Bagikan:

JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) disebutkan baru saja merilis Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 senilai 600 juta dolar AS atau sekitar Rp8,6 triliun (kurs Rp14.299). Aksi korporasi ini dilepas dengan suku bunga 4,3 persen pertahun ini merujuk pada ketentuan Regulation S (Reg S), berdasarkan US Securities Act dan didaftarkan di Singapore Stock Exchange.

Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini mengatakan bahwa langkah ini merupakan strategi perseroan untuk memanfaatkan peluang yang masih sangat terbuka sekaligus melakukan ekspansi bisnis.

Menurut Novita, pihaknya memfokuskan penguatan modal guna menambah bantalan dalam memitigasi risiko usaha yang mungkin timbul di tengah ketidakpastian akibat pandemi COVID–19.

”Kami melihat peluang pengembangan sangat terbuka, sementara modal masih terbatas. Oleh karena itu, kami melakukan penguatan modal,” ujarnya dalam keterangan pers, Senin, 4 Oktober.

Novita memastikan jika aksi terbaru telah mengantongi restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“OJK menyetujui penetapan dana dari penerbitan BNI Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 tersebut sebagai modal inti tambahan. Ketentuan tersebut berlaku sejak surat keputusan OJK diterbitkan pada 30 September 2021,” tuturnya.

Lebih lanjut Novita menjabarkan dalam rangkaian rencana penerbitan tersebut, pada 16 September 2021 perseroan telah menyelesaikan roadshow dan pricing AT-1 Capital Securities.

Dikatakan selama proses bookbuilding (penawaran awal), BNI menerima kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga melebihi 1,8 miliar miliar dolar AS, dari rencana penerbitan 600 juta dolar AS.

Cetak sejarah

Sebuah fakta menarik mencuat bahwa BNI mencatat sejarah baru sebagai bank pertama di Indonesia yang menerbitkan instrumen permodalan Additional Tier 1 dan ditawarkan kepada investor publik asing.

Adapun, dana hasil penerbitan Additional Tier-1 Capital Bond Tahun 2021 ini digunakan pula untuk keperluan penguatan modal, meningkatkan pembiayaan, pendanaan umum perseroan, dan memperkuat komposisi struktur dana jangka panjang.

Kemudian, surat utang terbaru dari bank berkode saham BBNI tersebut merupakan instrumen keuangan yang memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi, tidak memiliki jangka waktu, dan pembayaran imbal hasil tidak dapat diakumulasikan (perpetual non-cumulative subordinated debt).

”Penguatan modal ini merupakan langkah kami untuk melompat dan bergerak lebih cepat. Dalam kondisi normal, pemenuhan modal seperti ini hanya dapat dipenuhi pada 2025. Kami akan menjadi bank pertama di Indonesia yang melakukannya,” tutup Novita.