sangat mahal. Pemerintah Jakarta harus bisa membawa milenial baru dan kaum menengah baru, ke tengah kota.

"Jakarta tidak akan bersaing dengan kota-kota lain, tetapi ia bersaing dengan kota-kota metropolitan negara lain," ujar Yayat.

Pesona Jakarta dan Kaum Urban

Monas, landmark Jakarta (foto: Antara)

Jakarta juga diperkirakan masih menarik bagi arus urbanisasi. Jakarta masih menjadi tujuan kaum urban untuk mengundi nasib dan mencari lapangan pekerjaan. Jakarta juga dianggap masih tempat berkumpulnya modal karena masih besarnya kegiatan ekonomi di daerah ini. Jakarta juga dianggap sebagai sumber kapital dan menjadi tumpuan eksploitasi modal pembangunan, juga pengikat luar biasa untuk saling bertukar apa saja yang dapat saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).

Menjadi menarik, Kata Yayat, tidak hanya pindah ibu kota lalu Jakarta dibiarkan begitu saja, tetapi pemerintah telah menyiapkan pendanaan hingga 500 triliun untuk penataan Jakarta, termasuk kota-kota sekitarnya. Jika sebelumnya untuk pembangunan kota baru pemerintah pusat menyiapkan pendanaan 460 triliun. Kini Pemerintah Pusat akan menyiapkan 500 triliun, untuk penataan ulang Jakarta dan sekitarnya agar tetap berjalan dan pengintegrasian kota-kota sekitar Jakarta.

Sebab kota-kota sekitar Jakarta seperti Bekasi, Bogor, Depok juga akan menuntut sebagai kota penyangga ibukota meski sekarang tidak lagi ada kota penyangga tetapi kota setara. "Sehingga penting dalam penataan itu, bagaimana membangun hubungan kota Jakarta dengan kota kota sekitarnya," katanya.

Pertanyaannya dengan pindahnya pusat pemerintahan ke Kalimantan, apakah kawasan Jakarta masih menarik orang untuk berinvestasi di tengah kota. Menurut Yayat, yang akan muncul adalah pusat pusat bisnis baru di sekitar Jakarta yang mungkin memiliki kualitas layanan lebih maksimal. Seperti yang terlihat mulai dibangunnya pusat perkantoran bagus di sekitar Serpong dan BSD. Kemudian munculnya 7 kota baru dari Jakarta hingga Cikarang, yakni kota-kota Industri. Munculnya kota industri dan perdagangan akan semakin mudah terintegrasi karena itu akan menyatukan pelayanannya. Karena kota kota itu semakin mudah aksebilitasnya.

"Yang menjadi PR, bagaimana pembangunan Jakarta dan sekitarnya bisa bersinergi,"ujar Yayat.

Yang mungkin berkurang dari sejumlah fungsi Jakarta sebagai ibu kota negara, adalah fungsi pusat pemerintahan yang kini telah dipindahkan ke IKN. Sementara fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi sebagai pusat pertumbuhan, pusat ekonomi, bisnis atau pusat perdagangan dan pusat kebudayaan masih eksis. Fungsi itu diperkuat dengan masih bercokolnya bandara internasional, pelabuhan peti kemas yang masih mendukung perekonomian Jakarta. Serta berbagai kantor bisnis keuangan dan asuransi besar masih ada di Jakarta.

Menyikapi kekhawatiran masyarakat tentang masa depan Jakarta setelah tak jadi ibu kota negara. Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, telah melakukan pertemuan dengan Pejabat Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono untuk membahas kelanjutan Jakarta pasca tak lagi sebagai Ibu Kota. Dalam pertemuan itu, menurut Monoarfa, disepakati Jakarta akan tetap menjadi pusat pertumbuhan Indonesia.

"Akan menjadi kota bisnis. Semua kegiatan yang tidak berkaitan dengan pemerintahan tetap menjadi hak Jakarta," ujarnya saat bertemu dengan Heru Budi.

