JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Guniwang Kartasasmita mengatakan sektor industri manufaktur Indonesia selama tujuh tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) memainkan peranan penting. Bahkan, kata Agus, sektor tersebut menjadi penggerak dan penopang utama bagi perekonomian nasional.
"Pentingnya peranan sektor industri antara lain dapat dilihat dari realisasi investasi sektor industri manufaktur, yang pada periode pertama (2015-2019) menembus total nilai sebesar Rp1.280 triliun dengan nilai rata-rata investasi tahunan sebesar Rp250 triliun. Total nilai investasi selama periode lima tahun pertama ini bahkan lebih besar dari nilai investasi yang terakumulasi selama 10 tahun pada kurun waktu 2005-2014," katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu, 27 Oktober.
Pada periode kedua, kata Agus, realisasi investasi di sektor manufaktur tahun 2020 tercatat di angka Rp270 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari nilai rata-rata periode sebelumnya, meski sektor industri mendapat hantaman keras (hard hit) dari pandemi COVID-19.
"Sementara pada Semester I tahun 2021, realisasi investasi di sektor manufaktur telah terhitung sebesar Rp170 triliun dan diperkirakan terus meningkat seiring dengan perbaikan beberapa indikator ekonomi lain," ucapnya.
Sementara itu, kata Agus, dari sisi ekspor, kontribusi sektor industri manufaktur terhadap ekspor nasional terus meningkat dari 108,6 miliar dolar AS pada tahun 2015 ke 127,4 miliar dolar AS pada tahun 2019.
Dalam kurun waktu tersebut, lanjut Agus, rata-rata nilai kontribusi ekspor sektor manufaktur berkisar pada angka 75 persen dari total ekspor nasional per tahun. Nilai kontribusi ini jauh lebih besar dari kontribusi ekspor manufaktur pada periode pemerintahan sebelumnya (2000-2014) yang hanya menyentuh angka di bawah 70 persen dari total ekspor nasional.
"Kontribusi ekspor sektor industri manufaktur pada tahun pertama pemerintahan Jokowi jilid II (tahun 2020) justru naik menjadi sebesar 131,1 miliar dolar AS di tengah himpitan pandemi COVID-19. Nilai ekspor manufaktur ini merepresentasikan 80,3 persen ekspor nasional tahun 2020 dan menghasilkan surplus neraca perdagangan sebesar 21,7 miliar dolar AS," tuturnya.
Agus mengatakan surplus neraca perdagangan sendiri terus berlanjut hingga bulan September 2021 sebesar 4,37 miliar dolar AS yang merupakan surplus selama 17 bulan secara berturut-turut sejak bulan Mei 2020.
"Pada periode Januari-Agustus 2021, nilai ekspor sektor manufaktur telah mencapai sekitar 115,13 miliar dolar AS," jelasnya.
Capaian sektor industri manufaktur di bidang investasi dan ekspor mengiringi kontribusi sektor industri manufaktur terhadap penerimaan negara dan kontribusi terhadap pembentukan PDB Nasional yang terus meningkat dan merupakan tertinggi dibandingkan dengan sektor ekonomi lainnya.
"Pajak sektor industri pengolahan secara rerata berkontribusi sebesar 28 persen sepanjang tahun 2014 hingga 2020. Sementara penerimaan cukai sektor industri menyumbang 95 persen dari total penerimaan cukai nasional," katanya.
Adapun laju pertumbuhan PDB manufaktur pada periode 2015-2019 secara konsisten berada di kisaran mendekati angka 5 persen per tahun. Kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional pada tahun 2015 menyentuh nilai Rp2.100 triliun dan terus naik ke Rp2.783 triliun di tahun 2019.
Pada periode kedua pemerintahan, kontribusi sektor manufaktur sedikit turun ke angka Rp2.760 triliun di tahun 2020 akibat dampak pandemi COVID-19 yang tidak saja menerpa Indonesia tetapi juga seluruh negara di dunia. Akibat tekanan pandemi, sektor industri manufaktur tumbuh minus 2.52 persen di tahun 2020.
"Ini merupakan kali kedua dalam sejarah sektor industri manufaktur Indonesia mengalami pertumbuhan negatif setelah sempat minus 11,5 persen akibat krisis 1997. Pertumbuhan sektor industri manufaktur kembali bergairah pada tahun 2021, dengan peningkatan angka pertumbuhan yang signifikan di triwulan II sebesar 6,91 persen (yoy), sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang juga bangkit sebesar 7,07 persen (yoy)," tuturnya.
Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia
Di awal periode pertama pemerintahan Jokowi, kata Agus, PMI manufaktur Indonesia berada di bawah 50 poin sepanjang tahun 2015 yang menunjukkan kurang bergairahnya aktivitas di sektor industri sebagai dampak dari tertekannya kinerja ekspor akibat kondisi ekonomi global.
Namun, lanjut Agus, pada tahun-tahun berikutnya kebijakan ekonomi pemerintah mampu membuat PMI Manukfatur Indonesia terus bergerak hingga menyentuh level ekspansif (di atas 50 poin). Rata-rata nilai PMI Manufaktur Indonesia berada di angka 50,08 pada tahun 2017 dan meningkat ke angka 50,9 pada tahun 2018.
Tetapi, perang dagang AS-China yang berlanjut dengan pandemi COVID-19 pada kurun waktu 2019-2020 menekan PMI Manufaktur ke level 49,7 di tahun 2019 dan secara dalam ke level terendah pada April 2020 dengan angka 27,5 ketika PSBB jilid I diterapkan di ibu kota yang membuat operasional dan kegiatan industri nyaris lumpuh.
Kemudian, Agus mengatakan, PMI manufaktur Indonesia kembali bangkit ke level ekspansif sejak November 2020 dan terus menguat hingga Juni 2021. Bahkan, pada tahun 2021 ini PMI Manufaktur Indonesia mencetak rekor angka tertinggi sepanjang sejarah dalam tiga bulan berturut-turut, yakni 53,2 pada bulan Maret, 54,6 pada bulan April, dan 55,3 pada bulan Mei.
"Namun seiring kondisi yang semakin terkendali dan dibukanya kembali aktivitas industri secara penuh serta didukung dengan daya adaptasi sektor industri yang telah terbangun sebelumnya, PMI Manufaktur Indonesia kembali ke level ekpansif pada angka 52,2 pada bulan September 2021," katanya.