Oleh karena itu Bappenas dan Jakarta membentuk tim khusus yang beranggotakan pejabat Bappenas dan Pejabat Jakarta untuk mengkonsep masa depan Jakarta. Konsep itu nanti dimasukan ke dalam UU Kekhususan Jakarta menggantikan UU 29/ 2007 tentang kekhususan DKI. Menurut Heru, tim khusus akan mempertajam UU Kekhususan Jakarta. Sebab setelah tak menjadi daerah Khusus Ibu Kota Negara dimana tak lagi ada walikota dan bupati. Kepala daerah Jakarta yaitu Gubernur, hal itu itu menurut Monoarfa, sesuai arahan langsung presiden Jokowi. Pemerintahan juga diminta akan memiliki struktur organisasi yang lebih lincah.

Diharapkan Tumbuh Lebih Melejit

Photo by Muhammad Syafi Al - adam on Unsplash

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah, menilai berubahnya Jakarta, bukan lagi hanya soal berubahnya tata kota, dia melihat peristiwa itu sebagai momentum akan semakin berkembang kota Jakarta. Alasannya, karena dengan begitu tidak ada intervensi pemerintah pusat dengan kebijakan yang terlalu mengekang dan mengerem.

Jakarta menurutnya akan lebih melejit ada percepatan akselerasi. Dengan syarat, pemerintah Jakarta dapat mengatasi segala permasalahan yang selama ini menjadi problem Jakarta, yakni banjir, kemacetan, kemiskinan dan kepadatan penduduk, serta peningkatan ruang terbuka hijau.

Seperti diakui Kepala Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri, Eko Prasetyanto, pentingnya mempertahankan keberlanjutan Jakarta. Meski ibu kota akan pindah ke Kalimantan Timur sesuai amanat UU No 3 Tahun 2022. Jakarta yang memiliki luas sekitar 651 KM persegi, dihuni 11,5 juta penduduk atau 17,000 jiwa/ km persegi penduduk, dan di Jakarta Pusat 23.000 jiwa/km2.

Jakarta menghadapi persoalan kepadatan penduduk, dan persoalan lingkungan seperti intrusi air laut sampai polusi udara. Selama ini dengan status daerah khusus dapat didukung dengan anggaran APBD yang jumlahnya mencapai 80 triliun/ tahun atau tertinggi diantara provinsi di Indonesia. Eko berharap Jakarta bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan indek pembangunan yang tetap tinggi.

Alphonsus Widjaya, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia mengaku masih optimis masa depan bisnis mereka di Jakarta. Menurutnya dengan perpindahan Ibu Kota Negara, IKN tidak serta merta Jakarta akan kosong kehilangan penduduk. Jumlah penduduk Jakarta masih banyak, itu yang penting bagi pengusaha bisnis mall, selama masih ada populasi pihaknya optimis akan masih menjadi peluang bisnis dan pengelola mall.

Meski statusnya bukan lagi ibu kota negara, namun Jakarta dinilai masih memiliki modal mumpuni. Kepala Badan layanan Umum Smart City, Yudhistira Nugraha, melihat Jakarta diprediksi akan menjadi kota startup. Dengan pemindahan ibukota itu dan terjadinya pemindahan ASN dan keluarganya berarti populasi Jakarta akan berkurang itu artinya beban Jakarta juga akan berkurang, sehingga mampu tumbuh lebih cepat, memindahkan ke ibukota baru berarti mengurangi dominasi Pulau Jawa yang menguasai 56.4 PDB.

Setelah tidak berstatus Sebagai Ibu kota, Jakarta tetep Diandalkan sebagai pusat perekonomian Indonesia. Proposal Revitalisasi sebesar 500 triliun disiapkan untuk membuat Jakarta tumbuh lebih hebat. Proposal revitalisasi Jakarta juga akan digunakan untuk membangun hunian, menjaga kelestarian lingkungan serta membangun infrastruktur air bersih. Sektor infrastruktur juga akan dibenahi, termansuk megembangkan jalur MRT, LRT dan layanan Transjakarta. Nantinya saat Revitalisasi dilaksanakan Jakarta akan menjadi kota yang lebih nyaman untuk ditinggali dan lebih ramah bagi para pelaku bisnis.